HIDUPKATOLIK.com – Yer. 18:1-6; Mzm. 146:2abc,2d-4,5-6; Mat.13:47-53
SAAT Yesus memanggil murid-murid-Nya yang pertama, Ia mengatakan, “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia” (Mat. 4:19). Kini, tugas itu dijelaskan melalui perumpamaan tentang pukat (lih. Mat. 13:47-53). Seperti para malaikat pada akhir zaman “yang memisahkan orang jahat dari orang benar” (ay. 49), demikian pula tugas para murid Yesus.
Untuk itu, mereka harus mampu menjadi pengadil, yaitu melihat, menilai dan memutuskan mana yang benar dan mana yang salah. Namun, kriteria pengadilan itu bukan pikiran atau kehendak diri sendiri, tetapi kriteria dari Allah, seperti yang diajarkan Yesus dalam Khotbah di Bukit pada Mat. 5-7.
Tidak mudah mengikuti kriteria Ilahi tersebut, karena itu ibarat “tuan rumah yang (harus) mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaannya” (ay. 52). Dibutuhkan kesatuan hati dan nurani dengan Yang Ilahi, karena tanpa kesatuan itu, mereka akan menjadi seperti warga Nazaret, yang menolak Yesus karena mengandalkan ‘harta yang lama’, yaitu pengetahuan dan pengenalan historis belaka.
Tidak cukup hanya mengenal ‘Yesus sejarah’, tetapi harus lebih dari itu, yaitu mengenal ‘Yesus iman”. Hal inilah yang diungkapkan oleh St. Teresa dari Avila (1515-1582), yaitu bahwa di dalam setiap karya misi atau kerasulan selalu harus disertai dengan kesatuan total dengan Allah atau mistik .
Menjadi ‘penjala manusia’ membutuhkan jiwa dan kehidupan yang dipenuhi dengan kehadiran Sang Ilahi: “bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku” (Gal. 2:20).
Henricus Witdarmono
M.A. Rel. Stud. Katholieke Universiteit te Leuven, Belgia