Kongres Maria : Bunda yang Menyatukan

514
Peserta Kongres Maria di Marian Centre Jakarta Barat. [HIDUP/Hermina Wulohering]

HIDUPKATOLIK.com Dunia mulai kehilangan kemampuan untuk menerima perbedaan. Berhadapan dengan ini, Maria menjadi Bunda Pemersatu. Ia menyatukan siapa saja, anak-anaknya.

PATUNG Bunda Maria dalam beberapa rupa ditampilkan di Auditorium Paroki Tomang Gereja Maria Bunda Karmel, Jakarta Barat. Kehadiran patung-patung itu bersamaan dengan beberapa Komunitas dengan spiritualitas Maria. Mereka datang sebagai peserta Kongres Nasional Maria, 15-16/5.

Baru pertama kali diadakan, kongres ini ada atas inisiatif Ordo Karmel Indonesia (Fratrum Beatissimae Virginis Mariae de Monte Carmelo/ OCarm). Dalam kongres ini Ordo Karmel Indonesia menggandeng Marian Centre Indonesia dan Komunitas Jalan Kecil.

Kongres dua hari ini menghadirkan pesertanya dari utusan kongregasi-kongregasi dan komunitas-komunitas awam yang mendalami spiritualitas Maria dari seluruh Indonesia.

Total ada 18 tarekat dan komunitas awam yang berpartisipasi. Di sini mereka mendalami dan menemukan semangat-semangat Maria untuk menjadi relevan dalam kehidupan modern. Bunda Maria adalah sumur spiritual yang mana teladan cintanya tak akan habis ditimba.

Mendalami Maria

Penyelenggaraan Kongres Maria bermula dari keyakinan bahwa Maria adalah pribadi yang luar biasa. Itulah sebabnya, banyak kongregasi dan komunitas lahir dari Bunda Maria. Pastor Ignasius Budiono OCarm mengatakan kongres menjadi saat di mana Spiritualitas Maria dapat terus menerus ditimba.

Pastor Ignasius Budiono OCarm.
[HIDUP/Hermina Wulohering]
“Kita ingin menggali spiritualitas, ekspresi, dan devosi yang lebih dalam kepada Bunda Maria. Selama ini belum pernah ada pertemuan bersama para kongregasi, institusi sekuler, gerakan awam yang berspiritualitaskan Maria,” ungkap Provinsial Ordo Karmel Indonesia ini.

Di Eropa berbagai kota memiliki sesuatu yang khas tentang Maria. Pastor Budi melanjutkan, devosi ini terus dihidupi oleh komunitas umat di Eropa, dan melalui cara ini mereka menimba kekayaan rohani dari Bunda Yesus. Devosi semacam ini pun dapat dikembangkan di Indonesia.

Ia mencontohkan misalnya Perarakan Tuan Ma di Larantuka, Nusa Tenggara Timur. “Kalau di Indonesia seperti Perarakan Tuan Ma di Larantuka, tapi masih sangat minim. Mungkin ada banyak lagi yang belum terungkap,” imbuhnya.

Kongres Nasional Maria bertajuk “Maria Bunda Pemersatu” ini dimulai dengan Misa Pembukaan yang dihadiri 400-an peserta. Kongres kemudian dilanjutkan dengan seminar maria dengan pembicara Pastor Joseph Ferry Susanto.

Pastor Joseph Ferry Susanto.
[HIDUP/Hermina Wulohering]
Ada tiga elemen penting saat berbicara tentang Maria dalam Kitab Suci. Ketiganya adalah Yesus, Maria yang bertransformasi, dan para murid. Pastor Joseph menjelaskan, dalam tulisan-tulisan Kitab Suci, Maria tidak pernah terlepas dari Putranya, Yesus Kristus.

Bila terlepas dari Yesus, peran, pengorbanan, dan sepak terjang Maria akan kehilangan arti. “Karena sejak awal sampai akhir, hidup Maria berpusat pada Yesus,” tegas Dosen Kitab Suci di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara ini.

Kemunculan Maria dalam beberapa kisah, mulai dari menerima kabar malaikat, kelahiran Yesus, mengungsi ke Mesir, menemani Yesus berkarya, sampai berdiri di kaki salib Tuhan di Golgota, terselip proses transformasi manusia beriman.

“Bisa dikatakan transformasi Maria sempurna dengan diliputi suka, duka, tantangan, kekuatan, hambatan, dan pergulatan yang berhasil ia lalui. Contoh sempurna ini yang membimbing kita untuk ikut bertransformasi dengan hasil akhir yang sama,” kata Pastor Joseph.

Pastor Joseph mengatatakan Maria tidak hanya melahirkan Yesus ke dunia. Maria juga menemani proses kelahiran Gereja menjelang Pentakosta. Bersama Maria, para murid yang berasal dari berbagai latar belakang dan daerah berkumpul di sekeliling Maria. Para murid akhirnya bertransformasi dengan sempurna bersama Maria.

“Pada akhir proses transformasi, mereka bersama Bunda Maria, menjadi saksi-saksi Kristus yang handal ke tengah dunia.” Dunia saat ini sedang mengalami ujian serius yaitu kehilangan kemampuan untuk menerima dan hidup bersama dengan “yang lain dan berbeda”.

Pastor Budi melanjutkan, dunia mulai kehilangan kemampuan untuk menerima yang berbeda sebagai berkat. Di sini, Maria akhirnya menjadi Bunda Pemersatu. Ia menyatukan siapa saja, anak-anaknya. Dalam tradisi ziarah kepada Maria, baik gua ataupun lainnya, seolah peziarah sebagai anak-anak pulang mengunjungi ibu.

Di hadapan sang ibu, runtuh segala egoisme dan kesombongan. “Di situ kita bertobat dan kembali menjadi anak-anak yang memahami nilai-nilai Kerajaan Surga dan masing-masing ingin menggembirakan ibu dan menggembirakan satu sama lain.”

Bunda Pemersatu
Berbagai komunitas religius dan awam yang mengikuti kongres mengenal Maria dalam berbagai figur berbeda. Peserta Kongres Nasional Maria sepakat mengangkat Maria sebagai Bunda Pemersatu. Hal ini terlebih karena bangsa ini sedang membutuhkan “spiritualitas ibu”.

Di hari kedua kongres, 16/5, dengan jumlah peserta sekitar 200 orang, terungkap beberapa hal yang menjadi sorotan. Pertama, Maria membawa atau memberi kehidupan, yakni menjaga, melindungi dan memelihara; dan bukan sebaliknya merusak, menakut-nakuti dan mematikan.

Kedua, Maria mempersatukan anak-anaknya dan membangun persaudaraan yang sejati, yakni mencari apa yang mempersatukan, bukan mencari apa memecah dan apa yang memisahkan.

Ketiga, Maria adalah teladan kerahiman yakni mewartakan kabar gembira dan kebaikan dalam situasi apapun; bukan kekerasan dan kejahatan; kabar sedih, kabar palsu, kabar rekayasa dan kabar yang menakutkan.

Keempat, Maria sebagai teladan dalam pengharapan, terutama dalam situasi yang tidak pasti; bukan kesedihan dan ketakutan, pesimisme atau keputus-asaan.

Peserta kongres bertekad membangun kerjasama dalam sebuah asosiasi sebagai wadah bersama untuk menyebarkan devosi kepada Maria. Sehingga, Maria semakin dikenal oleh umat Allah dan semangat hidupnya bisa menjadi teladan bagi semakin banyak orang.

Kongres Nasional Maria mendulang respons positif dari para peserta. Salah satunya datang dari Sr. Eufrosia, SCMM. Suster dari kongregasi yang berdevosi kepada Maria Bunda Berbelas Kasih ini mengatakan, kongres sungguh memperkaya spiritualitas untuk melihat sejauh mana keterlibatan dalam karya. “Kita mewujudkan karya pelayanan untuk bangsa Indonesia dengan semangat Bunda Maria.”

Beberapa Suster peserta Kongres Maria.
[HIDUP/Hermina Wulohering]
Maylani Sidhi dari Komunitas Rosario Hidup mengatakan, ia sangat antusias menyimak pemaparan terkait peranan Maria. Ia mengungkapkan, “Saya semakin ingin mendalami sosok Maria terutama sebagai Bunda Pemersatu. Dalam situasi sekarang, Bunda Maria pasti berdiri di tengah; mendoakan dan mempersatukan hati anak-anaknya yang keras dan lembut.”

Ketua Panitia Edo Suwito mengatakan, tujuan kongres ini agar devosi kepada Maria semakin meluas. Artinya di seluruh Indonesia perlu tahu siapa itu Maria. Edo berharap setelah kongres para peserta “berkumpul” kembali, tidak harus secara fisik tetapi saling kontak, untuk menumbuhkembangkan spiritualitas. “Memang luas sekali, tetapi minimal kita coba mengangkat Bunda Maria dari Gereja kita dulu.”

Direktur dan Moderator Marian Centre Indonesia, Pastor Stefanus Buyung Florianus OCarm menyatakan Kongres Nasional Maria yang kedua akan diadakan. Namun, waktu dan tempatnya belum bisa dipastikan.

Ia mengatakan, kemungkinan kongres ini dilaksanakan setiap dua tahun. Pastor Buyung mengatakan, kelanjutan kongres dan kegiatan-kegiatan lainnya akan diatur oleh asosiasi yang telah dibentuk dalam kongres.

Menurutnya, umat memerlukan katekese tentang Maria dengan dasar Kitab Suci dan perjalanan devosi. “Dari situ umat dapat berguru pada Maria dan dapat menghayatinya dalam kehidupan sehari-hari untuk menjadi rasul pemersatu.”

 

Hermina Wulohering

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini