Ini Pesan Menag Lukman Hakim Menyambut Pesparani

384
Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan kata sambutan dalam acara Seminar Nasional bertema “Menjaga Harmoni, Merawat NKRI Melalui Seni Budaya”, dari Jakarta Menuju Ambon, yang diadakan oleh Lembaga Pembinaan dan Pengembangan PESPARANI Katolik Nasional (LP3KN). [HIDUP/ Antonius Bilandoro]

HIDUPKATOLIK.com Menyambut Pesta Paduan Suara Katolik Nasional (Pesparani) di Ambon Maluku, Oktober 2018 mendatang, Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin menekankan pentingnya seni dalam konteks penerapan implementasi nilai-nilai agama, sebagai salah satu kekhasan budaya kita.

Hal tersebut disampaikan pada acara Seminar Nasional bertema “Menjaga Harmoni, Merawat NKRI Melalui Seni Budaya”, dari Jakarta Menuju Ambon, yang diadakan oleh Lembaga Pembinaan dan Pengembangan PESPARANI Katolik Nasional (LP3KN) pada Rabu, 8/8 di Gedung Stovia, Jakarta.

Menag Lukman mengungkapkan rasa syukur, dalam kata sambutannya, tentang adanya keinginan yang sudah cukup lama, yang menghendaki bahwa ditengah-tengah umat Katolik pun juga semestinya ada kegiatan perlombaan paduan suara yang kita kenal sebagai Pesparani, yang mirip dengan Fesparawi (Festival Paduan Suara Gerejawi) bagi umat Kristen Protestan.

“Alhamdulilah kita sangat bersyukur bahwa kita pada tahun ini, bisa mengadakan kegiatan di tingkat  nasional untuk pertama kalinya,  sesungguhnya kita sedang membuat sejarah, dan itu akan diadakan di Maluku, Ambon,” kata Lukman.

Hal tersebut menjadi penting, menyadari bahwa Indonesia sebagai sebuah bangsa yang memiliki kekhasannya sendiri.  Di wilayah yang luar biasa besar, ditengah-tengah kemajemukan budaya dan apapun agama yang dipeluk, kita dikenal oleh dunia sebagai bangsa yang agamis/ religius.

Dalam menjalani akitivitas keseharian dalam bermasyarakat dan bernegara, kita tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai agama. Maka inilah cara kita, bangsa Indonesia, sebagaimana yang telah diwariskan oleh para pendahulu kita, yang begitu arifnya menjadikan budaya, didalamnya seni, sebagai bagian dari budi dan karsa kita sebagai manusia.

“Bagaimana budaya dan seni kemudian dimanfaatkan untuk menjadi sarana/ instrumen, wadah, alat bagaimana nilai-nilai agama itu tidak hanya sekadar disosialisasikan di tengah masyarakat, tetapi juga diaktulisasikan, diejawantahkan dalam kehidupan keseharian kita.”

Hal tersebut dijelaskan oleh Lukman, berkaitan dengan tema seminar,”Menjaga Harmoni, Merawat NKRI melalui Seni Budaya”, sebagai pemanasan pra pelaksanaan Pesparani.

Menyinggung tentang kegiatan yang berhubungan dengan paduan suara, di kalangan umat Muslim dikenal dengan Tilawatil Quran. Di kalangan umat Kristen dikenal dengan Fesparawi, begitu pula yang telah berjalan di kalangan umat Hindu dan Budha.

Dikatakan oleh Lukman bahwa Kementerian Agama sudah sejak lama, agar di kalangan umat Katolik, mestinya juga ada bagaimana paduan suara dilantunkan dalam bentuk ibadah, untuk dilombakan secara reguler/ periodik.

“Bukan semata kita ingin memperlombakan paduan suara antar gereja yang ada, tetapi tidak kalah penting bahwa paduan suara sebagai medium bagamana kita umat beragama memiliki sarana untuk memperkenalkan, mensosialisasikan nilai-nilai agama dari kitab suci kita,” jelas Lukman.

Yang diperlombakan bukan hanya suara yang baik, bagaimana melantunkan ayat -ayat Kitab Suci (KS). Tetapi yang diperlombakan juga adalah isi dari KS itu.

Tentang kesalah-pahaman yang sempat terjadi dengan umat Katolik, Lukman menyampaikan tentang perlunya memperbanyak sarana sebagai bagian dari proses transformasi.

“Pesparani menjadi salah satu cara kami mewakili negara, pemerintah, umat Katolik semestinya memiliki wadah. Selaku Menag, dalam kesempatan yang baik ini sangat berterimakasih kepada panitia lembaga Pesparani Nasional, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang telah berkontribusi dalam mempersiapkan segala sesuatunya,” tutur Lukman.

Terus Berikhtiar dan Berupaya
Terkait dukungan dana yang diperlukan, Menag mengatakan terus berikhtiar dan berupaya, “ternyata panitia ini serius juga, sampai kekurangan dana. Kami melalui Dirjen Bimas Katolik telah mengalokasikan lima milyar untuk kebutuhan anggaran daerah, lima milyar lainnya untuk Pusat. Tetapi ternyata kekurangannya masih 20 milyar. Betapa seriusnya pak Adrianus (Adrianus Meliala, Ketua Umum Pesparani-red.) terhadap Pesparani ini,” kata Lukman.

Menag menyampaikan adanya berbagai usaha persiapan yang telah dilakukan secara intensif, agar kekurangan yang ada pada saatnya bisa dipenuhi. “Mohon doanya, kami yang menyediakan dengan Dirjen bersama seluruh jajaran, saudara-saudari sekalian turut membantu doa.”

Menag juga turut menekankan betapa pentingnya budaya, seni dalam hal ini begitu penting dalam konteks penerapan implementasi nilai-nilai agama. Dan inilah salah satu kekhasan budaya kita.

“Hampir semua di wilayah, kita mengenal local wisdom, kearifan lokal di wilayah manapun di Nusantara. Kalau kita telusuri, hampir semua yang dapat kita temui pada hakikatnya bersumber pada nilai-nilai agama,” kata Lukman.

Lukman menjelaskan, setidaknya tidak ada bentuk kearifan lokal yang secara prinsipil atau esensial bertentangan dengan agama-berkaitan dengan nilai-nilai universal. “Sisi dalam, bukan luarnya (misalnya bentuk peribadatan).”

Nilai universal yang dimaksud yakni seperti setia menegakkan keadilan, menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan, persamaan didepan hukum, “seperti jangan mencuri, jangan menipu, semua agama berbicara yang sama.”

Lebih lanjut, Lukman menjelaskan bahwa kearifan lokal yang kita miliki, ratusan tahun lalu, tidak bertentangan dengan esensi agama. “Maka disinilah tugas kita sebagai generasi pewaris, adalah bagaimana nilai-nilai agama tetap mampu kita pahami dan kita amalkan dengan menerapkan budaya dengan baik.”

Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin (keenam dari kiri, kostum batik), berfoto bersama para narasumber Seminar Nasional “Menjaga Harmoni, Merawat NKRI Melalui Seni Budaya”, dari Jakarta Menuju Ambon, yang diadakan oleh Lembaga Pembinaan dan Pengembangan PESPARANI Katolik Nasional (LP3KN), Rab 8/8 di Gedung Stovia, Jakarta. Dari kiri-kanan: AM Putut Prabantoro (Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan LP3KN), moderator Prita Laura, Theofransus Litaay (keempat dari kiri, perwakilan dari Kepala Staf Kepresidenan), Budayawan, Pastor Aloysius Budi Purnomo, PR, Kepala BNN RI Komjen Pol. Heru Winarko, Adrianus Meliala (kedua dari kanan), dan Brian Prasetyoadi (penyanyi band Jikustik). [HIDUP/Antonius Bilandoro]
Umat Katolik mengenal inkulturasi, disitulah ada simbiosis nilai agama dan budaya. Paduan Suara mohon jangan dipersepsi hanya lomba, tetapi ajang bertemunya umat Katolik dari berbagai wilayah di tanah air, dari berbagai utusan untuk saling berbagi pengetahuan dan pengalaman yang positif.”

Kemudian bagaimana isi Kitab Suci juga diperlombakan dengan metode yang beragam, disesuaikan dengan kondisi, baik dengan nyanyian, seni pertunjukan, seni rupa/ lukis. Sehingga dengan demikian kita sebagai bangsa yang religius, mampu menjaga, merawat dan mengembangkan (budaya).

“Mudah-mudahan sebagai bangsa yang majemuk, terjaga kerukunannya, karena hanya di dunia yang rukun saja, nilai-nilai agama bisa kita aktualisasikan. Kalau dalam kondisi konflik, kita dipaksa untuk bertentangan dengan ajaran agama,” tandas Lukman.

Mudah-mudahan kita tetap mampu menjaga harmoni, merawat NKRI. “Selamat sore, Tuhan memberkati,” tutur Lukman memungkasi sambutannya.

Narasumber  lain yang turut hadir yakni Perwakilan dari Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Theofransus Litaay (Jenderal TNI Pur. Moeldoko berhalangan hadir), Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) RI Komjen Pol. Heru Winarko, Budayawan Pastor Aloysius Budi Purnomo, PR, penyanyi dan panitia Pesparani Lisa A. Riyanto, dan penyanyi band Jikustik Brian Prasetyoadi, dengan moderator senior Prita Laura.

Turut hadir, Ketua Umum LP3KN Adrianus Meliala dan Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan LP3KN, AM Putut Prabantoro.

 

Antonius Bilandoro

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini