Menyulam Perbedaan yang Tercabik

187
Sinta Nuriyah Adurrahman Wahid dalam sahur keliling di Gereja Gamping. [HIDUP/H. Bambang S]

HIDUPKATOLIK.com RATUSAN umat lintas agama duduk lesehan di bawah tenda di halaman belakang Gereja St Maria Asumpta Gamping, Sleman, DI Yogyakarta, Sabtu, 26/5. Sembari menunggu kedatangan Sinta Nuriyah, kegiatan Sahur Keliling Ramadhan ini mendengarkan suguhan irama hadroh yang diperdengarkan Komunitas Gusdurian.

Acara mengusung tema “Dengan Berpuasa Kita Kembangkan Kearifan, Kejujuran dan Kebenaran Dalam Kehidupan Berbangsa” itu juga dihadiri Mgr Blasius Pujaraharja, sejumlah imam, biarawati dan pemuka agama lainnya.

Sinta mengaku, kegiatan sahur keliling seperti ini sudah dilakukan di berbagai pelosok Tanah Air, sejak 19 tahun silam ketika masih mendampingi Gus Dur di Istana Negara. “Saya pernah sahur dengan mbok-mbok bakul pasar, pemulung dan pengamen. Awal puasa lalu berbuka di sebuah komunitas kampung toleransi,” sebutnya.

Sinta meyakini meski berbeda agama tapi semua agama mengajarkan untuk bersatu, hidup rukun, saling damai, menghormati, dan menghargai sesamanya.”Tapi mengapa akhir-akhir ini di Indonesia terjadi tindakan radikalisme, terorisme. Dan yang mengerikan terjadi pengeboman bunuh diri?” tanyanya menyayangkan.

Sinta menyebut nilai-nilai kemanusiaan dan peradaban bangsa ini telah tercabik-cabik. Ikatan tali persaudaraan yang dibangun para leluhur tercerabut sehingga kerukunan terancam keutuhannya. “Mari kita tingkatkan ketakwaan dan keimanan kita. Kebenaran, kejujuran harus kita pegang teguh dalam menghadapi hujatan dan fitnah,” ajaknya.

Pastor Paroki Gamping, Martinus Suharyanto mengaku apa yang disampaikan istri mendiang Gus Dur tersebut mampu menjadi penyejuk iman umat di parokinya. Ia berterima kasih atas kehadiran seluruh umat dan saudara-saudara dari agama lain dalam kegiatan ini.

H. Bambang S (Yogyakarta)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini