Kontras “Bahagia dan Celaka”

582

HIDUPKATOLIK.com 1Kor. 7:25-31; Mzm. 45: 11-12. 14-17; Luk. 6:20-26

TEMA Khotbah Bukit versi Lukas 6:20-26 lebih terintegrasi ketimbang versi Matius 5: 1-12. Pada Matius, terdapat sembilan ucapan ‘berbahagialah’ (Yun. makarios); pada Lukas hanya ada empat (ay. 20-23). Namun Lukas menambah empat ‘celakalah’ (Yun. ouai; ay. 24-26), yang tidak ada pada Matius.

Kontras antara “berbahagialah” dengan “celakalah” ini, mengingatkan pada cara bicara nabi-nabi Perjanjian Lama. Lukas menempatkan mereka yang miskin, lapar, terkucil, dicela, dan ditolak manusia, justru sebagai orang yang makarios, artinya berada dalam “keadaan asal, di mana berkat Allah datang terus menerus”.

Pada mereka yang makarios, tercermin benang merah kesinambungan penciptaan manusia sebagai gambar dan rupa Allah. Sebaliknya, mereka yang kaya, kenyang, tertawa, dan selalu mendapat pujian dari dunia, diberi predikat ouai atau “celakalah”.

Ungkapan ouai menunjuk pada situasi, di mana orang itu harus dikasihani karena “terkena pengadilan Ilahi”. Bagi mereka, tidak ada lagi jalan menuju keselamatan. Hal ini diperlihatkan Lukas melalui kontras situasi makarios dan ouai pada perumpamaan Orang Kaya dan Lazarus yang Miskin (Luk. 16:19-31).

Seseorang hanya bisa memperoleh kebahagiaan sejati melalui metanoia, “perubahan orientasi”, dan pengosongan diri, sehingga tercipta ruang bagi kehadiran Allah. Bagi mereka, manna dari Sabda dan Roh Allah, lebih bernilai ketimbang makanan duniawi.

Mereka yang disebut makarios selalu mengandalkan iman (lih. Rom.4:5-7; 14:22-23). Ini membuat St Yohanes Salib (1542-1591), mengatakan: “Biarkanlah jiwa saya hidup seakan-akan terpisah dari badanku”. Karena, menjadi ‘kosong’ (Spanyol; nada), berarti Allah telah memenuhi hidup ini.

 

Henricus Witdarmono
M.A. Rel. Stud. Katholieke Universiteit te Leuven, Belgia

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini