HIDUPKATOLIK.com – Zaman dulu dan zaman sekarang amat berbeda jauh. Pada zaman dulu, dapat dilihat dengan begitu luar biasa keindahan alam, serta luar biasa solidaritas yang dimiliki oleh semua orang beriman. Semua orang pada zaman dulu, tidak begitu peduli akan kebutuhan alat-alat dan mesin.
Karena semua orang pada zaman dulu selalu mengandalkan Tuhan dalam segala hal, seperti: bekerja, membangun keluarga, serta menjaga keindahan lingkungan. Sedangkan zaman sekarang dapat kita lihat perbedaan yang begitu jauh dari zaman dulu.
Semakin bertambah tahun, manusia semakin bertambah dan memiliki daya intelektual yang besar. Akibatnya dari ini semua adalah, banyaknya teknologi yang berkembang pesat, sehingga semua orang mendapatkan segala sesuatu secara instan.
Dalam kehidupan Gereja pun juga hampir tercemar oleh adanya kemajuan teknologi yang dibuat oleh manusia. Dapat kita lihat secara realita, manusia menggunakan Alkitab online serta semua aplikasi yang praktis sehingga tidak kerepotan membawa sesuatu yang kuno. Padahal, yang kuno itulah merupakan tradisi Gereja yang tidak boleh kita lupakan.
Dalam hal ini, kita boleh mengikuti zaman yang semakin berkembang. Akan tetapi, kita tidak boleh sampai melupakan semua tradisi suci Gereja Katolik yang selama ini menopang hidup kita. Arti dari tradisi sendiri adalah berupa persembahan, penyerahan, dan melakukan amal bakti. Melalui tradisi suci tersebut, kita dapat mendalami arti hidup kita di dalam Gereja Katolik ini.
Kita hendaklah tidak hanya sekedar tahu, namun juga perlu mendalaminya. Tradisi itu juga perlu kita didalami dalam segala hal, seperti Tata Perayaan Ekaristi, hingga hidup yang penuh suka-cita. Hidup kita akan semakin diberikan berkat apabila menghayati tradisi itu secara penuh dan tidak dinodai oleh teknologi sehingga konsentrasi kita menjadi berkurang.
Oleh sebab itu, tradisi tetaplah tradisi. Tradisi tidak boleh dicampur aduk oleh kemajuan teknologi dengan tujuan yang praktis. Kita harus bertanggung jawab atas iman dan tradisi yang kita miliki. Tradisi inilah yang membuat Gereja semakin kokoh dalam menjalani tugas pewartaan.
Upaya Gereja untuk menghadapi manusia yang semakin canggih, ada di dalam diri pribadi masing-masing. Entah upaya itu tercapai atau tidak, maka kitalah yang memiliki wewenang untuk mendukung upaya tersebut. Upaya tersebut adalah menciptakan solidaritas, kreativitas, hingga tekad yang kuat dalam menjalani upaya tersebut.
Tidak perlu memulai dari hal yang paling besar, melainkan memulainya dari hal yang sederhana namun konkrit. Contoh hal yang paling sederhana untuk memulainya, ialah: berusaha untuk meningkatkan kesadaran diri dan kepekaan diri. Sulit rasanya jika kita hanya menasihati orang lain, tetapi diri kita sendiri belum bisa dinasihati.
Oleh sebab itu, nasihatilah diri sendiri sebelum menasihati orang lain. Selain itu, dalamilah doa-doa Gereja dan ajaran Kitab Suci serta melaksanakannya dalam kehidupan nyata, misalnya menolong sesama, mengasihi sesama, hingga menghayati dan melakukan 10 perintah Allah.
Terakhir adalah melakukan kegiatan-kegiatan yang positif untuk menumbuh-kembangkan semangat iman Kristiani kita. Daripada kita hanya menggunakan waktu untuk bermain android, alangkah baiknya jika kita melakukan hak yang amat kreatif dan berbau rohani.
Misalnya dengan membuat barang rohani dari barang bekas seperti patung, gantungan kunci, dan sebagainya, membuat penghijauan di lingkungan gereja, hingga membentuk komunitas rohani yang baik, dan bertanggung jawab atas tugas dan peraturan Gereja yang berlaku.
Keberhasilan tentu akan tercapai jika kita memiliki tekad dan semangat yang besar. Oleh sebab itu, jika kita ingin tradisi Gereja tetap terjaga dengan baik, maka jagalah itu dengan penuh ketulusan dan tanggung jawab. Jangan menunggu orang lain dan jangan menunggu hari esok.
Lakukanlah sesegera mungkin dan dari dalam diri sendiri. Melalui tindakan positif, kita mampu mengembangkan Gereja menjadi lebih baik dan mengalahkan kemajuan teknologi yang membuat kita terkadang lupa diri.
Yakobus Christian Welan, Kalimantan Tengah