HIDUPKATOLIK.com – Jeff Fortenberry, anggota Kongres AS dari Nebraska sekaligus anggota Jaringan Legislator Katolik Internasional (International Catholic Legislators Network/ ICLN) berbicara kepada Vatikan News tentang relevansi pesan Paus Fransiskus mengenai kebebasan beragama.
Paus Fransiskus pada Rabu, 23/8 silam, bertemu dalam Jaringan Legislator Katolik Internasional (ICLN) yang berkumpul di Roma untuk pertemuan tahunan yang ke sembilan. Jeff Fortenberry, anggota ICLN dan anggota Dewan Perwakilan AS dari negara bagian Distrik Kongres ke-1 Nebraska, turut hadir dalam audiensi khusus bersama Paus Fransiskus.
Dalam kesempatan sesudah itu, Fortenberry berbicara dengan Vatikan News mengenai pesan Paus, tentang keterlibatan AS dalam merekonstruksi komunitas Kristen di Irak, dan pentingnya kebebasan beragama di dunia.
Pertemuan dengan Paus Fransiskus
Fortenberry mengatakan, audiensi dengan Paus Fransiskus berlangsung lebih intim daripada biasanya karena mereka bertemu di sebuah ruangan kecil dan Paus duduk di dekat mereka.
“Dia lucu dan (seorang) manusia”, katanya, dan bahkan Paus Fransiskus turut bersenda gurau sedikit dengan mereka, meminta maaf karena bertemu di “waktu sarapan”. Fortenberry merasa bahwa Paus Fransiskus ingin menyampaikan kepada mereka, “suatu ide berupa gerakan relativistik, dimana dunia sedang menghadapi tsunami sekularisme, dan kubu yang berlawanan telah menjadi suatu radikalisme agama; keduanya dipelintir dan tidak konsisten dengan kebaikan umat manusia.”
Fortenberry begitu terkesan selama berada di Vatikan dan berjumpa dengan Paus Fransiskus; termasuk berada bersama para anggota legislatif dari seluruh dunia yang kebanyakan berasal dari Afrika.
Dia mengatakan bahwa mereka berada di Roma untuk membahas beberapa isu yang perlu mengikat semua umat manusia, yaitu martabat manusia, hati nurani, dan kebebasan beragama, termasuk serangan relativisme sekuler, dan serangan ideologi agama yang juga dipelintir, memanifestasikan dirinya dalam suatu istilah yang paling mengerikan di ISIS.
Irak: Permadani Agama Purba
Tidak lama setelah melakukan perjalanan ke Irak bagian utara, atas permintaan Wakil Presiden AS Mike Pence, Fortenberry menyaksikan langsung bagaimana bantuan AS di daerah itu membantu merekonstruksi apa yang dia sebut “daerah kuno permadani agama” dan “mosaik pluralisme agama” yang pernah ada di sana, di mana orang-orang dari berbagai agama hidup bersama.
Dia juga bertemu dengan beberapa orang Kristen yang telah kembali ke Irak, termasuk seorang imam yang pernah belajar di Roma, dan 20 orang muda. Namun masih ada sekitar 400.000 orang Yazidi yang tinggal di kampung pengungsi internal, dan 3.500 perempuan Yazidi yang masih ditawan dalam perbudakan ISIS.
Secercah Harapan
Secercah harapan yang dilihat oleh Fortenberry adalah bahwa orang-orang mulai kembali ke rumah mereka. Komunitas Kristen mulai dibangun kembali, beberapa dengan bantuan Knights of Columbus (organisasi layanan persaudaraan Katolik terbesar di dunia-red.) dan bantuan dari AS.
Untuk mencegah genosida ISIS terjadi lagi, dia mengatakan bahwa tipe baru dari jejak keamanan sungguh diperlukan, yang akan mengintegrasikan penghuni lokal, yaitu penduduk asli – Kristen dan Yazidi – ke dalam struktur yang terlindungi. Jika hal ini bisa terjadi, anggota Kongres memperkirakan bahwa “permadani kuno pluralisme agama” akan kembali pulih.
Menyatukan Gagasan Demi Martabat Manusia
Kebebasan beragama, kata Fortenberry, diterima begitu saja di Barat. Bagaikan berada di bawah serangan besar seperti itu, khususnya di sana, oleh orang-orang yang akan membunuh atas nama teologi gelap, dan orang-orang yang juga akan mati atas nama Juruselamat mereka.
Dia juga melihat “kelaparan yang mendalam” di berbagai belahan negara di seluruh dunia, demi mengakui kebebasan beragama:
Jika kita percaya bahwa semua manusia bersatu karena kita diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, dan bahwa kita semua memiliki keinginan yang sama -kesejahteraan kita sendiri, perlindungan anak-anak kita, kemampuan untuk maju sedikit demi sedikit, untuk memiliki ruang yang aman untuk berlatih memilih yang baik, hati nurani kita yang manifestasi utamanya adalah kebebasan beragama- ini tidak hanya menarik bagi dunia Katolik tetapi juga menarik bagi semua umat manusia.
Di dunia yang haus akan sebuah makna, Fortenberry berpendapat, “inilah jawabannya,”, bahwa gagasan untuk bersatu adalah martabat manusia. Dan kemampuannya untuk mengekspresikan diri dalam kesadaran nurani, dan kebebasan beragama, berorientasi pada apa yang mulia, lebih tinggi dan baik.”
Peran Legislator Katolik
Anggota Kongres Fortenberry memahami perannya sebagai seorang anggota legislatif Katolik yaitu untuk menjadi “cahaya dan garam”, yaitu “untuk mengundang orang-orang kepada persoalan tentang apa yang baik, mulia, dan lebih tinggi di tengah-tengah kesulitan yang nyata,” ujar Fortenberry.
Penulis: Sr Bernadette Mary Reis, fsp
Pengunggah: Antonius Bilandoro