Paguyuban KUAANYO: Saling Melayani Hingga Ajal Menjemput

309
Kebersamaan: Ekaristi bersama Paguyuban KUAANYO di alam terbuka.
[NN/Dok.Paguyuban KUAANYO]

HIDUPKATOLIK.com – Penghiburan kepada keluarga yang sedang mengalami duka kematian tidak cukup dengan ucapan belasungkawa. Penghiburan itu harus sampai pada tindakan nyata. Itulah yang dilakukan Paguyuban KUAANYO selama 37 tahun.

Di Paroki St Perawan Maria Ratu Blok Q, Jakarta Selatan, ada sebuah paguyuban bernama KUAANYO. Nama ini adalah akronim dari nama-nama lingkungan, yakni Lingkungan Keluarga Kudus, Lingkungan Keluarga Kudus Nazaret, Lingkungan St Anna, Lingkungan St Yoakim, Lingkungan St Andreas, dan Lingkungan St Stefanus. Keenam lingkungan itu tergabung dalam Wilayah VI yang berlindung pada Maria Mediatrix. Pada Oktober 2013, anggota wilayah ini terdiri dari 241 Kepala Keluarga.

Paguyuban KUAANYO resmi terbentuk pada Agustus 1977, berangkat dari keprihatinan beberapa orang akan kemampuan ekonomi keluarga yang sangat terbatas. Umat di wilayah VI ini boleh dibilang termasuk dalam kelas ekonomi menengah ke bawah. Paguyuban KUAANYO didirikan dengan mengemban misi untuk melayani umat lingkungan.

Lantas, pelayanan apa yang menjadi sasaran paguyuban ini? Secara ekonomi, hidup mereka sulit. Jika ada yang meninggal, keluarga masih harus membayar ini dan itu. Apalagi, kematian itu bagai pencuri yang tak pernah diduga datangnya. Hanya belas kasih dari sesamalah yang menjadi penopang bagi keluarga yang sedang berduka. Suasana pemikiran seperti ini ditangkap A.J. Sugeng Riadi dan tiga rekannya.

“Waktu itu kami harus berbuat sesuatu untuk membantu sesama umat lingkungan yang sedang berduka kematian,” tutur Sugeng saat ditemui di Rumah Retret Canossa Bintaro, Tangerang Selatan, pertengahan Maret 2014. Karena itulah, Paguyuban KUAANYO fokus melayani umat wilayahnya khusus untuk kematian.

Amplop Duka
Sejak awal berdiri, paguyuban terus membenahi diri untuk memberi pelayanan yang maksimal. Kepengurusan dan administrasi ditata terus-menerus agar lebih rapi. Paguyuban ini pun menerbitkan buku khusus panduan upacara kematian. Paguyuban juga membentuk tim-tim khusus, seperti tim liturgi yang bertugas melayani liturgi kematian, tim transportasi yang bertugas menyediakan bus untuk pemakaman, dll.

“Biasanya kita juga menyediakan bus bagi keluarga yang mau melayat atau ikut saat penguburan. Bahkan, kita pernah mengantar jenazah sampai ke Jawa Tengah.

Biasanya pelayanan seperti ini tergantung pada permintaan keluarga dari orang yang meninggal,” jelas Ketua Paguyuban, F.A. Heru Bambang B.S. Untuk pelayanan ambulan dan peti, kata Sekretaris Umum Paguyuban Alb. Arief Widjaya, KUAANYO bekerjasama dengan Yayasan St Yusup Paroki Kristoforus Grogol, Jakarta Barat.

Pelayanan ini tentu saja butuh uang. Untuk itu, paguyuban mengumpulkan dana melalui Amplop Duka. Ketika ada umat yang meninggal, Amplop Duka akan disebarkan kepada umat Wilayah VI. “Jadi, saat mendengar berita duka, ketua lingkungan akan membagi amplop kepada umat di lingkungannya. Lalu, umat akan membawanya saat melayat ke rumah duka,” kata Widjaya.

Amplop Duka ini, lanjut Widjaya, akan dikumpulkan di rumah duka dan baru dibuka pada malam ketiga. Sementara semua pembiayaan sebelum malam ketiga ditanggung paguyuban dengan uang kas. Saat amplop-amplop itu dibuka, barulah diadakan perhitungan untuk penggantian uang kas. Sisanya diserahkan kepada keluarga yang berduka. Jadi, kata Bambang, paguyuban ini menghendaki supaya keluarga yang berduka tidak pusing dengan pelbagai pembiayaan, sehingga mereka lebih fokus mengolah rasa kehilangan anggota keluarga dan berdoa. Selain dari Amplop Duka, biasanya biaya juga diperoleh dari Seksi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Paroki Blok Q. “Dana itu sudah dialokasikan dalam jumlah tertentu untuk setiap umat paroki yang meninggal,” kata Widjaya.

Serba Terbatas
Paguyuban KUAANYO mengusung semangat memberi pelayanan yang maksimal. Namun, itu bukan berarti semua lancar-lancar saja. Ada beribu rintangan yang turut mengasah pelayanan itu hingga dapat dikatakan maksimal.

Menurut Sekretaris I paguyuban, Theresia S. Wahyuni A., salah satunya adalah kesulitan akses mobil jenazah untuk masuk ke rumah keluarga yang meninggal. Misalnya, umat tinggal di kos atau kontrakan yang sempit, dan tidak memungkinkan jenazah untuk disemayamkan di tempat tinggalnya. “Terkadang, jenazah di dalam rumah, peti kita simpan di lorong jalan. Saat mau berangkat ke kuburan, baru jenazah dimasukkan. Terkadang ada sesama umat juga yang menyediakan rumahnya untuk tempat semayam jenazah,” kata Theresia.

Pelayanan paguyuban KUAANYO untuk kematian terus dikembangkan. Tidak hanya untuk umat di Wilayah VI, tapi juga umat dari wilayah lain yang membu- tuhkan bantuan mereka siap membantu.

Sejauh ini, cara saling melayani yang dipraktikkan paguyuban ini mendapat sambutan positif, baik dari umat wilayahnya sendiri maupun dari masyarakat sekitar. “Model Amplop Duka sudah ditiru oleh RW di wilayah kami. Mereka juga menyediakan amplop untuk membantu sesama warga yang sedang mengalami duka,” kata Widjaya.

Pengurus Paguyuban KUAANYO berharap, model pelayanan yang baik ini jangan sampai pudar karena tidak ada penerus. Untuk itu, dalam setiap kesempatan paguyuban melibatkan kaum muda. Orang-orang muda sangat diharapkan untuk terlibat melanjutkan pelayanan ini.

Memang, ada beragam cara untuk saling melayani. Model pelayanan yang telah dimulai paguyuban KUAANYO bukan satu-satunya.

Stefanus P. Elu

HIDUP NO.17 2014, 27 April 2014

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini