Beato Solanos Casey OFMCap : Penjaga Pintu Surgawi

409
Beato Solanos Casey OFMCap.
[themichigancatholic.org]

HIDUPKATOLIK.com – Ia ditahbiskan sebagai imam “simplek”, imam yang lemah dalam bidang akademik. Tetapi ia menjadi juri kunci pertobatan bagi setiap orang yang datang mengaku dosa padanya.

Lampu Kapel St Maria Ratu Para Malaikat Harlem padam. Malam itu, hujan deras. Deru angin membuat semua penghuni biara terlelap. Semua sibuk menarik selimut menutupi tubuh dari hawa dingin di Manhattan, New York, Amerika Serikat.

Tetapi, cuaca buruk itu tak menyulutkan semangat Pastor Solanos, biarawan Ordo Saudara Dina Kapusin (Ordo Fratrum Minorum Cappoccinorum/OFMCap). Ia masih berjaga dan setia berdoa di depan Tabernakel. Saudara Solanos, begitu ia biasa dipanggil, adalah biarawan yang mencintai Ekaristi. Ia tak pernah lalai melewati malamnya dengan berdoa kepada Tuhan.

Pastor Benedict Groeschel, saudara sekomunitas bersaksi. Sekitar pukul 03.00 pagi, ia terbangun karena harus melakukan perjalan jauh. Ketika hendak melangkah melewati kapel biara, ia melihat Saudara Solanos tekun berdoa di tangga altar. Pastor Groeschel mengamati saudaranya itu tidak berkutik meski angin Lembah Harlem menggigit dingin hingga kulit. Saudara Solanos asik bercakap dengan Tuhan.

Juru Kunci
“Black Mecca” begitu warga Amerika menyebut Harlem. Sebutan ini menjadi terkenal karena daerah ini sebagian besar dihuni warga pendatang Afrika. Sejak tahun 1920, Harlem hanya sebuah pusat pemukiman bagi pendatang. Tempat ini menjadi tempat penampungan bagi populasi pendatang seperti imigran Afrika. Mereka melarikan diri dari budaya kekerasan demi kehidupan layak. Di sana mereka bertemu dengan orang-orang Yahudi dan sebagian Italia.

Di biara St Maria Ratu Para Malaikat Harlem, Saudara Solanos mendapat tugas sebagai penjaga pintu biara. Tugas ini diberikan karena ia dianggap sebagai imam “simplek”, ‘tak berkualitas’, baik dalam berkotbah maupun saat mendengar pengakuan. Sementara itu, kehidupan di luar tembok biara berkembang kejahatan korporasi. Para pendatang ditindas dan isu ras digunakan demi kekuasaan. Tidak ada yang mau mendengar keluhan para pendatang selain para biarawan di Harlem. Bertandang ke biara menjadi jalan terbaik untuk mendapat pengakuan.

Sebagai penjaga pintu biara, Saudara Solanos sangat paham situasi warga Harlem. Kebiasaan untuk menerima tamu, mendengar keluhan mereka, dan mendoakan mereka membuat ia dianggap sebagai imam yang penuh belas kasih. Terkadang, ia menjadi imam yang kaku ketika para pengunjung menangis di depannya. Tetapi, ia sangat memahami perasaan mereka. Solanos adalah biarawan berperasaan halus.

Saudara Solanos kadang tidak percaya diri ketika umat meminta pengakuan darinya. Namun saat memberi pengakuan, banyak umat merasakan kedamaian batin. Ia mampu memberi penitensi yang tepat, sekaligus pesan-pesan peneguhan. Banyak orang bertobat dan menjadi kuat dalam menjalani kehidupan. Bakat pengakuannya ini teruji karena begitu banyak orang yang datang untuk mengaku dosa. Ia menjadi juru kunci bagi banyak orang menuju pintu surgawi.

Kolegianya di komunitas pun mengidolakan imam yang gemar bermain biola ini. Apalagi mereka menyaksikan bagaimana perjuangan Saudara Solanos mendirikan dapur sup bagi orang-orang miskin. Setiap hari imam kelahiran Oak Grove, Pierce County, Wisconsin, 25 November 1870 ini membuka pintu dapurnya bagi masyarakat kecil dan yang kelaparan. Tempat yang berada tak jauh dari biaranya ini mampu menghangatkan perut orang miskin yang kelaparan. Ia tidak saja menjadi biarawan yang berbicara tentang Tuhan tetapi menyediakan kebutuhan umatnya.

Anak Migran
Solanos menjalani masa kecil dalam penderitaan akibat digeteri (kelumpuhan pita suara). Penyakit ini membuat Barney, demikian panggilan masa kecil Solanos, susah berkomunikasi dengan baik. Karena itu, ia kerap kali dianggap gagal sebagai manusia oleh rekan sebaya karena tak bisa berbicara.

Saat keluarganya pindah ke Hudson, Amerika tahun 1878, Solanos masuk Sekolah St Maria. Tetapi belum selesai studinya, keluarganya pindah lagi ke Burkhardt di Saint Croix County. Lahir dari keluarga miskin, Solanos pernah bekerja sebagai penebang pohon, satpam rumah sakit, penjaga penjara di Minnesota, hingga menjadi sopir angkutan umum. Semua dijalaninya dengan syukur.

Satu kelemahan Saudara Solanos, ia lamban dalam pendidikan. Saat menempuh pendidikan di Seminari Menengah St Fransiskus Keuskupan Agung Milwaukee, Wisconsin, tahun 1891, ia bukan siswa pandai. Peringkatnya selalu “juri kunci”. Ia pun lemah dalam bahasa Jerman dan Latin. Mungkin karena itu, ia lebih sering menyendiri dan mencurahkan
isi hatinya untuk Tuhan.

Setelah lulus dari seminari kecil, Saudara Solanos ingin menjadi imam diosesan Keuskupan Milwaukee. Sayang, lamarannya ditolak karena prestasi akademiknya kurang. Ia lalu diminta melamar ke ordo atau tarekat yang lebih menonjolkan kepribadian.

Sambil berdoa kepada Bunda Maria Yang Terberkati, Saudara Solanos mendengar pesan untuk “pergi ke Detroit”. Ia yakin, Bunda Maria memintanya untuk bergabung dengan Ordo Kapusin. Ia diterima sebagai Saudara Kapusin pada 14 Januari 1897. Ia lantas mengambil nama dari Bernard Francis Casey menjadi Solanos Casey, mengikuti teladan sang pengkotbah ulung dari St Francisco Sánchez-Solano Jiménez (1549-1610).

Saudara Solanos menerima tahbisan pada 24 Juli 1904 dari Uskup Agung Milwaukee, Mgr Sebastian Gebhard Messmer (1847-1930) di Gereja Santo Fransiskus Asisi Milwaukee. Misa pertamanya dirayakan bersama keluarga tanggal 31 Juli 1904 di Appleton, Wisconsin. “Saya memutuskan menjadi imam karena sebuah tragedi. Saat menjadi sopir bus, saya melihat seorang pelaut dalam keadaan mabuk menikam seorang wanita hingga tewas. Saat itu, saya ingin menjadi imam agar mempertobatkan orang-orang seperti pelaut itu,” ungkapnya dalam kotbah saat itu.

Anak pasangan suami istri imigran asal Irlandia, Bernard James Casey dan Ellen Elizabeth Murphy ini mendapat tugas pertama di Biara Hati Kudus Friary, Yonkers. Ia lalu dipindahkan ke Paroki St Yohanes New York. Setelah itu, ia pindah ke Biara St Maria Ratu Para Malaikat Harlem. Di hari sepuhnya, Saudara Solanos tinggal di Biara St Bonaventura Detroit hingga meninggal pada 31 Juli 1957. Eksem sejenis penyakit kulit merenggut nyawanya saat itu.

Proses beatifikasi sulung dari 16 bersaudara ini dimulai di Detroit, Michigan, Amerika tahun 1976. Pada 7 November 1986, proses ini divaliditasi oleh Komisi Penggelaran Kudus Vatikan. Pada 11 Juli 1995, Paus Yohanes Paulus II (1920-2005) dalam audiensi dengan Prefek Komisi Penggelaran Kudus saat itu, Kardinal Alberto Bovone (1922-1998) dan menegaskan bahwa Pastor Solanos adalah imam yang kudus.

Sang postulator, Pastor Carlo Calloni OFMCap melanjutkan proses beatifikasi dengan memasukan mukjizat penyembuhoan yang dialami oleh seorang bayi bernama Paula Medina Zarate yang sembuh dari Penyakit Harlequin Ichthyosis (kelainan kulit genetik). Berkat doa kepada Saudara Solanos oleh kedua orangtuanya, Paula menjadi sehat kembali. Mukjizat kulit ini membuka proses beatifikasi Pastor Solanos.

Selain itu kesembuhan yang dialami suami dari Lily Flask dari Livonia saat suaminya menderita penyakit jantung tahun 2003. Berkat doa Lily pada Pastor Solanos, suaminya sembuh dari penyakit jantung. Misa beatifikasi berlangsung pada 18 November 2017 di Ford Field Detroit oleh Prefek Komisi Penggelaran Kudus Vatikan, Kardinal Angelo Amato SDB.

Yusti H. Wuarmanuk

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini