Antonius Janu Haryono : Wartakan Sabda Lewat Sinema

502
Sang sutradara: Antonius Janu Haryono (depan, paling kiri) saat syuting film Selibat.
[NN/Dok.Pribadi]

HIDUPKATOLIK.com – Pria muda ini mencoba mengangkat film bertema kekatolikan. Ia bertekad membuat film yang mampu memberikan inspirasi bagi semua orang. Film juga menjadi media bagi dia untuk mewartakan Sabda Tuhan.

Berkarya sebagai sutradara sama sekali tak pernah melintas dalam benak Antonius Janu Haryono. Jalan itu berawal, ketika Janu belajar teknik informatika di Sekolah Teknik Mesin (STM) Pembangunan Yogyakarta. Janu mendapat kesempat an magang kerja di Perusahaan Kalasan Multimedia.

Di perusahaan itu, Janu ditugaskan mendokumentasikan setiap acara. Pria lajang kelahiran Bantul, DI Yogyakarta, 20 Januari 1988 ini, pun semakin tertarik mendalami videografi. “Akhirnya, saya lupakan jurusan teknik, lalu mantap melanjutkan sekolah videografi,” tutur Janu.

Mengalir saja
Janu hadir dalam keluarga Katolik yang taat. Rumahnya berjarak satu kilometer dari Gereja Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus (HKTY) Ganjuran, Bantul. Sejak kanak-kanak, ia aktif mengikuti beragam kegiatan di Gereja. Janu menghabiskan masa kecil yang menyenangkan di desa,jauh dari keramaian kota.

Usai menamatkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kanisius Ganjuran, Janu belum memikirkan masa depannya. “Ya, saat itu masih suka main, belum tau ingin menjadi apa. Saya juga tidak tahu tentang sutradara. Maklumlah, saya ini anak desa,” ujar sulung dari dua bersaudara ini.

Tanpa pikir panjang, Janu melanjutkan pendidikan di STM Pembangunan. Saat itu lah, ia mendapat peluang magang kerja di sebuah perusahaan multi media. Di tempat ini, Janu belajar banyak tentang videografi. Semakin men dalami, Janu makin jatuh hati kepada videografi. Janupun memantapkan hati menekuni videografi. Selepas dari STM Pembangunan, ia memilih belajar di Fakultas Seni Media Rekam Jurusan Televisi Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.

Saat belajar di STM, Janu mendalami ilmu teknik yang mengutamakan logika, sementara di ISI, ia harus mengedepankan rasa. Tak bisa ditolak, pada semester awal, ia merasa sulit beradaptasi. “Awalnya memang sulit mengubah pola pikir dari teknisi yang mengandalkan logika menjadi hal-hal yang mengandalkan rasa,” beber pengagas komunitas videografi di Paroki HKTY Ganjuran ini.

Lambat laun, Janu mulai menikmati belajar di ISI. Ia mempelajari alat-alat video, cara penggunaan kamera, membuat dan memproduksi iklan ataupun film. Praktik di lapangan, membuat Janu kian mahir memproduksi film. “Prosesnya mengalir saja,” ujar sutradara film pendek Orphanemia (2012).

Beragam pengalaman pembuatan film, kian mengasah kepekaan dan keterampilan Janu. Pengalaman menarik dialami Janu saat proses syuting film pendek Orphanemia. Kala itu, Janu harus bekerja sama dengan tim pemadam kebakaran untuk membuat efek hujan. Tak disangka, hal ini justru mengundang banyak orang berkerumun menyaksikan proses syuting.

Bagi Janu, membuat film sama dengan merasakan perasaan para pemeran yang berada dalam film. “Ini sungguh luar biasa. Saya bisa merasakan berbagai macam hal dan situasi. Ketika membuat film tentang anak panti asuhan, saya juga harus ikut merasakan kehidupan mereka. Saya dituntut mengenali kehidupan seseorang,” urai Janu.

Mewartakan sabda
Lingkungan Gereja yang berkelindan dalam hidup Janu, membuatnya kerap memproduksi film bertema kekatolikan. Melalui film, ia juga bertekad memperkenalkan jati diri dan komuni tas Gereja. Satu film yang ia garap ber tajuk Seeing Jesus in Javanese Face, mengisahkan perjalanan sejarah Gereja HKTY Ganjuran dengan balutan inkulturasi budaya lokal. Pada 2012, film ini menyabet juara kedua Best Documentary dalam perlombaan SBM Golden Lens International Documentary Film Festival 2012 yang digelar Pusat Kebudayaan Belanda Erasmus Huis. Pada tahun yang sama, film ini juga berhasil meraih juara kedua Best Documentary dalam Documentary Day yang diselenggarakan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Satu tahun kemudian, Janu kembali membuat film berlatar kekatolikan dengan judul Selibat. Sinema ini berkisah konflik batin yang dialami seorang seminaris; melanjutkan panggilan hidup sebagai imam atau menjalani hidup sebagai umat biasa. Janu merasakan pengalaman lain saat menggarap film ini. “Karena biasanya saya membuat film pendek, tapi kali ini, saya menggarap film panjang berdurasi 80 menit,” imbuh pria yang kini tengah menyelesaikan studi pascasarjana di ISI ini. Film Selibat digarap bersama Studio Audio Visual Puskat Yogyakarta.

Janu bercita-cita akan terus membuat film bertema religi dan budaya. “Saya ingin lebih banyak mengangkat budaya, agar di tengah era modern ini, budaya kita tidak hilang,” ujarnya. Melalui media audio visual ini pula, Janu ingin menggemakan Sabda Tuhan. “Saya mencoba mewartakan Sabda Tuhan dengan cara lain, yakni lewat media film. Semoga karya saya bisa diterima semua pihak,” demikian Janu.

Antonius Janu Haryono

TTL : Bantul, DI Yogyakarta, 20 Januari 1988
Orangtua : M. Jiyo Suharyono dan Ch. Suwartini

Pendidikan:
• SD Kanisius Kanutan
• SMP Kanisius Ganjuran
• STM Pembangunan Yogyakarta
• Jurusan Televisi Fakultas Seni Media Rekam ISI Yogyakarta
• Program Pascasarjana ISI Yogyakarta

Karya:
• Film pendek Hot Spot (2010)
• Film pendek Aksara Cinta (2010)
• Film pendek Refl eksi (2011)
• Film pendek Orphanemia (2012)
• Film pendek Channel (2011)
• Film dokumenter Seeing Jesus in Javanese Face (2012)
• Film Selibat (2013)
• Film dokumenter pendek Jampi Gugat

Aprianita Ganadi

HIDUP NO.32, 10 Agustus 2018

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini