Komunitas Canimatography SMA Kanisius Jakarta: Menjawab Panggilan Era Digital

685
Anggota Komunitas Canimatography di tengah produksi film.
[NN/Dok.Canimatography]

HIDUPKATOLIK.com – Hasil bukanlah prioritas komunitas ini melainkan proses bagaimana sebuah film terbentuk.

Aleks tiba-tiba tertunduk di depan gurunya. Ia bagai tersambar petir di siang bolong saat melihat nilai rapornya. Ia tidak naik kelas. Berhadapan dengan kenyataan itu, ia tak sanggup menahan tangis.

Apa mau dikata, kemampuan akademik Aleks memang di bawah rata-rata. Ia juga minder untuk bergaul dengan teman-temannya. Meskipun demikian, ia tak patah arang. Di dalam dirinya, ada bakat yang sampai saat itu masih terpendam. Dalam kesendirian, ia sering mengisi keheningan dengan menarikan kuas di atas canvas. Melukis tidak membuatnya menjadi takut.

Adegan itu menjadi satu bagian dalam film berjudul “Revelation”, buah karya siswa-siswa SMA Kolose Kanisius yang tergabung dalam Komunitas Canimatography. Saat pembuatan film ini, Benedictus H. Edric bertindak sebagai produser, sedangkan duet Marius Marcello dan Christopher Raymond menjadi sutradara.

Kanisius Modern
Canimatography bukan satu-satunya di sekolah yang didirikan 1 Juni 1927 ini. Berbagai kegiatan ekstrakurikuler lain juga dikembangkan, di antaranya Canisius English Forum (CEF), Canicart (ekstrakurikuler menggambar kartun manga), Caniart (ekstakurikuler seni rupa), dan Caniband (ekstrakurikuler band).

Dalam merespons perkembangan zaman Kolose Kanisius juga membuat kegiatan ekstrakurikuler yang berbasis digital yakni Multimedia dan Canicom. Ekstarkurikuler Multimedia terdiri dari divisi 3D, animasi, film editing, dan desain poster. Sementara Canicom memasukkan programming, pembuatan game komputer, desain web, dan robotic sebagai bagiannya.

Sejak dua tahun silam, Canimatography lahir dan menjadi sebuah komunitas yang fokus pada produksi film. Hingga saat ini, Canimatography menaungi enam kelompok produksi Satu produksi terdiri dari sembilan hingga 10 anggota. Masing-masing orang memiliki tanggung jawab yang saling mendukung untuk sebuah produksi film.

Pastor Julius Mario Plea Lagaor SJ menjelaskan Canimatography merupakan satu komunitas yang menarik minat banyak siswa. “Canimatography sudah didirikan dua tahun yang lalu. Ternyata banyak siswa Kanisius berminat dalam sinematografi, dan dari hal itu kita membuat sebuah organisasi yakni Kanisius Animatografi atau Canimatography.”

Hadirnya Canimatography memberi warna baru bagi siswa. Perkembangan dunia mereka tanggapi dengan kreatifitas.“Ini membuktikan bahwa mereka melek teknologi dan tidak kalah dengan perkembangan zaman,” ungkap Pastor Mario.

Komunitas Canimatography dalam misinya setia dalam mengembangkan nilai-nilai Kanisian. Kanisius tidak hanya membangun sebatas akademik saja namun juga mencetak siswa yang memiliki keutamaan rohani dan karakter pribadi yang dewasa. Hal ini jelas terlihat dalam semangat dasar Kolese Kanisius; Competence, Compassion, Commitment, dan Conscience. Dari prinsip ini dikembangkan beberapa prinsip lain, yakni kejujuran dan juga menjadi man for and with others. Semua gerak ini dijalankan demi Ad Maiorem Dei Gloriam (Demi Lebih Besarnya Kemuliaan Tuhan).

Bukan Hasil
Salah satu anggota Canimatography Martin Sudjaka menceritakan bahwa nilai-nilai Kanisian tetap menjadi pedoman mereka dalam setiap produksi film. Nilai-nilai ini menjadi rujukan untuk setiap film hasil produksi Canimatography. “Nilai-nilai tersebut bukan hanya untuk mengentertain, namun dengan cara ini nilai-nilai Kanisisan semakin dalam tertanam kepada kita,” ungkap Martin.

Martin seakan menemukan dunianya saat bergabung dalam Canimatography. Hal ini terlihat dalam semangat yang terus ia rasa dalam kebersamaan saat shoting berlangsung. Ia mengakui, semangat ini pula yang meneguhkan ikatan dalam komunitas. “Kami mengangkat nilai-nilai yang penting di dalam hidup seperti kemanusian, kepekaan sosial, tenggang rasa, dan tolong menolong.”

Meskipun baru dua tahun berdiri, Canimatography telah membuat beberapa film pendek. Misalnya film berjudul “Chance” yang disutradarai I Nyoman Sumanta, “Melawan Keterlambatan” yang disutradarai Bernardus Bernard, dan “Kelam Jakarta” disutradarai Aland Etbert Manurung.

Ketua komunitas Mikael John Lauren menjelaskan hasil bukanlah prioritas komunitas ini. Mereka berdinamika bersama dan saling memperkaya. Dalam setiap proses produksi ini mereka belajar tidak saja tentang bagaimana sebuah film terbentuk, tapi sambil menyelami nilai-nilai kebersamaan. “Karena di dalam proses-proses ini kami melihat kelemahan-kelemahan kami secara detail,” ungkap Mikael.

Selama ini komunitas ini telah banyak memenangkan lomba-lomba terutama film pendek. Beberapa di antaranya Juara 1 lomba Film Pendek di BBS, Juara 3 lomba Film Pendek di SMAN 68 dan Juara 1 lomba Film Pendek di Pangudi Luhur.

Untuk menambah wawasan sehingga membantu dalam proses pembuatan film, Canimatography juga terlibat dalam Rumah Film Kanisius. Mikael John mengatakan ini membantu mereka yang sedang berproses dalam pembuatan film khususnya film pendek.

Mikael mengakui ada banyak tantangan yang mereka jumpai untuk dapat menyatukan setiap ide dan gagasan sampai menghasilkan sebuah karya yang bagus. Mikael menyebut tantangan ini misalnya untuk penyatuan ide, manajemen waktu, dan bagaimana mendapatkan peran. Sebagai sekolah dengan siswa semuanya pria, Canimatography sering kesulitan mendapat pemeran tokoh perempuan dalam setiap produksinya. “Masing-masing memberi ide untuk membentuk sebuah film, yang tentunya memiliki dinamika yang rumit.”

Dari hal Kecil
Tema-tema film mengangkat hal-hal kecil namun mampu menggugah hati. Mikael mengungkapkan, hal-hal kecil seringkal diabaikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam film produksi Canimatography hal kecil itu diangkat, misalnya tentang sopan-santun, peka terhadap lingkungan, menghormati guru, orang tua, dan teman-teman.

Ia menambahkan, hal itu perlu diangkat untuk mengubah cara pandang penonton film. “Hal-hal kecil merupakan sesuatu yang terbiasa dengan kehidupan kita sehari-hari. Sekecil apapun perhatian sangat berguna bagi yang sangat membutuhkan,” ujarnya.

Mikhael ingat sebuah firman tentang iman yang hanya sebesar biji sesawi. Berkat iman sebesar itu, sebuah gunung dapat dipindahkan. Rasanya semangat semacam inilah yang ingin dikembangkan dalam Canimatography. “Dengan mengangkat hal-hal yang kecil Canimatography ingin ‘menyentuh’ para penikmat film,” pungkas Mikael.

Willy Matrona

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini