Mulai dari Sekertaris RT

377
Al. Andang Binawan SJ.
[HIDUP/Felicia Permata Hanggu]

HIDUPKATOLIK.com – Perempuan yang terjun dalam politik jangan mengejar ambisi pribadi semata.

Pada bulan September 2017, Paus Fransiskus menyerukan agar umat Katolik baik laki-laki dan perempuan berpartisipasi dalam kancah politik. Seruan ini menjadi katalisator bagi perempuan Katolik untuk semakin aktif dalam berpolitik. Dalam konteks Indonesia, tahun ini rakyat akan menyongsong tahun politik. Keterlibatan perempuan Katolik Indonesia dalam pesta demokrasi ini pun ikut menjadi sorotan.

Vikaris Episkopalis Keuskupan Agung Jakarta (Vikep KAJ) Pastor Andang Listya Binawan SJ mengungkapkan, Gereja selalu menempatkan laki-laki dan perempuan dalam pandangan yang setara. Keduanya sederajat dalam martabat namun berbeda dalam peran. “Gereja mempunyai prinsip kesetaraan, tetapi bukan dalam arti kesetaraan itu harus semua sama, tetap ada perbedaan,” ungkap Dosen di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara ini.

Imam Serikat Yesus ini menegaskan, bahwa dalam konteks politik, persoalannya bukan pada keterlibatan perempuan tapi keterlibatan awam. Gereja justru mendorong awam laki-laki maupun perempuan terlibat di dalam politik karena adalah tugas dan panggilan awam, untuk menggarami kehidupan di dalam masyarakat. Namun, jika berbicara mengenai perempuan dalam arti sempit, Gereja memiliki kepedulian terhadap perempuan yang selama ini dianggap kurang berperan di dorong untuk berperan.

Sebelum seorang perempuan terjun dalam keterlibatan politik, lanjut Pastor Andang, ia sebaiknya mempunyai kesadaran politik terlebih dahulu. Seorang perempuan setidaknya menyadari bahwa tindak-tanduknya mengandung muatan politis. Pastor Andang mencontohkan bagaimana konsekuensi pembelian sebuah barang, apakah akan memilih membeli barang lokal atau buatan luar? Proses ini pun dinamakan tindakan politis. Maka, kesadaran politik dalam arti luas ini pun diperlukan agar tidak sembarangan dalam bertindak.

Setelah perempuan memiliki kesadaran politik, barulah memperjuangkan ikhwal yang lebih jauh lagi yakni politik dalam arti sempit pada konteks pengambilan keputusan. Pastor Andang menambahkan, melalui kesadaran politis, perempuan akan bisa mengenali dan menyuarakan secara aktif aspirasi khas perempuan untuk diperjuangkan.

Berkaca dari pengamatan yang telah lalu, Pastor Andang sepakat bahwa pembinaan kesadaran politik inilah yang harus dihadirkan misalnya oleh Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI). Dengan demikian, WKRI adalah jembatan bagi perempuan Katolik Indonesia agar bisa membina relasi dengan masyarakat yang lebih luas. Selain itu, mengingatkan para perempuan, baik yang tergabung dalam anggota maupun tidak, untuk selalu melihat perspektif politik di dalam tindakan dan perilakunya. “Saya mengkritik jika kegiatan WKRI hanya seputaran paroki saja.”

Menurut Pastor Andang, WKRI adalah jembatan pertama perempuan Katolik untuk mengenal kehidupan berpolitik agar berani terjun ke dalam hidup bermasyarakat. WKRI menjadi jembatan baik bagi perempuan maupun bagi gereja. Ia berpesan agar WKRI berfungsi dengan baik untuk sungguh menjadi jembatan yang sekaligus mendorong dan menarik perempuan Katolik untuk terjun di dalam masyarakat. Namun demikian.

Ia juga mengingatkan bahwa panggilan menjadi seorang ibu jangan dilupakan. Perempuan yang terjun ke dalam politik jangan mengejar ambisi pribadi semata karena bagaimanapun perempuan tetap harus ingat bahwa di dalam konteks panggilannya dia adalah seorang istri dan seorang ibu. Tidak boleh panggilan utama itu dilupakan. “Perempuan Katolik beranilah terjun, jadi sekretaris RT juga bagus, tapi keluarga tetap jadi prioritas,” ungkap Pastor Andang.

Felicia Permata Hanggu

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini