Calon Imam di Era Digital

337
????????????????????????????????????

HIDUPKATOLIK.com – Saat ini kita berada di era digital. Pengajar filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta F. Budi Hardiman, menyebut manusia sekarang ini sebagai “homo digitalis”. Hardiman, antara lain mengatakan, “makhluk yang dikendalikan media, berfungsi sebagai media, dan mengadaptasi iklim teknologi digital ini boleh kita sebut homo digitalis.Homo digitalis bukan sekadar pengguna gawai. Ia bereksistensi lewat gawai. Eksistensinya ditentukan oleh tindakan digital, yakni uploading (mengunggah), chatting (ngobrol), posting (mengirim) dan seterusnya. Dengannya ia berbagi atau pamer untuk kebutuhan akan pengakuan,” (Kompas, 1/3/2018).

Pengaruh teknologi digital telah menyentuh sendi-sendi kehidupan orang-orang zaman now. Gaya hidup orang-orang zaman digital ini telah berubah sedemikian drastis bila dibandingkan dengan era sebelumnya. Hampir setiap orang sibuk dengan telepon genggam masing-masing tanpa mengenal batas ruang dan waktu. Orang-orang asik dengan dirinya sendiri. Tak jarang, dalam kesendirian orang tersenyum dan tertawa tanpa sebab hanya dengan menggenggam telepon selulernya.Tidak hanya orang-orang dewasa yang masuk dalam kategori “homo digitalis” ini. Anak-anak dibawah 15 tahun pun sangat bergantung pada gawai karena mereka bisa memperoleh segalanya lebih cepat, akurat, dan banyak.

Revolusi digital menerobos ruang-ruang pribadi kita. Tak terhindarkan! Konon hampir seratus empat puluh empat miliar surat elektronik lalu-lalang setiap harinya di jaringan dunia maya. Orang-orang zaman sekarang telah tersambung secara tak terbatas dengan orang-orang dari belahan dunia mana saja. Menjadi masyarakat berjejaring (network society), menjadi warganet (netizen).

Di sinilah barangkali titik krusialnya. Di satu sisi, era digital ini membawa perubahan (baca: revolusi) positif bagi kehidupan umat manusia, termasuk umat beriman di dalamnya. Namun di sisi lain, dampak-dampak negatif, bahaya-bahaya atau ancaman-ancaman baru muncul menyertainya. Bagaikan pisau bermata ganda. “Oleh karena itu, umat perlu dibina dan dilatih agar di tengah-tengah budaya digital, mereka dapat hidup bijak dengan mampu memilih dan memilah dalam menggunakan hasil-hasil teknologi digital secara bijak dan tepat guna” (Komkat KWI 2014). Karlina Supelli (Dalam “Hiruk Pikuk Jaringan Sosial Terhubung”, 2017) mengatakan, “Teknologi (teknologi digital, Red.) membawa ambiguitas di dalam dirinya. Tidak ada arah tunggal dalam kemajuan teknologi. Sungguh bukan langkah yang mudah persis karena teknologi memaksa kita mengikuti cara kerjanya melalui kenikmatan gaya hidup yang disodorkan.”

Tantangan yang sama berlaku bagi para calon imam masa kini. Sebagai makhluk sosial, menyetir Martin Heidegger, “setiap orang hidup bersama dengan orang lain”. Para calon imam itu pun hidup bersama orang lain baik di dalam komunitas maupun di luar komunitas. Kehadiran teknologi digital, terutama telepon genggam, bagaikan pisau bermata ganda bagi mereka. Sikap para pendidik pun terbelah. Ada yang mengizinkan calon imam menggunakan teknologi ini secara bebas. Namun ada yang melarangnya secara tegas dengan pelbagai macam pertimbangan.

Redaksi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini