Pendidikan Gen-Z

379

HIDUPKATOLIK.com – Kita hidup dalam masyarakat yang sedang dan selalu berubah. Sejak dulu masalah sosial budaya berkembang, dari perlahan-lahan dan dewasa ini berubah sangat cepat. Banyak pakar mengkaji perkembangan dan mampu menulis kajiannya secara menarik, provokatif, menggugah, bahkan menggelisahkan. Alvin Toffler misalnya, memakai istilah “kejutan masa depan”. Bahwa seluruh akar yang lama seperti agama, negara, masyarakat, keluarga, pekerjaan sedang goyah digoncang dampak badai dorongan akseleratif. Maka, kita pun perlu pikir ulang tentang pendidikan anak-anak.

Selanjutnya, John Naisbitt misalnya, menggunakan istilah kunci “paradoks global”. Bahwa dalam diri manusia ada keinginan akan keseimbangan antara kesukuan dan universalitas. Kita boleh berpikir global, bertindak lokal, tapi juga berpikir lokal dan bertindak global. Pertanyaannya adalah “bagaimana dengan pendidikan anak-anak kita?”

Banyak lagi kajian-kajian sosio-budaya yang ditulis menarik, yang dapat kita catat. Namun dewasa ini muncul lagi istilah generasi milenial. Generasi ini lahir sekitar tahun 1980-2000. Mereka lahir pada saat televisi berwarna, handphone, dan internet sedang diperkenalkan. Mereka kerap dinilai sebagai generasi yang kurang peduli dengan dunia politik dan ekonomi. Mereka tak suka dengan sistem birokrasi, namun cenderung hidup hedonis. Mereka berburu mencari peluang bisnis. Mereka menghabiskan banyak waktu di depan perangkat mobile dan mengandalkan media sosial sebagai tempat mendapatkan informasi. Wawasan mereka lebih terbuka dan lebih mudah mengadopsi nilai-nilai modern ketimbang nilai ketimuran. Kita pun bertanya, “bagaimana dengan pendidikan anak-anak kita?”

Begitu belum selesai dengan persoalan generasi milenial, lagi-lagi kita dihadapkan dengan generasi Z atau post milenial, yang lahir tahun 2000-2020. Generasi ini lahir ketika media sosial sudah dikenal dan berkembang pesat, sehingga mereka sangat melek internet. Akibatnya mereka kurang fokus, ada kesan tak serius dalam bekerja karena dalam waktu bersama mereka bisa melakukan beberapa kegiatan. Generasi ini cenderung lebih menjadi tenaga kerja lepas ketimbang bekerja formal. Tingkah laku mereka cenderung tidak mengikuti pola etiket yang biasa berlaku. Bisa saja mereka dinilai kurang sopan. Namun mereka mampu berteman dengan pelbagai orang berbeda latar belakang agama dan budaya. Mereka cenderung bekerja di rumah dan memilih privasi namun selalu membarui informasi dari internet. Pertanyaan kita, “bagaimana dengan pendidikan yang tepat bagi generasi Z?”

Terdapat tiga pendapat tentang perubahan. Pendapat pertama mengatakan, bahwa dunia selalu berubah, bagaikan sungai yang mengalir. Tak ada yang tetap. Tak ada kepastian karena yang pasti adalah perubahan itu sendiri.

Namun pendapat kedua mengatakan, yang ada selalu tetap ada, maka tak ada perubahan. Hanya yang ada itu ada, tak bergerak, tak berubah, tak terhancurkan. Jalan tengah dari pendapat ketiga bahwa memang ada perubahan tapi ada juga yang tak berubah. Dunia sosial-budaya berubah, namun nilai-nilai moral tak bisa berubah. Etiket boleh berubah dan berbeda dari satu masyarakat dengan yang lainnya, namun etika tak dapat berubah. Manusia sejatinya selalu memiliki nilai-nilai moral, yang semakin hari semakin dipahami lebih tajam, lebih rinci, lebih kontekstual, bahkan makin universal.

Kita tak boleh terbuai dan tenggelam dalam perubahan sosial-budaya. Kita jangan terbawa arus tapi justru melawan arus. Kita harus mencari peluang yang tepat untuk menegakkan nilai nilai moral dan etika dalam lembaga-lembaga pendidikan; formal, non formal, dan informal.

Kendati pun anak sibuk dengan dunia internet, kita harus tekun mendampingi mereka agar rajin membaca. Dewasa ini semakin gencar dicanangkan kegemaran membaca buku, pendirian perpustakaan, tugas literasi, dan lain-lain. Membaca memperoleh horizon persoalan lebih luas dan tak boleh dilupakan ada komunikasi timbal balik antara tulisan di atas kertas dan pembaca. Berpeganglah teguh pada prinsip di tengah derasnya arus perbuahan. Setelah generasi Z, menyusul generasi apa lagi?

RD Jacobus Tarigan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini