Paroki St Albertus Agung Jetis, Yogyakarta: Menyelamatkan Sekolah

541
Penampilan drumband siswa SDK Gowongan saat open house sekolah. [HIDUP/H. Bambang S]

HIDUPKATOLIK.com Sekolah Dasar Kanisius Gowongan terancam tutup.

HARI itu, halaman Sekolah Dasar Kanisius (SDK) Gowongan tampak meriah. Bermacam kegiatan digelar, seperti lomba mewarnai, lomba melempar dan menendang bola, serta lomba lari. Sejak pagi, pengunjung disuguhi seni karawitan, dan siang para siswa SDK menampilkan atraksi drumband, Jumat, 23/3.

Menurut Kepala SDK Gowongan, Bernadeta Septiana Indri, sekolah yang dipimpinnya itu tiap tahun jelang ajaran baru rutin mengadakan open house. Tujuannya untuk memperkenalkan potensi sekolahnya. “Kali ini kami undang TK se-Kota Yogya, supaya mereka tertarik masuk sekolah di sini,” tutur Indri penuh harap.

Sekolah ini terletak di Jalan Diponegoro, tepatnya di wilayah Kampung Penumping Kelurahan Gowongan Kecamatan Jetis. Dulu, SDK Gowongan merupakan salah satu sekolah misionaris di Kota Yogyakarta. Berdiri pada 8 Januari 1918 SDK Gowongan berperan mendorong anak-anak setempat agar bisa sekolah, juga menanamkan jiwa nasionalisme kepada mereka.

Selain itu, didirikannya sekolah ini bertujuan untuk memanusiakan orang muda, sekaligus membentuk manusia yang berbudi pekerti luhur. Pada rentang tahun 1970-1980-an, SDK Gowongan masih eksis, siswanya banyak.

Seiring maraknya SD Inpres yang dibangun pemerintah dengan fasilitas memadai di tiap kecamatan, SDK Gowongan lama-kelamaan kian tersisih lantaran kekurangan siswa. Maka, pada 2015, sekolah ini dilepas oleh Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta.

Namun, masyarakat setempat keberatan jika sekolah ini tutup. Mengingat sekolah tersebut sering dimanfaatkan untuk kegiatan warga setempat, seperti Posyandu dan kegiatan keagamaan. Paroki St Albertus Agung Jetis, Keuskupan Agung Semarang pun bergerak.

Lewat Tim Peduli Pendidikan Paroki merekrut delapan orang yang ditempatkan menjadi guru dan karyawan tetap. “Kami, berdelapan pada 8 Juli 2015, direkrut masuk sini. Kalau rencana penutupan sejak 2009,” ungkap Indri.

Pertama kali Indri menangani sekolah ini masih tersisa sejumlah 51 siswa. Tahun berikutnya meningkat menjadi 69 siswa, dan tahun 2017/2018 ini tercatat ada 71 siswa. Diakui, satu kelas masih ada jumlah siswa yang sangat minim, empat siswa saja.

“Kalau siswa kelas III ada enam anak,” sebut Indri. Sejak diambil alih oleh Paroki Jetis, pembiayaan gaji guru dan karyawan SDK Gowongan ditanggung paroki dan bantuan dari keuskupan. Sedangkan perbaikan dan pembangunan sekolah dibantu dana corporate social responsibility (CSR) perusahaan.

Salah seorang guru SDK Gowongan, Prima Yunita menuturkan, peserta didik di sekolah ini ada dari keluarga kaya, berkecukupan, dan keluarga pra sejahtera. Menurutnya, sekolah ini justru menyasar masyarakat kelas menengah bawah. “Kalau di luaran banyak sekolah bonafid, kita kebalikannya,” terangnya.

Kegiatan ekstrakurikuler di sekolah ini antara lain drumband, pramuka, pencak silat, futsal, dan karawitan. “Kalau yang menonjol di sini futsal. Dua tahun berturut-turut SDK Gowongan menjuarai kejuaraan futsal tingkat SD se-Kota Yogyakarta. Namun secara akademis belum menonjol,” aku Yunita.

Pastor Paroki Jetis Pastor Rafael Tri Wijayanto menilai pentingnya pendidikan Katolik baik formal maupun informal. Kebutuhan paling penting untuk diwujudkan bukan soal kalkulasi untung rugi, tapi anak-anak perlu dididik moralnya dengan baik. “Jadi, kalau secara rohani, pendidikan yang sukses itu ketika orang mampu keluar dari dirinya sendiri. Untuk kemudian mampu mengembangkan potensi dirinya,” ujar Pastor Tri.

 

H. Bambang S

HIDUP NO.14, 8 April 2018

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini