HIDUPKATOLIK.com – Dalam Sakramen Tobat, ada absolusi dan penitensi. Apakah itu sebenarnya? Apakah Sakramen Tobat tetap sah jika diberikan tanpa nasehat bapa pengakuan?
NN
Pertama, absolusi adalah salah satu dari empat bagian pokok dari Sakramen Tobat (tobat, pengakuan dosa, absolusi dan penitensi). Absolusi berasal dari kata Latin absolvo yang berarti mengampuni, maka absolusi berarti pengampunan. Dalam perayaan Sakramen Tobat, rahmat pengampunan (absolusi) dari Allah diberikan kepada si pentobat oleh imam sebagai tanda kesediaan Allah untuk menyatukan kembali si pentobat dengan diri-Nya dan dengan Gereja. Dalam Sakramen Tobat, imam bertindak atas nama Kristus (in persona Christi) dan atas nama Gereja (in persona Ecclesiae). Karena itulah, absolusi disajikan dalam bentuk kalimat pernyataan (“Aku membebaskan dari dosa-dosamu..“), artinya bahwa imam bertindak secara nyata dan pasti memberikan pengampunan (bukan hanya memohon: “Semoga..”). Kuasa untuk mengampuni yang dimiliki oleh imam itu bersumber pada kuasa suci para Rasul, yang diturunkan kepada para imam melalui Sakramen Tahbisan. Kuasa suci itu saja tidaklah cukup untuk melayani Sakramen Tobat, sebab seorang imam juga membutuhkan kewenangan untuk mempraktikkan kuasa suci itu. Kewenangan ini, yang disebut yurisdiksi, diberikan oleh Uskup.
Melalui absolusi diberikanlah pengampunan atas semua dosa berat dan ringan yang diakui dan disesalinya sehingga si pentobat dilepaskan dari siksa dosa abadi atau hukuman kekal. Tetapi, si pentobat tetap harus menanggung akibat dari dosa-dosa (siksa dosa sementara) dan melakukan silih yang diperlukan.
Kedua, penitensi (Ing: penance) adalah silih atau laku tobat yang diberikan oleh imam kepada pentobat untuk melengkapi ungkapan tobat yang dilakukannya. Penyilihan ini dimaknai sebagai ungkapan pemberian ganti rugi atas kerusakan rohani yang terjadi karena dosa-dosa yang dilakukan si pentobat. Di samping itu, tindakan silih juga berguna untuk memulihkan kerusakan rohani dan pelemahan dalam diri si pentobat, dalam relasinya dengan Allah dan dengan sesama. Ketidakadilan, kerusakan rohani dan kelemahan yang terjadi karena dosa-dosanya menjadi sasaran dari tindakan silih. Penitensi berguna juga untuk melemahkan akar dosa yang ada dalam diri pentobat. Maka, penitensi menjadi bantuan bagi pentobat untuk sungguh-sungguh mengubah diri luar-dalam.
Seringkali kata penitensi diterjemahkan dengan “denda dosa”. Terjemahan ini kurang tepat sebab memberikan kesan seolah-olah kita mampu untuk “membayar atau memulihkan” kerusakan-kerusakan rohani karena dosa kita, dengan kekuatan kita sendiri sebagai manusia.
Bapa pengakuan-lah yang menentukan bentuk penitensi yang diberikan dan ini dilakukan dengan memperhatikan keadaan pribadi dan kepentingan rohani dari si pentobat. Diharapkan bahwa penitensi yang diberikan sesuai dengan berat dan kodrat dosa yang dilakukan. Penitensi dapat terdiri dari doa, derma, karya amal, pelayanan terhadap sesama, pantang secara sukarela, berkorban, dan terutama dalam menerima dengan sabar salib yang harus kita pikul. Karya penitensi semacam itu sangat membantu untuk menyerupai Kristus, yang telah menjalankannya sendiri untuk dosa-dosa kita satu kali untuk selama-lamanya (KGK 1460).
Ketiga, nasehat tidak termasuk dalam unsur pokok Sakramen Tobat. Karena itu, Sakramen Tobat bisa dilaksanakan secara sah meskipun tidak ada nasihat. Namun demikian, sangat dianjurkan agar, jika keadaan dan waktu memungkinkan, diberikan nasihat oleh bapa pengakuan supaya si pentobat bisa menyadari kelemahan-kelemahan diri secara lebih sungguh dan menemukan cara yang tepat untuk mengatasi kelemahan-kelemahan itu. Dengan demikian, absolusi dan penitensi yang diberikan mempunyai arti yang lebih mendalam. Nasihat menjadi perwujudan bimbingan imam sebagai gembala yang menuntun domba ke jalan yang benar.
Petrus Maria Handoko CM