HIDUPKATOLIK.com – Shalom Romo Erwin, saya ingin bertanya, di kampung saya, terjadi sebuah peristiwa. Domeng duda (istri meninggal) dan memiliki satu anak laki-laki menikahi Aneng (suami meninggal) yang memiliki seorang anak perempuan. Selang sepuluh tahun kemudian, anak mereka jatuh cinta dan berencana akan menikah. Saat ini, mereka sudah menikah sah secara adat. Mereka sedang mengurus pemberkatan di gereja. Terkait hal itu, apakah kedua anak itu bisa menikah secara Katolik? Mereka berdua tak memiliki ikatan darah sampai derajat keempat, hanya saudara tiri. Mohon pencerahan dari Romo. Terima kasih.
Pudul, Sanggau, Kalimantan Barat
Bapak Pudul yang baik, betapa mulia Bapak mau membantu orang lain. Akan tetapi, kita tidak akan begitu saja membantu seseorang yang akan menikah tanpa melihat latar belakang, sejarah hidup atau perkawinan, dan lingkungan masyarakat yang ada di sekitar mereka. Perkawinan kedua pihak yang Bapak ceritakan mempunyai persoalan sosial.
Setiap persoalan perkawinan yang terjadi di masyarakat, meskipun mereka adalah warga Katolik, tetap terikat dengan masyarakat di sekitarnya. Tradisi masyarakat setempat, yang saya tidak terlalu paham, perlu diselidiki apakah dapat menerima masalah perkawinan semacam ini atau tidak. Dalam tradisi tertentu, perkawinan dalam lingkup satu keluarga, entah dengan jalan cerita tertentu sekalipun, dapat sangat mempengaruhi pergaulan sosial mereka.
Menurut hukum gereja mereka memang tidak terikat pada perkawinan terdahulu. Akan tetapi, perkawinan semacam ini akan mempunyai akibat sosial, di antaranya mengenai kepantasan antara orang yang menikah dengan lingkungan masyarakat yang menyaksikan atau tinggal di tengah-tengah mereka. Jika perkawinan itu membawa dampak sosial, seperti ketidaktahuan orang akan perkawinan mereka sebelumnya, atau bahkan mengira mereka berzinah di antara keluarga, maka perkawinan akan menjadi suatu hal yang dapat menjadi batu sandungan. Inilah yang saya sebut sebagai sesuatu yang dapat mengganggu pandangan masyarakat di sekitar.
Menurut tradisi Gereja Katolik memang ada perkara yang dianggap dilarang atau terhalang, karena tidak dianggap mempunyai hubungan dan tidak bersaudara. Dalam kasus tersebut, keluarga ini memang tidak terhalang secara hukum, karena tidak mempunyai hubungan darah apapun, atau terikat oleh perkawinan kedua orangtuanya. Mereka bebas secara hukum, jadi tampaknya akan diizinkan menikah, tetapi tidak demikian halnya dengan dampak sosial. Mereka akan tetap bertanya-tanya mengenai status kedua pihak yang adalah saudara tiri meskipun tanpa hubungan darah apapun.
Jika Bapak memang dekat dengan keluarga ini dan mungkin mempunyai kesempatan untuk berbicara dengan mereka, berilah penjelasan akan akibat sosial dan pandangan masyarakat setempat mengenai hal ini. Jika mereka dapat mendengarkan, barangkali mereka dapat melaksanakan perkawinan di luar daerah tempat mereka berasal.
Akan tetapi, jika mereka memang tidak dapat dicegah, maka sekurang-kurangnya, Anda telah menyampaikan hal itu kepada mereka berdua maupun kepada keluarga besarnya. Yang penting, bapak telah menyampaikan dan dengan tulus mau membantu menyampaikan aspek sosial dari perkawinan ini. Kesempatan untuk membantu kedua pihak yang akan menikah adalah kesempatan untuk memberikan selain katekese iman, yaitu pelajaran tentang iman, maupun tentang aspek sosial dari sebuah perkawinan yang nantinya juga akan tinggal di tengah-tengah masyarakat. Semoga inspirasi ini dapat membantu Bapak untuk menolong teman. Tuhan memberkati.
Alexander Erwin Santoso MSF