HIDUPKATOLIK.com – Membaca informasi yang diterima dari beberapa grup whatsapp pada Jumat lalu, 22/6, tentang dibukanya pendaftaran menjadi relawan di Taizé, Prancis.
Narahubung, Stacy dan Sekretaris Eksekutif Komisi Kepemudaan (Komkep) Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Pastor Antonius Haryanto, telah mengonfirmasikan kebenarannya melalui tautan berikut: http://www.hidupkatolik.com/2018/06/22/22545/pendaftaran-relawan-di-komunitas-taize-prancis-dibuka-untuk-dua-orang/
Lantas seperti apa pengalaman relawan yang dikirim oleh Komkep dalam program Taizé tahun lalu? Simak sekelumit refleksinya dalam kesaksian berikut ini.
Apakah Doa itu Super Power? Oh, Tentu Tidak! Tidak salah lagi maksudnya, he..he..he.. Semua orang berkata bahwa Taizé is a magical place. Yes, indeed!! Kalau gue ditanya dari dulu, di Taizé tuh lu ngapain aja? BANYAK!
Apa sih motivasi gw buat pergi kesana? Jujur motivasi gue waktu itu cuma biar bisa pergi ke Perancis, tok. Cuma ternyata yang gue dapet, jauh lebih besar dari itu, tentang keyakinan dan kepasrahan diri kepadaNya.
Dimulai dari mimpi. Ke Prancis itu memang mimpi gue banget sebenernya dari kuliah S1, bener-bener berusaha biar at least bisa S2 ke Perancis. Lalu ceritanya udah diterima nih di program Erasmus Mundus (Program pertukaran pelajar dengan tiga Universitas di Eropa sekaligus, cuma yang gue dapet itu yang program tanpa beasiswa).
Perjuangan gue selanjutnya, mencari beasiswa. Inget banget Februari’13 , seneng banget ada Beasiswa L*D* yang baru launching. Eh, tapi ternyata pemilihan calon baru dimulai Agustus’13, padahal gue mesti bayar uang kuliah Juli’13.
Gagal gue kuliah ke luar negeri, bonyok (bokap nyokap alias orang tua-red.) juga ngga mau ngebiayain gue kuliah ke luar negeri, marahlah gue sama Tuhan (akibat kekesalan yang menumpuk juga dan ini puncaknya). Padahal gue udah keluar kerja dan banyak berkorban macem-macem juga. Tuhan jahat banget rasanya sama gue waktu itu, padahal doa udah super kenceng, hahahaha.
Akhirnya gue puter arah, kuliah di dalam negeri, dan ngga mau lagi aktif di gereja (padahal dulu S1 gue aktif pelayanan). Sampai akhirnya, gue dapat info dari grup whatsapp (untung dulu pernah aktif dan masih belum keluar grup, hehe) dicari relawan ke Taizé (Prancis).
Setahu gue, ini jarang banget kejadian, secara biasanya kandidat langsung ditunjuk oleh romo. Maka kesempatan seperti ini, ditambah waktu kuliah gue yang udah mau selesai, ngga bakal gue lewatin begitu saja. Dan ternyata yah, Puji Tuhaaaaan, kepilih! Rencana Tuhan memang indah pada waktunya.
Sebenarnya gue masih agak blank mengenai Taizé. Makanya, gue benar-benar merasa tersentuh ketika mengikuti doa pagi (juga terdapat doa siang dan doa malam di gereja). Di tengah banyaknya anak-anak muda dari seluruh penjuru dunia, gue sempat merasa agak sedikit takut. Tempat baru, tidak ada seorang pun yang gue kenal, dan tampaknya disini semuanya sudah mempunyai geng temannya sendiri-sendiri.
Sempat berpikir bahwa tidak seharusnya gue datang ke Taizé. Keesokan harinya, saat bangun dan berkeliling, gue memutuskan untuk mengikuti doa pagi. Disanalah gue benar-benar dikuatkan dan benar-benar merasakan sentuhan kasih Allah.
Bahwa saat itu gue merasa tidak seorang diri dan gue siap untuk bergaul dan membuka diri untuk sesama, sampai akhirnya tidak tahu malu. Dengan diiringi alunan lagu-lagu meditatif yang pendek dan diulang-ulang, gue merasakan sesuatu yang ajaib dalam diri gue dan gue merasa sangat bersyukur tiba disini.
Banyak sekali kejadian-kejadian indah yang terjadi pada hidup gue selama 3 bulan tersebut, dan mengubah hidup gue sampai saat ini. Seperti contohnya saat gue menjadi group leader untuk point 5 tukang bersih-bersih toilet.
Percayalah, ini ternyata super FUN! Di tengah kegiatan bersih-bersih yang syuper sekali (bersihin wc tersumbat p*p atau pembalut bekas), gue sangat menikmati kedekatan dengan tim gue ini.
Atau ketika bekerja sebagai distribution team yang bertugas membagi-bagikan makanan kepada para peziarah. Meskipun kerja dalam waktu yang lama, gue enjoy, sangat!
Homesick, jenuh, kedisiplinan, culture shock, pasti pernah ngerasain, tapi itu semua bukan masalah besar karena itu udah diperkirakan terkait mimpi gw buat hidup di luar. Soal makanan, ngga ada masalah, enak dan enak banget disana itu, hahaha.
Setelah dari Taizé, terus gimana? Nah, dulu gue itu punya dilema kehidupan (cielah) tentang keyakinan agama gue sendiri, antara tetap Katolik, atau mengikuti keyakinan agama lain mantan pasangan hidup. Di Taizé, gue memahami dan mengalami sendiri, bahwa kasih Tuhan itu sungguh besar.
Bahkan untuk menerima tubuh dan darahNya saja, orang lain sebegitu menghormatiNya, sebegitu besar cinta para peziarah iman ini akan Tuhan mereka, sementara gue, dengan mudahnya melupakan Tuhan gue. Cerita-cerita antar sesama relawan pun banyak yang menguatkan gue, bagaimana perjuangan mereka untuk ke gereja saja, terutama di China. Hingga gue AKHIRNYA berani memutuskan untuk lebih memilih Tuhan gue setelah balik ke Indonesia, itu tinggal tiga bulan lagi sebelum mau pindah agama aja, hahaha.
Tapi yaaa, jangan salah sangka juga, setelah memilih Tuhan yang gue yakini itu, bukan berarti hidup gue lancar seterusnya, malah lebih banyak masalahnya. Hanya akhirnya, gue bisa bergantung sepenuhnya dengan Tuhan gue.
Di Taizé itu adalah titik balik gue menyadari kalau gue sebenernya bisa berpegangan penuh pada Tuhan, daripada hanya berpegang pada diri sendiri atau manusia lainnya. Dia janji akan selalu bersama kita, memberikan kekuatan, jadi meski sering ngerasa sendirian, gue masih bisa tetep majuuuu.
Gue pun mulai aktif lagi di gereja setelah pulang (dari Taize, Prancis), mulai dari ikut KEP (Kursus Evangelisasi Pribadi), KKMK (Komunitas Karyawan Muda Katolik), hingga rajin ikut dan concern sama Doa dengan nyanyian dari Taizé (DNTZ) yang ada di sekitar Jakarta.
Kehidupan rohani dan keyakinan gue akan Tuhan, benar-benar sangat dikuatkan. PELAYANAN, satu hal yang mengusik hati. Tuhan sudah memberikan begitu banyak pada gue, meskipun gue super sibuk, gue masih berusaha banget untuk aktif kembali di organisasi gereja dan memberikan banyak kesaksian tentang iman.
Buat gue, pergi ke Taizé itu merupakan ‘sentilan’ Tuhan di hidup gue, bukti bahwa rencana Tuhan itu sungguh ajaib, indah, dan tepat pada waktuNya. All you need to do is believing in Him. Sabar dan percayalah, kadang Tuhan tidak mengijinkan semua yang sudah kita rencanakan terjadi, namun rencana Dia PASTILAH LEBIH BAIK dari kita.
Dia mengerti kebutuhan yang gue perlukan waktu itu. Gue bukan butuh ilmu, yang gue butuh waktu itu adalah pertemanan dan kehidupan di luar dengan kultur dan budaya yang berbeda. Dan di Taizé, gue bisa dapetin semuanya. Tuhan-ku memahami gue dengan sangat baik, di waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat.
Dia juga mengerti dan mempersiapkan gue, bahwa gue butuh berelasi dengan akrab dengan Tuhan secara langsung. Dia pelan-pelan membangun gue dengan kasihNya yang Ia salurkan melalui sesama, sampai akhirnya gue yang dulu marah dengan Tuhan dan tersesat, bisa berbalik sepenuhnya dan bergantung penuh padaNya.
Jadi, apakah kebutuhanmu? Dan apakah untuk memenuhi kebutuhanmu, kamu harus ke Taizé? Sudahkah kamu menyertakan Tuhan di dalam setiap langkah pemenuhan kebutuhanmu?
Penulis : Margareta Laura
Penggunggah: A.Bilandoro