HIDUPKATOLIK.com – Judul buku : NU Penjaga NKRI
Penulis : Frans Magnis Suseno, dkk
Penerbit : Kanisius, Maret 2018
Tebal : xviii + 342 hal
NAHDLATUL Ulama (NU) lahir ke Bumi Pertiwi bukanlah secara kebetulan. Sejak awal NU dengan tegas berkomitmen menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ciri khas NU adalah luwes dalam menjalin hubungan dengan organisasi yang lainnya.
Ini menunjukan bahwa NU sangat menjaga pluralisme sebagai kekhasan Nusantara. Seolah-olah ingin mengatakan bukan Nusantara namanya bila pluralisme tidak ada. Beberapa rezim silih berganti namun tidak memadamkan pijar-pijar semangat NU.
NKRI tidak bisa ditawar dan diganggu lagi. Sejarah mencatat, tahun 1984 NU menyatakan bahwa NKRI sudah final dan Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan UUD 1945 sebagai dasar negara.
Organisasi Islam yang besar ini enggan luntur berkiprah bahkan di tengah kecamuk gejolak politik. Sebagai organisasi yang besar tentunya telah merasakan asam garam dalam mengarungi samudera politik Indonesia.
Dalam posisi ini, NU ingin selalu hadir dalam suka duka NKRI. Akhir-akhir ini, tanah air diusik oleh berbagai kelompok baik fundamentalis, radikalis hingga gerakan teroris. Di mana-mana muncul isu-isu yang dibentuk untuk membangun tembok-tembok dan sekat-sekat. Berhembusnya isu Suku Ras dan Agama (SARA) telah melukai demokrasi dan fondasi bangsa.
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan sudah final bahkan diganggu oleh kelompok-kelompok tertentu. Meski demikian, NU tetap pasang badan. Hadirnya buku NU Penjaga NKRI tidak lain untuk menyerukan agar jangan takut dan cemas menginjakkan kaki di tanah air sendiri.
Buku ini memperlihatkan kepada pembaca perjalanan NU, pencapaian intelektual aktivis NU, dan perkembangan NU secara global. Buku ini hadir menjawab pertanyaan-pertanyaan dari orang di luar NU, “Mengapa NU spartan mempertahankan NKRI?”.
Buku ini membuka kembali lembaran perjuangan NU dalam merawat keutuhan bangsa. Buku ini juga untuk menegaskan sikap NU dalam mempertahankan NKRI. Sudah sejak awal NU mampu berkembang dan beradaptasi dengan kehidupan lokal.
NU sendiri tak lepas dari tokoh besar, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Pikiran-pikirannya menghadirkan gagasan-gagasan pribumisasi Islam dan mempertahankan Pancasila sebagai ideologi negara. Gus Dur menjunjung tinggi pluralisme dan bergerak melintasi batas.
Selama hidupnya Gus Dur berelasi dengan siapapun tanpa memandang suku, golongan, ras dan agama. Selain menunjukkan sebagai tokoh agama tetapi Gus Dur juga merupakan negarawan dan seorang intelektual Muslim yang cerdas sebagai seorang NU yang moderat.
Gus Dur sebagai personifikasi dari NU telah menunjukkan kegigihannya merawat rumah bangsa. Pastor Beni Susetyo dalam ulasannya menekankan kembali NU yang sejak awal menyerukan bahwa NKRI berdasarkan kebangsaan, bukan negara yang berlandaskan suatu agama.
Dalam segala waktu NU hadir sebagai penjaga NKRI bahkan dalam situasi yang genting. Baik itu tahun 1965 maupun pada Mei 1998 hingga sekarang ini. Keberhasilan NU mempertemukan Islam dan budaya menjadikannya sebagai pusat peradaban.
NU adalah aset bangsa yang memiliki kontribusi begitu besar bagi pembangunan peradaban Indonesia dari masa lampau hingga kini. Tidak ada alasan untuk menolak NU sebagai bagian utama pilar keindonesiaan yang menggerakkan, mendorong, dan mengontrol negara ini sebagai bangsa sekaligus menjadikannya rumah bersama.
Willy Matrona