Panggilan Suci Perkawinan

5094

HIDUPKATOLIK.com Minggu Biasa XVII 07 Oktober 2018, Kej.2:18-24: Mzm. 128: 1-2.3.4-5.6; Ibr.2:9-11; Mrk. 10:2-16 (Mrk. 10:2-12).

Di sinilah pula letak perbedaan perkawinan dalam pandangan dan ajaran Gereja Katolik bila dibandingkan dengan pandangan dan ajaran agama lain. Bahwa perkawinan Katolik mempunyai tiga ciri yang khas dan utama.”

BACAAN Injil pada hari Minggu ke-27 ini adalah salah satu perikop yang paling sering dipilih oleh para calon pengantin untuk dijadikan sebagai bahan renungan pada saat upacara Sakramen Perkawinan, terutama, ayat 7-9: “… (7)sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, (8)sehingga keduanya itu menjadi satu daging.

Demikianlah mereka bukan lagi menjadi satu. (9)Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Kendati ketiga ayat ini tidak bisa dipisahkan dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya (begitupun relasinya dengan Bacaan Pertama dan Bacaan Kedua).

Di mana disebutkan bahwa orang Farisi datang untuk mencobai Yesus. Mereka ingin menguji bagaimana pandangan Yesus terhadap lembaga perkawinan yang selama ini mereka pegang, sebagaimana ditegaskan oleh Musa. Namun, seperti biasa, Yesus selalu dengan jitu memberikan jawaban pamungkas kepada mereka.

Yesus dengan tegas mengemukakan hakikat perkawinan. Bagi Yesus, perkawinan merupakan persatuan yang erat antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Keduanya tidak sekadar mengucapkan janji. Tidak. Mereka sungguh-sungguh dipersatukan oleh Allah sendiri (lihat ayat ke-9).

Bahwa laki-laki dan perempuan yang telah disatukan tersebut tidak lagi dua. Mereka telah menjadi satu. Di ayat sebelumnya ditegaskan “laki-laki meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya”.

Oleh karena itu, sebagaimana dalam ajaran Gereja Katolik, perkawinan Katolik tidak boleh diceraikan kecuali karena kematian. Mengapa? Karena Allah sendiri yang mempersatukan mereka dalam satu ikatan cinta kasih sejati.

Di sinilah pula letak perbedaan perkawinan dalam pandangan dan ajaran Gereja Katolik bila dibandingkan dengan pandangan dan ajaran agama lain. Bahwa perkawinan Katolik mempunyai tiga ciri yang khas dan utama. Ciri yang pertama adalah Perkawinan Katolik merupakan suatu ikatan yang terus berlangsung seumur hidup.

Ciri yang kedua, Perkawinan Katolik itu merupakan ikatan yang monogam, yang berarti satu suami dan satu istri. Sedangkan ciri yang ketiga, Perkawinan Katolik merupakan ikatan yang tidak terceraikan. “Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia”.

Allah sendiri yang telah memeteraikan kesepakatan suci antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Oleh karena itu pula, Perkawinan Katolik dipandang pula sebagai tanda kehadiran (sakramen) Allah di tengah dunia (disebut sebagai Sakramen Perkawinan atau Pernikahan).

Maka, jika kita membaca Injil hari ini, juga Bacaan Pertama dan Kedua, dengan seksama, kita akan memperoleh gambaran yang lengkap, paripurna: perkawinan seringkali dilihat sebagai gambaran cinta Allah kepada umat manusia. Allah yang senantiasa setia kepada umat-Nya sehingga Ia pun mengutus Putra-Nya, adalah karena cinta Allah kepada manusia.

Maka, persatuan laki-laki dan perempuan dalam perkawinan (Katolik) menuntut pula kesetiaan sebagaimana Allah setia kepada umat manusia melalui Kristus. Kristus harus dihadirkan dalam suatu ikatan perkawinan (keluarga Katolik).

Kesetiaan Kristus kepada Bapa dalam perjalanan salib sampai ke Golgota, juga menjadi teladan bagi pasangan suami-istri Katolik. Mereka harus setia, saling meneguhkan dan saling mengampuni dalam mengarungi perkawinan mereka.

 

Mgr Herculanus Bumbun OFMCap
Uskup Agung Emeritus Pontianak

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini