Solidaritas Tanpa Pamrih

267

HIDUPKATOLIK.com Hari Biasa, 1Kor. 11:17-26; Mzm.40:7-8a,8b-9,10,17; Luk. 7:1-10.

DARI figur perwira Romawi dalam Injil Lukas, Yesus menarik satu teladan kepasrahan dan pengharapan yang pantas dan harus dikagumi, bahkan oleh orang Israel sendiri: “Aku berkata kepadamu, iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel!” (Luk. 7:9).

Ukuran keagamaan yang dipakai oleh para penatua jemaat Yahudi cenderung mendasarkan diri pada jasa: “Ia layak Engkau tolong, sebab ia mengasihi bangsa kita dan dialah yang menanggung pembangunan rumah ibadat kami” (Luk. 7:4-5).

Iman perwira itu tidak berdasarkan pada pamrih apa pun. Lebih mengherankan lagi, karena begitu berharganya keselamatan hambanya, ia rela merendahkan diri dengan memohon kepada Yesus dengan cara demikian.

Iman memang merupakan sumber kekuatan. Ini bukan saja karena iman membuat orang bisa berlindung atau bercokol pada satu warisan leluhur yang kokoh dan pasti. Melainkan karena iman memperluas cakrawala pemahaman orang.

Iman membuat seseorang terbuka untuk melihat semuanya dalam rencana Allah, bahkan dalam situasi yang paling tidak bersahabat. Itulah sebenarnya yang diharapkan Paulus dari jemaatnya di Korintus.

Alih-alih belajar bersikap solider dalam perjamuan, mereka justru malah membangun sikap yang egois dan diskriminatif. “Sebab pada perjamuan itu tiap-tiap orang memakan dahulu
makanannya sendiri, sehingga yang seorang lapar dan yang lain mabuk” (1Kor. 11:21). Terbukti tanpa solidaritas dan keterbukaan tanpa pamrih tidak ada agama.

 

Pastor Vitus Rubianto Solichin SX
Dosen Kitab Suci STF Driyarkara Jakarta, Doktor Teologi Kitab Suci
dari Universitas Gregoriana, Roma

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini