Menjadi Terakhir dan Pelayan bagi Semua

971

HIDUPKATOLIK.com Minggu, 23 September 2018, Hari Minggu Biasa XXV Keb 2:12, 17-20; Mzm 54:3-4,5,6,8;Yak 3: 16-4:3; Mrk 9:30-37

“Pelayan yang memimpin adalah pelayan yang menjalankan tugas pelayanan sekalipun tidak memimpin.”

MANUSIA cenderung mengejar prestasi dan prestise untuk mendapatkan tempat yang terhormat. Kecenderungan manusia sering membuat manusia lupa akan kepentingan orang lain. Keinginan itu disebutkan dalam surat Yakobus sebagai hawa nafsu. Bertindak atas dasar hawa nafsu adalah sia-sia.

“Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa. Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu”(Yak 4:2-3).

Murid-murid mempertentangkan kedudukan yang paling tinggi di antara mereka dalam perjalanan ke Kapernaum. Mereka berpikir Kerajaan Sorga sama seperti pemerintahan dunia dimana Romawi sedang menguasai Palestina pada waktu itu.

Mereka membayangkan bahwa kerajaan Allah adalah kerajaan dimana Yesus akan menjadi raja dunia seperti Daud dan Salomo dan murid-murid adalah para pejabat-pejabatnya. Yesus menegur mereka: “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya” (Mrk 9:35).

Yesus merombak cara pikir murid-murid dengan menegaskan ciri khas seorang murid Yesus adalah pelayan. Jawaban Yesus sangat revolusioner karena mempertentangkan konsep dunia. Menurut pandangan Yesus, martabat bukan berdasarkan kuasa melainkan pada pelayanan.

Tindakan ini berdasarkan pada kedatangan Anak manusia yang datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani (Mrk 10:45). Seperti anak kecil adalah sikap yang dibutuhkan untuk masuk Kerajaan Allah.

Seorang anak kecil tidak memiliki kuasa dan tidak memiliki pengaruh. Keempat Injil mencatat segala perbuatan ajaib yang pernah dilakukan-Nya. Yesus tidak pernah sekalipun menggunakan kuasa-Nya untuk kepentingan pribadi tetapi untuk melayani.

Maka kepada murid-murid-Nya, Yesus mengatakan: “Barang siapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barang siapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya” (Markus 10:43-44).

Prinsip ini tidak dimengerti oleh Yohanes dan Yakobus yang menginginkan mahkota namun menghindari salib. Ingin mengejar kemuliaan tapi menjauhkan penderitaan hingga berambisi menjadi tuan dan menolak disebut hamba.

Menjadi yang terkemuka sudah menjadi kecenderungan manusia. Kita lebih mudah mengejar menjadi orang terkemuka atau orang yang menjabat supaya bisa melayani. Konsep Yesus berbeda.

Kita sebagai pelayan dan tetap sebagai pelayan kapanpun dan dimanapun. Perutusan sebagai pemimpin bukan sebagai pemimpin yang melayani tetapi sebagai pelayan yang memimpin. Pelayan yang memimpin adalah pelayan yang menjalankan tugas pelayanan sekalipun tidak memimpin.

Yesus mengatakan seorang murid Kristus hendaknya menjadi “Yang terakhir dari semua dan pelayan dari semua”. Seorang pelayan dari semua adalah pelayan yang tidak membatasi diri pada kepentingan atau kelompok tertentu.

Pelayan yang siap melayani keragaman manusia dengan segala keberadaannya. Pelayan yang berkomitmen melayani semua orang khususnya mereka yang tersisihkan dan tak berdaya. Pelayan yang tiada hentinya menyalurkan kehendak Tuhan.

Dalam Kolose 3: 23 dikatakan: “Apapun juga yang kamu buat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia”. Seorang murid Kristus melayani Tuhan artinya membiarkan kehendak Tuhan terjadi melalui dirinya sebagai seorang pelayan.

Kita sering jatuh dalam kesibukan menyelesaikan pekerjaan-pekerjan Tuhan. Maka kita sering mempersoalkan siapa yang terdahulu dan terbelakang. Semangat seorang pelayan seperti dikatakan oleh Yohanes 13:16: “Sesungguhnya aku seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya, ataupun seorang utusan dari pada dia yang mengutusnya”.

Seorang pelayan Tuhan dengan iman dan kerendahan hatinya selalu siap seperti Bunda Maria:”Aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Lukas 1:38).

 

Mgr John Philip Saklil
Uskup Timika

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini