St Charbel Makhlouf : Orang Kudus dari Ritus Maronit

2045
Makam St Charbel Makhlouf.
[sancharbel.com]

HIDUPKATOLIK.com – Pertapa asli Libanon ini menghidupi tradisi kesalehan Ritus Maronit. Jasadnya tak rusak. Ribuan orang mendapat mukjizat setelah berdoa melalui perantaraannya.

Ketika Charbel Makhlouf digelari Santo, 9 Oktober 1977, Uskup Maronit Brooklyn, Amerika Serikat, Mgr Francis Mansour Zayek mempublikasikan pamflet “Bintang Baru dari Timur”. Ia menulis: “St Charbel, St Antonius Gurun kedua, Minyak Wangi dari Libanon, … Charbel bagaikan Pohon Cedar dari Libanon yang berdiri tegak dalam doa abadi di puncak gunung.” Mgr Mansour menekankan, kanonisasi Charbel menunjukkan Gereja Antiokhia Aramik Maronit sebagai ranting Gereja Katolik yang secara erat terhubung pada batang, yakni Yesus Kristus.

Charbel, imam Maronit, biarawan Ordo Libanensis Maronitarum (OLM). Maronit ialah Gereja Ritus Timur tradisi Antiokhia yang bersatu penuh dengan Roma. Kini, sebagian besar anggotanya tinggal di Libanon. Nama “Maronit” berasal dari St Maron, seorang pertapa di Siria. Namun, persatuan dengan Roma tak berjalan mulus akibat Perang Salib pada abad XIII. Persatuan itu dikukuhkan kembali dalam Konsili Firenze (1445), dan sinode-sinode selanjutnya. Kuatnya persatuan ini ialah buah kerja keras Yoanes Eliano SJ. Berkat usahanya, Kolese Maronit dibuka di Roma pada 1584. Di kolese inilah para calon imam menjalani pendidikan.

Santo Sejak Kecil
Charbel lahir di Bekaa Kafra, Lebanon Utara, 8 Mei 1828. Orangtuanya, Antoun Zaarour Makhlouf dan Brigitta Chidiac, menamainya Youssef Antoun Makhluf. Pada hari kedelapan saat yang ditetapkan untuk penyunatan bayi laki-laki Yahudi sebagai tanda penjanjian dengan Yahwe– Youssef dibaptis dan menjadi anak Allah.

Usia Youssef baru tiga tahun, ketika ayahnya wafat. Dikisahkan, ia banyak belajar keutamaan hidup dari dua pamannya, rahib yang berpatron pada St Antonius Kozhaya. Kozhaya, kata dalam bahasa Siria, berarti kekayaan hidup. Santo ini dihormati Gereja Orthodoks maupun Roma.

Waktu kecil, Youssef belajar di sekolah bertradisi Arab dan Siria di kampungnya. Karena kesalehannya, rekan-rekannya menjulukinya “Santo”. Ia sering berlutut di depan Ikon Bunda Maria di sebuah gua. Ia ingin menjadi rahib. Pada suatu pagi tahun 1851, ia meninggalkan keluarganya menuju Biara Bunda Maria di Mayfouk –desa di ketinggian 1000 meter, 64 kilometer dari Beirut.

Di Mayfouk, Youssef tinggal selama setahun. Ia lalu pergi ke Biara St Maron di Annaya, 54 kilometer dari Beirut, untuk bergabung dengan OLM. Ia memilih nama kebiaraan Charbel (Sharbel), martir pertama Gereja Antiokhia abad II.

Selang setahun, 1 November 1853, Charbel mengikrarkan kaul perdananya. Usai belajar teologi, 23 Juli 1859, ia ditahbiskan imam oleh Uskup Agung Youssef El Marid, Vikaris Patriakhat Maronit.

Karena kesalehan hidupnya, banyak orang datang padanya untuk minta berkat dan didoakan. Charbel termasuk devosan sejati Sakramen Mahakudus. Sesekali pimpinan biara mengutusnya untuk mempersembahkan Misa di sekitar biara. Ia menjalankan perutusan itu dengan suka cita.

Air Terbakar
Di Biara St Maron Annaya, Charbel tinggal bersama komunitas. Tapi akhirnya, ia mengikuti cara hidup St Maron: bertapa seorang diri. Tak sembarang biarawan diizinkan berlaku tapa seperti ini.

Konon, pimpinan biara mengizinkannya, karena keajaiban yang dilakukannya. Suatu malam, Charbel menyiapkan laporan penting. Naas, dian mati. Karena kehabisan minyak, ia minta agar pelayan biara mengisinya dengan air. Dian pun menyala terang. Mendengar itu, pimpinan biara segera membuktikan kebenarannya. Dan sungguh, ia mendapati dian penuh dengan air.

Sejak 15 Februari 1875, Charbel tinggal sendirian di Pertapaan St Petrus dan Paulus, dekat Biara Annaya. Selama 23 tahun sisa hidupnya, ia hanya berbaju kain kasar, tidur di atas tumpukan jerami berbantal kayu, dan makan sisa makanan biara. Hidupnya ia persembahkan untuk Ekaristi. Berjam-jam ia menyiapkan Misa dan doa syukur setelahnya. Ia mengalami stroke saat mempersembahkan Misa. Selang delapan hari, saat Vigili Natal 1898, ia wafat pada usia 70 tahun.

Para rahib datang ke pertapaannya. Mereka berlutut semalaman di samping jenazahnya. Salju turun, udara sangat dingin. Mereka saling berbisik: “Kita sangat menderita pada malam ini. Bagaimana mungkin Bapa Charbel sanggup bertahan di sini selama 23 tahun?”

Charbel dikebumikan di makam Biara Annaya tiga hari kemudian. Pada malam usai pemakaman, pimpinan Biara Annaya menulis: “Karena apa yang akan ia lakukan setelah kematiannya, saya tak perlu mengatakan hidup kesehariannya.” Seperti halnya para biarawan lain yang mati, ia “terlupakan”. Tetapi, sekitar tiga bulan kemudian, Charbel tak bisa lagi dilupakan. Namanya kian masyur, karena sinar terang memancar dari makamnya. Semakin hari, semakin banyak orang melihat cahaya itu, tapi tak seorangpun menemukan penyebabnya.

Tubuhnya Utuh
Empat bulan setelah dimakamkan, 15 April 1899, makamnya dibongkar. Menakjubkan, tubuh Charbel utuh. Ia didandani ulang dengan pakaian baru. Tubuhnya dibaringkan di peti kayu, di pojok kapel biara. Tiap dua minggu sekali, pakaiannya diganti, karena cairan aneh yang keluar dari pori-pori kulitnya. Cairan itu seperti campuran keringat dan darah. Potongan kain yang dikenakan dan terkena cairan itu dijadikan relikui.

Peziarah berbondong-bondong ke tempat ini. Banyak orang mengaku beroleh mukjizat. Pada awal 1925, penggelaran kudus untuk Charbel diajukan ke Takhta Suci. Paus Pius XI pun merestuinya. Pada 24 Juli 1927, tubuhnya yang tetap utuh diteliti dua dokter ahli dari French Medical Institute di Beirut. Tubuhnya dipindahkan ke peti berlapis seng, dan ditempatkan di makam baru. Selang 23 tahun, lagi-lagi cairan keluar, bahkan dari ujung makam. Makam pun dibuka. Peti tetap kering, kecuali bagian yang retak.

Setelah mendapatkan izin dari otoritas Gereja, peti dibongkar pada 25 Februari 1950. Tubuh Charbel utuh, dan cairan tetap keluar dari pori-pori kulitnya.

Ribuan Mukjizat
Sejak 1950, Biara Annaya mulai mencatat mukjizat yang dilaporkan. Selama dua tahun, tercatat lebih dari 12.000 orang mengaku beroleh mukjizat kesembuhan. Di antara mereka, tidak semua Katolik. Setelah diseleksi, dipilih dua mukjizat untuk diajukan ke Takhta Suci yang dialami Sr Maria Abel Kawary dan Iskandar Oubeid. Mukjizat inilah yang disahkan Paus Paulus VI. Beatifikasinya digelar bertepatan dengan penutupan Konsili Vatikan II, 5 Desember 1965.

Selama 14 tahun, Sr Abel menderita penyakit usus (intestinal), dan tergolek di tempat tidur. Dokter sudah angkat tangan. Ia berdoa di makam Charbel tahun 1950. Ia merasa mendapat energi untuk berdiri. Sejak itu, ia tak sakit lagi. Sedangkan Iskandar mengalami gangguan penglihatan pada satu matanya. Dokter spesialis termasyur menyatakan kerusakan matanya tak bisa diperbaiki. Selang 13 tahun, ia berziarah ke makam Charbel. Dalam perjalanan pulang, ia bermimpi Charbel menampakkan diri dan menyembuhkan matanya. Keesokan harinya, ia dapat melihat secara normal. Akhirnya, satu mukjizat pasca beatifikasi diakui Vatikan. Mariam Awad, kelahiran Syria, tinggal di Hammana, Lebanon, menderita kanker. Ia menjalani tiga kali operasi antara 1963-1965: lambung, usus dan leher sebelah kanan.

Akhirnya ia menolak perawatan medis, termasuk radioterapi. Ia hanya mohon kesembuhan melalui doa Beato Charbel. Suatu sore sebelum tidur, ia berdoa: “Berikan aku kesembuhan. Engkaulah Santo Agung yang telah menyembuhkan orang buta dan lumpuh. Jika aku sembuh, aku akan bersyukur di makammu.” Keesokan harinya, Mariam sembuh. Benjolan kanker pun hilang di hari keempat. Tubuhnya tak lagi sakit. Ia pun memenuhi janjinya, bersyukur di makam Charbel.

Paus Paulus VI merestui mukjizat ini tahun 1975. Kanonisasi Charbel dirayakan pada 9 Oktober 1977, saat berlangsung Sinode Para Uskup di Vatikan. Pestanya dirayakan Gereja Universal tiap 24 Juli.

Mengenang St Charbel, mengingatkan Gereja akan kata-kata Bapa Suci Yohanes Paulus II, Gereja Timur punya peran unik dan istimewa sebagai tempat asali kelahiran Gereja. Dalam Euntes in Mundum (1988), ia mengajarkan: “Eropa punya dua paru-paru. Ia tak akan bisa bernafas dengan mudah sampai ia menggunakan keduanya.”

Benediktus W.

HIDUP NO.29, 20 Juli 2014

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini