Berbenah dari Dalam

306
Ketua Presidium Pengurus Pusat PMKRI, Juventus Prima Yoris Kago.
[HIDUP/Yanuari Marwanto]

HIDUPKATOLIK.com – Penataan organisasi secara modern dan profesional merupakan salah satu misinya. Pada Tahun Politik, ia mengajak anggotanya waspada. Ada yang memainkan isu SARA.

Dia terpilih sebagai “komandan” baru PMKRI dalam Majelis Permusyawaratan Anggota (MPA) di Palembang, akhir Januari lalu. Apa saja yang mau ia kerjakan? Berikut nukilan wawancara dengan Ketua Presidium Pengurus Pusat PMKRI Juventus Prima Yoris Kago:

Banyak umat menyoroti soal kerapian, kebersihan, dan ketertiban Margasiswa. Bagaimana pendapat Anda?

Saya sangat terbuka menerima kritikan dari setiap orang. Kami membutuhkan dialog dengan semua stakeholder sebagai bahan refleksi dan perbaikan kami ke depan. Kami, sebagai orang muda, tak luput dari kekeliruan dan kesalahan. Kami berupaya untuk membenahi diri. Silakan tegur jika kami ada kesalahan.

Di kompleks Margasiswa –Jalan Sam Ratulangi nomor 1– ada dua sekretariat, PMKRI Pusat dan Cabang Jakarta Pusat. Memang ada semacam konvensi pengurus pusat atau cabang akan lebih fokus mengurus kerja organisasi bila tinggal di Margasiswa. Praktis yang tinggal di sini adalah pengurus. Margasiswa sedang direnovasi sehingga ada kekurangan di sana-sini. Ini menjadi fokus saya untuk membangun dan membenahi internal PMKRI ke depan.

Pembenahan internal itu nomor satu, salah satunya dimulai dari rumah, dari kebiasaan sehari-hari. HIDUP juga melihat berbagai perlengkapan kantor di sini, itu yang ingin kami dorong. Kami ingin menjalankan kerja organisasi dengan pendekatan modern atau kekinian sehingga perlahan-lahan terbiasa dan semakin jelas indentitas kami sebagai mahasiswa.

Apa benar selama ini hanya pengurus yang tinggal di Margasiswa?

Saat berkunjung ke sana, HIDUP melihat lima orang; tiga sedang ngobrol, dua lain di kamar dalam posisi tidur.

Fokus utama (tinggal di sini) adalah pengurus. Tapi, PMKRI punya tiga benang merah yang menjadi satu kesatuan, yakni Kristianitas, intelektualitas, dan fraternitas (kebersamaan, persaudaraan). Bagi kami, kebersamaan itu bisa dipupuk jika kita bisa berjabat tangan dan bertatap mata setiap hari. Bila chemistry sudah terbangun maka lebih mudah untuk melakukan kerja organisasi.

Margasiswa adalah rumah bersama, untuk itu tak ada batasan. Semua orang bisa berproses, tinggal, dan hidup di sini selama menaati catatan yang berlaku, antara lain soal kinerja dan aktivitas. Fokus saya ke depan, dengan keberadaan Margasiswa, terbuka kesempatan beraktivitas untuk semua orang, ada aturan yang harus ditaati, maka aktivitas organisasi harus terus digenjot.

Apakah ada aturan tertulis penggunaan Margasiswa?

Kami di pusat ada, begitu juga di cabang.

Seperti apa konkretnya?

Kami (pengurus pusat) tidak bisa melangkah terlalu jauh ke dalam cabang karena ada otonomi cabang. Cabang punya otoritas sendiri, selama tak menggangu pengurus pusat silakan jalan. Asal sinergitas tetap terbangun. Sementara di pengurus pusat, pada periode kemarin ada aturan, tiga hari (tinggal) untuk mereka yang bukan pengurus.

Kami selalu membuka diri untuk mereka yang tinggal dan menginap di Margasiswa. Kami memiliki 72 cabang di seluruh Indonesia. Jika mereka ada kegiatan di Jakarta, mereka bisa menginap di Margasiswa seminggu, sebulan, atau bahkan dua bulan. Nah, setelah masa transisi ini, saya ingin pendekatan modern dan manajemen profesional.

Saya berencana untuk membuat aturan yang mengikat seluruh pengurus pusat. Sehingga saat mereka hadir di sini bisa menjalankan kerja organisasi secara optimal. Misal, lima jam setiap hari mereka berkantor di sini. Sehingga kita bisa mengetahui secara detail kerja organisasi setiap cabang, juga isu eksternal yang harus disikapi bersama.

Jadi, fokus kepengurusan Anda adalah pembenahan internal?

Perhatian utama kami memang itu. Tapi, juga tak ingin menutup mata kepada persoalan eksternal, yakni membangun habitus baru dalam berpolitik. Bagaimana pun juga PMKRI harus adaptif dan responsif terhadap persoalan-persoalan eksternal.

Apa ada hal lain yang akan anda lakukan terkait pembenahan diri PMKRI?

Silabus kurikulum pembinaan. Saat ini, teknologi dan ilmu pengetahuan sangat berkembang. PMKRI harus hadir mengambil segmentasi milenial. Karena itu, PMKRI harus merubah pola pembinaan, jangan terlalu formalistik, melainkan pengembangan keahlian dan jejaring. Saya percaya, persaingan nanti terletak pada dua hal itu. Maka, PMKRI harus memuluskan ekspektasi dan passion anggota.

Saya menganalogikan PMKRI seperti gelas kosong. Jika ada orang datang dan meminta teh tapi diberi kopi, ia akan menolak dan pergi. Hal itu takkan terjadi jika kita memberikan sesuatu sesuai kebutuhan orang tersebut. Saya mengakui, selama ini kami merekrut anggota tapi kurang terawat secara baik. Saya mau proses pembinaan nanti berkelanjutan.

Lantas, apa yang akan dibuat PMKRI “ke luar”?

Menetapkan platform habitus atau keadaban baru dalam berpolitik. Akhir-akhir ini isu suku, agama, ras, dan antargolongan begitu menggeliat. Selain itu, korupsi elektoral menggurita. PMKRI harus membangun proses pendidikan, kesadaran baru dalam perpolitikan. Hal ini juga konkretisasi tema MPA kemarin tentang membumikan Pancasila.

Kami juga akan melakukan kajian karena itu nanti akan ada lembaga kajian. Selain itu, kami akan membuat diskusi dan seminar politik. Rekomendasi kegiatan tersebut akan menjadi platform dan bersinergi dengan banyak organisasi lain.

Universitas Katolik seharusnya menjadi ladang subur untuk merekrut calon anggota PMKRI, tapi kami menemukan, dari sana justru minim yang bergabung dengan PMKRI. Mengapa demikian?

Itu tanggung jawab saya selama dua tahun ke depan. Kami akan melakukan riset tentang itu. Ini menjadikan catatan atau kritik untuk kami. Meski demikian, suka atau tidak suka, eksistensi PMKRI sampai sekarang masih dihargai.

Terkait minimnya anggota PMKRI dari kampus Katolik, harus diakui, kami tak bisa masuk sendirian jika stakeholder Katolik tak membuka diri untuk kami. Jangan menstigma PMKRI hanya dari luar sehingga membentengi diri terhadap kami. Padahal, jika ada hal besar terjadi (menyangkut umat Katolik), justru PMKRI yang maju ke depan dan “pasang badan”.

Mari berdialog, jika kami salah, kami terima. Kami orang muda, butuh masukan, nasihat, dan dukungan. Kami tak mau menyalahkan, dan juga jangan kita saling menyalahkan. Mari kita sama-sama membangun soliditas, sinergitas, dan komunikasi.

Apa langkah awal yang akan Anda buat?

Saya tak ingin gebrakan luar biasa. Saya ingin membangun soliditas PMKRI seluruh Indonesia. Itu yang pertama. Saya ingin PMKRI responsif terhadap persoalan-persoalan sosial, seperti Pilkada. PMKRI harus hadir dan membangun habitus baru. Saya ingin membangun organisasi mulai dari gagasan.

Saya juga tak ingin one man show. Karena itu, saya mendorong para pengurus pusat bersafari ke daerah-daerah, sebab karya di PMKRI adalah kolektif-kolegial. Kepengurusan saya bakal gemuk nanti, tapi juga akomodatif sehingga menjadi representatif Indonesia mini. Selain itu, saya juga tak ingin organisasi ini terlihat patriakis, didominasi pria, maka akan banyak kader perempuan dari cabang akan saya rekrut sebagai pengurus pusat.

Yanuari Marwanto

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini