HIDUPKATOLIK.COM – Ulang tahun ke-80, Mgr Ignatius Suharyo menyerukan agar umat tidak menjadi ekslusif, tapi mengajak masyarakat sekitar untuk bergembira dan berkembang bersama.
PAROKI Bunda Hati Kudus Kemakmuran adalah satu dari tujuh paroki generasi kedua di Keuskupan Agung Jakarta (KAJ). Enam paroki lain ada di Kramat, Matraman, Menteng, Kampung Sawah, Mangga Besar, Tangerang, dan Tanjung Priok.
Ketujuh paroki ini merupakan pecahan dari Paroki Katedral St Maria Diangkat ke Surga Jakarta Pusat. Para imam Misionaris Hati Kudus (Missionarii Sacratissimi Cordis/MSC) merintis pelayanan di wilayah Kemakmuran Jakarta Barat tahun 1931.
Pastor Baptis MSC adalah imam pertama yang tercatat memulai karya di paroki ini. Tahun 1935, Pastor Anton Brocker MSC membeli sebuah rumah di Gang Chaulan, yang kemudian bernama Jalan Kemakmuran dan kini Jalan K.H. Hasyim Ashari.
Di sinilah didirikan sebuah gereja pembantu untuk Paroki Katedral pada masa itu. Onze Lieve Vrouw van het Heilig Hart ‘Bunda Hati Kudus’ begitu nama yang dipilih untuk menamai gereja kecil ini.
Dibentuknya Paroki Bunda Hati Kudus sendiri diawali ketika Vikaris Apostolik Djakarta Mgr Petrus Johannes Willekens,SJ menyerahkan reksa pastoral salah satu bagian wilayah Gereja Katedral kepada Tarekat MSC pada tanggal 19 Mei 1938.
Titik ini menjadi awal sejarah Paroki Kemakmuran. Pada tahun 1964 dibangun gereja baru yang terletak di Jalan KH Hasyim Ashari No 28 yang kemudian diresmikan pada tanggal 30 Juli 1967 oleh Mgr A. Djajasaputra SJ.
Tahun ini menjadi lengkap perjalanan 80 tahun perjalanan Paroki Kemakmuran. Titik yang patut dipenuhi dengan rasa syukur oleh seluruh umat Paroki Kemakmuran. Usia yang telah menginjak 10 windu ini, tergambar jelas dalam wajah umat yang menghadiri Misa dan perayaan syukur 80 tahun Paroki Kemakmuran di Gereja Bunda Hati Kudus Kemakmuran, 26/5.
Amalkan Pancasila
Pada momen ulang tahun ini, Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo menyampaikan bahwa kehadiran umat lintas agama adalah bentuk dukungan bagi keterlibatan Gereja di tengah masyarakat.
Khususnya pada tahun ketiga Arah Dasar Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) “Amalkan Pancasila, Kita Bhinneka Kita Indonesia”, umat KAJ jangan bersikap ekslusif, tapi mengajak masyarakat sekitar untuk bersama-sama bergembira dan berkembang bersama demi kebaikan bersama.
Kehadiran anak-anak Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) menarik perhatian Mgr Suharyo. Menurutnya, kehadiran mereka adalah bukti bahwa kebhinnekaan sangat dihargai di wilayah itu.
“Saya dengar di sini banyak hal yang dilakukan. Ini menarik sekali. Anak-anak dari RPTRA dan dari kelompok lain ikut terlibat. Bagaimana kebhinnekaan sangat dihargai umat. Ini adalah wujud nyata dari amalkan Pancasila,” kata Mgr. Suharyo.
Mgr Suharyo mengingatkan seluruh umat untuk menyadari panggilan semua orang beriman. Panggilan itu adalah untuk mencapai kesempurnaan dan kepenuhan hidup Kristiani menuju kesucian.
Untuk itulah Gereja Katolik selalu menempatkan orang kudus sebagai teladan bagi kehidupan umat. “Mereka memberikan keteladanan hidup dalam mencapai kesucian. Di komunitas lain tidak ada, karena tujuan hidup sebagai orang katolik adalah jalan menuju kepada kesempurnaan,” paparnya.
Mgr Suharyo mengangkat contoh sederhana langkah menuju kesucian yang diungkapkan Paus Fransiskus. Paus mencontohkan, seorang ibu mampu menjadi ibu yang baik saat berhenti membahas kejelekan orang lain dan memulai membicarakan kebaikan sesama.
“Ibu yang baik berusaha menyanggah untuk tidak menjelek-jelekan orang lain, itulah jalan menuju kesucian,” uangkap Mgr Suharyo. Ibu yang baik meskipun sudah lelah, kesal, dan cemas dalam mengurus anaknya, ia tetap menyempatkan waktu berdoa rosario.
Mgr Suharyo menambahkan, seorang ibu yang baru sampai di rumah dalam keadaan lelah, tiba-tiba ada jadwal rapat kepanitiaan di paroki, ia datang ke rapat berbicara baik-baik sehingga acara berjalan dengan baik. “Itulah langkah menuju kesucian. Langkah menuju kesucian bukan di awang-awang tetapi yang sangat konkrit sehari-hari yang dihayati
dengan ungkapan kasih.”
Mgr Suharyo melanjutkan, umat yang memiliki tanggung jawab di tempat kerja, di keluarga, dan di masyarakat, tetapi masih menyisihkan waktu untuk pelayanan baik masyarakat maupun di Gereja. Ia mengajak segenap umat untuk menyadari panggilan menjadi saksi Kristus.
“Umat dipanggil untuk menjadi seperti Kristus. Itu berarti umat harus mencapai kesucian seperti bahasa Surat Paulus menjadi ahli waris Kristus.”
Syukur dengan Peduli
Ketua Panitia, Paulus Adalbertus Tandagi mengungkapkan persiapan ulang tahun Paroki Kemakmuran berlangsung sejak bulan Oktober tahun lalu. Berbagai kegiatan dilaksanakan untuk mendukung acara ini.
Umat mengadakan kegiatan bakti sosial pembagian paket bingkisan sembako bagi masyarakat di sekitar paroki. Selain itu, perayaan syukur diisi juga dengan seminar-seminar dan novena Roh Kudus.
Paulus mengatakan momen ulang tahun ini sekaligus merefleksikan Tahun Persatuan Kita Bhinneka, Kita Indonesia. Dengan tema ini, paroki berharap persatuan dan kesatuan akan dibina di setiap lingkungan.
“Oleh karena itu, kita menampilkan keberagaman dalam puncak HUT ke-80 ini. Ada pakaian-pakaian adat, lagu-lagu daerah dan tarian-tarian daerah. Semua adalah mencerminkan kebhinnekaan.”
Perayaan keberagaman adalah sesuatu yang ingin ditunjukkan di Paroki Kemakmuran saat usianya telah menginjak 10 windu. Paulus menjelaskan, selama ini paroki sudah lama berbaur dengan masyarakat. Dalam banyak kesempatan masyarakat diundang dalam acara-acara gereja.
“Kehadiran umat agama lain dalam HUT 80 tahun ini merupakan perwujudan gerakan Amalkan Pancasila, Kita Bhinneka Kita Indonesia. Semoga persatuan dan kesatuan di lingkungan Paroki Kemakmuran semakin erat.”
Rangkul Orang Muda
Dengan analogi usia manusia, 80 tahun bukanlah usia yang muda lagi. Kepala Paroki Kemakmuran Pastor Yohanes Purwanto MSC mengungkapkan, umat telah melalui dan mengalami banyak peristiwa.
Dalam sejarahnya mencatat wilayah gereja ini begitu luas namun mengalami pemekaran. Ia melihat saat ini dengan wilayah lebih kecil, umat lebih banyak orang tua. Menurutnya, tantangan yang paling berat di paroki kesenjangan usia tua dan muda.
Pastor Purwanto berharap umat senior dapat membaur dengan anak muda. Anak zaman now sangat susah, mereka harus dipimpin dan digerakan oleh kaum muda sendiri. “Umat yang usianya sudah tua tentu saja energinya tidak sekuat kaum muda. Untuk itu paroki mengajak mereka untuk merangkul kaum muda.”
Kondisi ini cukup dilematis, karena apabila mereka sendiri yang memimpin kelompoknya (orang muda) dalam banyak hal juga masih butuh bimbingan. Pastor Purwanto mengungkapkan, yang perlu disyukuri adalah anak muda memiliki potensi untuk membentuk jaringan yang luas.
Hal ini karena kelebihan mereka memanfaatkan teknologi. Pastor Purwanto membeberkan bahwa paroki mulai membina generasi mudah mulai dari kelompok Bina Iman Anak dan Bina Iman Remaja. Pembinaan sejak dini sangat penting bagi anak-anak sebagai masa depan Gereja.
Willy Matrona