HIDUPKATOLIK.com – Judul Buku : Menggugat Tuhan
Penulis : F. Rahardi
Penerbit : OBOR, 2018
Tebal : 230 halaman
SEBELUM mengenal agama yang ada di Indonesia kini, masyarakat Indonesia zaman pra-aksara sudah memiliki sistem kepercayaan. Kepercayaan asli tersebut tidak terbatas pada diri sendiri saja, tetapi pada benda-benda dan tumbuh-tumbuhan yang berada di sekitar.
Berdasarkan keyakinan tersebut, manusia menyadari bahwa makhluk halus atau roh itu memiliki wujud nyata dan sifat yang mendua, yaitu yang membawa kebaikan dan yang mendatangkan keburukan. Adanya keyakinan-keyakinan itulah kemudian mendorong perkembangan beberapa kepercayaan di Indonesia, antara lain animisme dan dinamisme.
Sistem kepercayaan itu lambat laun tergeser dan melahirkan sebuah sebutan lain yang kita kenal dengan agama. Terdapat enam agama yang diakui Pemerintah Republik Indonesia; Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu. Masing-masing agama tersebut memiliki cara berbeda untuk berdoa dan beribadah kepada Tuhan menurut ajaran masing-masing.
Sebagai penganut agama Katolik, F. Rahardi mencoba membuat catatan kehidupannya semasa kecil terkait dengan pencarian pribadi seorang Katolik. Pencarian tentang konsep ketuhanan yang ia kenal, ia temui, ia rasakan, kemudian ia refleksikan ke dalam sebuah buku berjudul Menggugat Tuhan.
Dengan judul seperti itu yang pertama terbesit di pikiran yaitu “kontroversi”. Memang dari judul buku ini kita akan membuat satu tanda tanya besar, “kok sepertinya kritis sekali ingin menggugat Tuhan”. Namun itulah yang membuat buku ini menjadi menarik untuk dibaca lebih lanjut.
Dalam buku ini penulis membuat suatu catatan tentang kehidupan menggereja yang ia temui mulai dari masa kanak-kanaknya. Seperti dalam kata pengantarnya, penulis mengatakan buku ini sebenarnya cermin kekecewaan dirinya terhadap kehidupan menggereja di Kota Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, sebelum Konsili Vatikan II.
Buku ini memaparkan kisah-kisah yang dialami penulis, yang mungkin saja sebagian besar dari kita pun juga mengalami hal yang sama. Sebut saja seperti ketika merasa takut untuk mengaku dosa karena alasan-alasan tertentu.
Buku ini terdiri dari 24 bagian, mulai dari “Perkenalan Saya dengan Animisme Purba”, hingga di bagian akhir “Terbunuhnya Tuhan”. Di beberapa bagian tulisan ini terdapat pernyataan-pernyataan kritis yang mungkin dapat mengusik hati atau bahkan memerahkan telinga orang beragama seperti yang diungkapkan Pastor J. Sudarminta SJ dalam kata pengantarnya.
“Salah satu pernyataan seperti itu adalah penyataan penulis yang menganggap Tuhan hanyalah ‘sebuah konsep yang terpaksa dipertahankan mati-matian, terpaksa dimasyarakatkan terus-menerus demi eksistensi sebuah sistem dan institusi. Manusia lalu menjadi tidak bebas untuk menciptakan konsep yang pas untuk dirinya sendiri’ (hal. IX).
Dengan terbitnya buku ini, penulis berharap bisa membantu mereka yang tak puas dengan arus besar pendangkalan berpikir. “Saya yakin mereka tetap ada, meskipun dengan populasi yang kecil. Namun dalam komunitas pembaca terbatas; saya berharap buku ini mampu menjadi jendela kecil, yang bisa memasukkan angin segar kebebasan berpikir, serta sikap kritis terhadap kemapanan,” (hal. XVI).
Marchella A. Vieba