Sinis

180

HIDUPKATOLIK.com Yer. 26:1-9; Mzm. 69:5,8-10,14; Mat.13:54-58

WARTAWAN harus bisa bersikap skeptis agar mampu mendapatkan kebenaran yang lebih akurat. Itulah ‘dogma’ dalam pendidikan para wartawan. Jangan salah, sikap skeptis tidak sama dengan sikap sinis. Skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu.

Melalui pertanyaan-pertanyaan itu, akan ada usaha tanpa henti untuk selalu mencari kebenaran. Sebaliknya inti sikap sinis adalah ketidakpercayaan. Dalam sinisme ada sikap penolakan. Di kota asalnya, Nazaret, Yesus menerima sinisme; terhadap dua obyek, yaitu asal- usul keluarga, dan asal-usul hikmat dan kuasa yang diperoleh-Nya untuk mengadakan mukjijzat (lih. Mat.13:54-56).

Apa maknanya? Melalui perumpamaan-perumpamaan, Yesus memang memanggil manusia. Namun, di akhir pengajaran-Nya, tidak semua mampu menerima-Nya. Banyak yang tidak percaya, sehingga ajaran-Nya menjadi sebuah ‘batu sandungan’ (ay. 57).

Sebaliknya, bagi mereka yang percaya ada berkat (ay.51-52). Perikop ini banyak memberi inspirasi bagi para pewarta iman agar tidak hanya mengisahkan ‘Yesus historis’, tetapi juga mewartakan ‘Yesus iman’. Doa kepada Roh Kudus pun menjadi sangat utama. Hanya dari Dia-lah, Pentekosta baru sebagai kelahiran Gereja, tercipta.

 

Henricus Witdarmono
M.A. Rel. Stud. Katholieke Universiteit te Leuven, Belgia

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini