Gereja Tua Sikka: Mengendus Jejak Iman

953

HIDUPKATOLIK.com Gereja tua Sikka merupakan salah satu destinasi wisata di Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur yang tak pernah sepi pengunjung.

Ketua Komisi Komsos Keuskupan Maumere, Pastor Polycarpus Sola disela-sela kesibukannya, membagikan satu film produksi Seksi Dokumentasi dan Publikasi Komisi Komsos Maumere, berkaitan dengan acara tahbisan Uskup Maumere terpilih, Mgr Ewaldus Martinus Sedu, Pr.

Tayangan berdurasi 9 menit 52 detik itu hendak mengangkat tentang Gereja bersejarah dengan nama pelindung St Ignatius Loyola, yang akan menjadi salah satu basis pelayanan pastoral Mgr Ewaldus. Berikut ini petikan narasinya.

Gereja tua Sikka, letaknya kurang lebih 28 km ke arah Selatan kota Maumere, menjadi bagian dari wilayah Paroki St Ignatius dari Loyola, Sikka. Perjalanan menuju gereja ini dapat ditempuh dari persimpangan jalan Hepang yang berjarak 20 km dari kota Maumere, ibukota Kabupaten Sikka.

Selanjutnya, kita menuju ke kampung Sikka, untuk menjumpai gereja yang usianya sudah seabad lebih, gereja yang sangat bersejarah dalam penyebaran umat Katolik di Keuskupan Maumere, Kabupten Sikka.

Letaknya yang tidak seberapa jauh dari bibir pantai akan membuat indra para pengunjung dapat merasakan hawa laut yang membuai. Gereja Tua Sikka terletak di kampung Sikka, atau dalam bahsa setempat disebut Natar Sikka, kampung dengan jumlah warga 900an lebih dan semuanya beragama Katolik.

Gereja tersebut mulai dibangun pada masa karya imam-imam Jesuit, pasca era Dominikan yang merintis benih iman Katolik di Sikka.

Disana dapat kita jumpai beberapa monumen dan catatan bersejarah, diantaranya nama misioner Pastor C.JF. Le Cocq D’Armandville, SJ, lahir (natus-Latin) pada 29 Maret 1846 dan wafat (obiit-Latin) pada 27 April 1896. 

Goris Tamela, tokoh umat setempat mengisahkan, bahwa gereja Sikka ini dibangun pada awal tahun 1896 oleh pastor paroki Sikka, Yohanes Engbers SJ. 

Sementara tokoh umat setempat Orestis Parera menyampaikan perancangan pembangunan gereja tersebut menggunakan bahan-bahan terpenting seperti kayu jati. Kayu tersebut berasal dari Jawa, dan bahan lainnya didatangkan dari Eropa. Bahan lokal diperoleh dari keterlibatan seluruh umat yang berada di wilayah kerajaan Sikka.

Selain itu kita dapat menjumpai sebuah rumah kediaman raja, dalam bahasa setempat, Lepo Gete, yang menjadi salah satu peninggalan kerajaan Sikka. Goris menambahkan bahwa pembangunan gereja ini tidak terlepas dari peran serta Raja Sikka, selain karena imannya, juga karena kerjasamanya yang baik dengan pastor paroki Sikka.

Baca juga: http://www.hidupkatolik.com/2017/11/10/14419/jejak-iman-dari-kota-seribu-biara/

Raja Don Alexu Ximenes da Silva, pada masa itu terlibat secara penuh dalam pembangunan gereja tua Sikka bersama Pastor Paroki Sikka dan seluruh masyarakat kerajaan Sikka, secara penuh bergotong royong membangun gereja tua St Ignatius Loyola Sikka. 

Orestis Parera menambahkan, pada bagian raja ialah memimpin rakyatnya untuk membangun gereja, mempersiapan bahan-bahan lokal seperti bambu, pasir, tali, batu, tukang-tukang kayu dan besi, diantaranya dari nenek Ense Solapung dan nenek dari Uskup Emeritus Maumere, Mgr Kherubim Parera.

Dalam rentang waktu tiga tahun, Gereja Sikka berhasil dibangun dengan konstruksi utama dari kayu jati. “Diresmikan pada 24 Desember 1899, dalam suatu misa malam Natal,” pungkas Orestis.

Baca juga: http://www.hidupkatolik.com/2018/07/14/23466/keuskupan-maumere-dalam-sejarah/

Selain bangunan yang unik, ada sentuhan budaya lokal setempat sebagai wujud inkulturasi dari iman yang membumi. Bangunan gereja tua Sikka dirancang dengan perpaduan gaya arsitektur yang berpadu dengan budaya lokal. Pada bagian sekitar panti imam, ornamen menggambarkan untuk para raja dan bangsawan, yang dikhususkan untuk Tuhan.

Daerah panti imam itu, karena kehadiran Tuhan ada. Pada bagian kedua, ornamen ini menggambarkan motif sarung yang biasa dipakai oleh masyarakat biasa di Sikka. Ornamen ini berada pada tempat yang ditempati oleh umat. 

Ada pula harmonium yang sudah ada sejak 1930an, pada masa Pater Yakobus Baker, SVD sebagai pastor Paroki Sikka. Dosen Liturgi STFK Ledalero, Pastor Martoni Tangi, menyampaikan, bangunan gereja Sikka bertujuan untuk memudahkan umat berkumpul untuk memuliakan Allah, dan untuk menguduskan manusia.

Kalau merujuk pada bangunan gereja Sikka, perhatikan candi gereja itu, mengarahkan pada Allah yang transenden, tinggi, jauh di atas langit. Kalau masuk ke dalam gereja, ornamen yang ada mengacu pada Allah yang dekat dengan manusia, mencintai manusia.

“Bukan kebetulan bahwa gereja ini berada persis di tengah kampung Sikka. Ini mengungkapkan bahwa Tuhan yang Maha Baik itu ada ditengah-tengah umat, mengundang umat untuk berdoa, bergaul, untuk ada bersama dengan Dia, mengalami cintaNya, kedamaian dan ketenangan batin,” tutur Pastor Paroki Sikka (2010-2016), Felix Rongeytu, Pr.

Iman akan keagungan Tuhan sudah membumi di tanah Sikka, setua usia gereja tua Sikka. Iman yang terus tumbuh dari generasi ke generasi hingga Keuskupan Maumere saat ini sebagai sebuah gereja Lokal. 

Selanjutnya iman inilah yang akan ditumbuhkan lebih kepada kedalaman, demi mewujudkan Keuskupan Maumere yang beriman, dalam karya kegembalaan Mgr Ewaldus Martinus Sedu, yang memilih moto Episkopalnya, “Duc in Altum”, bertolaklah ke tempat yang dalam. Bersama Mgr Ewaldus, mari kita bertolak ke tempat yang dalam. 

 

Antonius Bilandoro

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini