Antisipasi Kurikulum 2013

248

HIDUPKATOLIK.com – Saat ini masih banyak sekolah Katolik yang belum mempergunakan Kurikulum 2013 (K-13). Ada banyak alasan menunda pelaksanaan Kurikulum 2013. Namun, menurut saya, menunda hanya akan merugikan sekolah Katolik sendiri.

Peta jalan implementasi K-13 di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejak zaman Anies Baswedan sampai Muhadjir Effendy tidak berubah. Tahun 2019-2020 semua sekolah sudah harus melaksanakan K-13. Ini berarti tahun depan, siap atau tidak siap, suka atau tidak suka, sekolah Katolik harus melaksanakan K-13.

Saya termasuk penentang K-13 sejak awal diluncurkan. Bukan hanya saya, tapi praktisi dan akademisi yang paham kurikulum pasti menolak K-13. Konsepnya kacau, mulai struktur kurikulum, metode pengajaran dan evaluasi. Kekacauan konsep ini terbukti ketika dilaksanakan di lapangan. Ada banyak masalah muncul terkait cara pengajaran, terutama di Sekolah Dasar dengan tematik integratif, sistem penilaian, terutama penilaian sikap, dan kerumitan pelaporan dalam rapor.

Tahun pertama implementasi K-13 jelas merupakan masa yang paling berat bagi sekolah pelaksana. Tak heran Mendikbud Anies Baswedan meminta beberapa sekolah untuk kembali ke Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) meskipun sudah satu semester melaksanakannya. Pada masa Anies ada revisi K-13, seperti penilaian sikap, dan penegasan Kompetensi Inti Spiritual dan Sosial hanya untuk mata Pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti dan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN).

Kita tahu K-13 banyak kelemahannya. Namun, sejak zaman Anies sudah ada perubahan-perubahan meskipun tidak fundamental. Kemajuan ini patut diapresiasi.

Beberapa sekolah Katolik yang “dipaksa” melaksanakan K-13, selama 4 tahun ini sudah relative lebih terlatih menyikapi struktur K-13 dan implementasinya di sekolah. Mereka ini beruntung. Meskipun tertatih-tatih, mereka mendapat beberapa pelatihan dan akhir-nya tetap bisa melaksanakan K-13. Yang sekarang belum melaksanakan K-13, pasti akan lebih tertatih-tatih lagi tahun depan ketika K-13 diwajibkan di semua sekolah.

Keengganan sekolah Katolik mengikuti kebijakan Pemerintah perlu menjadi refleksi kritis bagi kita sendiri. Bahwa sebuah kebijakan bisa keliru, tidak berarti kita harus menolak begitu saja. Sementara itu, suka atau tidak suka, sekolah Katolik, meskipun merupakan sekolah swasta, tidak memiliki banyak pilihan dan ruang berekspresi untuk membuat kebijakan sendiri. Seluruh kebijakan di sekolah harus mengikuti kebijakan Kementerian.

Kita tertantang bagaimana mengikuti kebijakan Kementerian, yang di satu sisi banyak kelemahannya, namun di lain sisi, kita tetap dapat mempertahankan identitas kekatolikan kita.

Menjadi sadar pentingnya mengikuti kebijakan K-13 saat ini sudah terlambat. Namun, tidak ada kata terlambat untuk menjadi lebih baik. Apa yang bisa kita lakukan?

Pertama, Majelis Pendidikan Katolik (MPK) di setiap Keuskupan harus mulai memetakan sekolah-sekolah Katolik pelaksana K-13. Ini penting untuk melihat siapa saja pelaku K-13 yang bisa menjadi sumber pembelajaran sekolah lain.

Kedua, pengelola sekolah Katolik bersama MPK perlu mendesain kegiatan berbagi pengetahuan untuk melihat praktik baik dan strategi-strategi agar sekolah yang belum melaksanakan K-13 dapat mempersiapkan diri dengan baik.

Ketiga, sekolah-sekolah Katolik perlu berinisiatif untuk secara mandiri mempelajari dan mendalami K-13 dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia di kalangan Katolik sendiri.

Doni Koesoema A.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini