Pastoral Komunitas Kecil

1009
OMK Paroki Pamekasan mengadakan kunjungan ke Pondok Pesantren Al Anwar, Payudan, Pamekasan.
[Dok. Paroki Pamekasan]

HIDUPKATOLIK.com – Regenerasi menjadi tantangan yang dihadapi Gereja Katolik di Madura. Sebagai komunitas kecil, umat senantiasa menampilkan belas kasih kristiani.

Kendati hari telah larut bukan berarti tugas Romo Fransiscus B. Deddy Sulistya usai. Malam menjelang tidur, di hadapannya sudah siap sebuah Kitab Suci, penanggalan Liturgi, dan sebuah smartphone. Perhatiannya tertuju pada bacaan keesokan hari. Romo Deddy seketika menulis di layar telepon seluler miliknya, malam itu sebelum beranjak ke peraduan, ia mengirimkan daftar bacaan Injil itu kepada umat-umatnya di Paroki Maria Ratu Para Rasul Pamekasan, Jawa Timur.

Romo Deddy tidak akan beranjak untuk beristirahat malam, sebelum memastikan umatnya menerima daftar bacaan darinya. Begitu juga pagi hari, ketika menu sarapan sudah terhidang di meja makan pastoran, ia tidak langsung duduk dan bersantap. Ia akan mengirimkan terlebih dahulu renungan harian untuk umat lewat grup WhatsApp.

Begitulah keseharian Romo Deddy. Baru dua bulan menjadi Kepala Paroki Pamekasan, ia mengkampanyekan kepada umat untuk rutin menjalankan Lectio Divina. Ia menyadari, bahwa umat sebenarnya merindukan mendapat asupan rohani setiap hari

Pastoral Umat
Umat yang dilayani Romo Deddy di Pamekasan berkisar 500-an jiwa. Jumlah ini tergolong sangat sedikit apabila dibandingkan dengan keseluruhan penduduk di Pamekasan atau bahkan di Pulau Madura. Mayoritas umat adalah keturunan Tionghoa yang sudah turun-temurun tinggal di Pamekasan.

Romo Deddy mengungkapkan, tantangan pastoral di Pamekasan justru sangat dominan di dalam lingkup Gereja sendiri. Ia melihat, tidak ada regenerasi umat di Pamekasan. Setiap anak Katolik akan bertahan tinggal di Pamekasan hanya sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP). Setelah itu, mereka akan pindah untuk melanjutkan pendidikan dan tinggal di luar Pulau Madura. “Di paroki regenerasi umat menjadi keprihatinan, karena kebanyakan umat akan pindah dari Pamekasan setelah lulus SMP,” kata Romo Deddy.

Sr Florentina PIJ mengungkapkan, di Pamekasan ada tiga sekolah Katolik, Taman Kanak-kanak St Theresia, Sekolah Dasar Santo Redemptus, dan SMP Santo Thomas. Sr Florentina mengungkapkan, pada 1950-an, anggota masyarakat di luar Katolik pun menyekolahkan anaknya di Sekolah Katolik, namun kondisi saat ini berbeda, yang menyekolahkan anak di Sekolah Katolik hanya dari umat Katolik sendiri. “Itupun tidak semua umat menyekolahkan anaknya di Sekolah katolik di Pamekasan,” kata suster yang kini berkarya di SD Santo Redemptus Sumenep ini.

Meski demikian, pendidikan tetap menjadi salah satu karya pastoral yang tetap dipertahankan. Romo Deddy mengungkapkan, pendidikan Katolik tetap relevan sebagai sarana kaderisasi umat. Lewat pendidikan, Gereja ingin menyebarkan spiritualitas Kristiani, tidak saja untuk umat tapi juga kepada masyarakat.

Pendidikan menjadi salah satu strategi Keuskupan Malang dalam menjalankan karya pastoral. Romo Deddy menjelaskan, meski peminat sedikit, namun pendidikan masih menjadi sarana untuk menyebarkan nilai-nilai kekatolikan. “Saya mendorong setiap siswa untuk terlibat dalam kegiatan lingkungan, agar mereka mengenal dan tahu kegiatan di sana,” kata Romo Deddy.

Bentuk karya pastoral lain di Pamekasan adalah karya sosial yang dalam beberapa kesempatan dilakukan bersama dengan masyarakat lintas agama. Romo Deddy menjelaskan, paroki bersama Forum Kerukunan Antarumat Beragama Pamekasan beberapa kali bekerjasama dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Paroki juga mengadakan kegiatan anak muda lintas agama sebagai usaha mewujudkan persaudaraan di Pamekasan.

Romo Deddy mencontohkan, ketika terjadi banjir di daerah Sampang, umat bersama FKBU Pamekasan terjun langsung untuk memberikan bantuan kepada masyarakat korban banjir. Dengan kebersamaan ini, maka bantuan yang diberikan dapat diterima masyarakat tanpa ada kecurigaan. “Hubungan kami dengan FKUB berjalan dengan sangat baik, dan kami saling mendukung.”

Klinik Favorit
Dari tiga paroki di Pulau Madura, semua terdapat Sekolah Katolik. Di Paroki St Maria dari Gunung Karmel Sumenep terdapat sekolah TK, SD, dan SMP Sang Timur yang saat ini dikelola Suster-suster dari Kongregasi Sang Timur (Congregatio Pauperis Infantis Jesu/PIJ) dan berada di bawah Yayasan Karya Sang Timur. Saat ini, Suster-suster Sang Timur (PIJ) menjadi satu-satunya tarekat suster yang berkarya di Paroki Sumenep.

Kondisi sekolah Katolik di Sumenep tidak jauh berbeda dengan di Pamekasan. Kurangnya siswa menjadi tantangan yang sama dihadapi. Selain itu, tidak adanya regenerasi juga dialami di Paroki Sumenep. Sr Benedikta PIJ mengungkapkan, meski sulit dan terbatas namun ia berusaha menghadirkan pendidikan yang bermutu. Sekolah menanamkan pendidikan karakter sejak dini. Ia mencontohkan, anak-anak TK Sang Timur dididik untuk memiliki kepedulian sosial dengan terlibat langsung dalam karya sosial pembagian bantuan untuk masyarakat kurang mampu. “Saat kami membagikan bantuan untuk keluarga kurang mampu, kami mengajak juga anak TK,” ungkap Pimpinan Komunitas Suster-suster PIJ Sumenep ini.

Di Sumenep, Suster-suster Sang Timur juga memiliki karya di bidang kesehatan. Klinik Sang Timur mulai berjalan sejak Februari 1972, tak berjarak lama, klinik ini mendapat izin operasional secara resmi pada 1 Juni 1972. Berdiri di pinggir jalan utama menuju Pelabuhan Kalianget, Sumenep, Klinik Sang Timur menjadi tempat favorit masyarakat Sumenep.

Sr Benedikta menyadari, sebagai pelayanan kesehatan Katolik, kehadiran Klinik Sang Timur membawa semangat dan spiritualitas Kristiani. Untuk itu, klinik terbuka bagi siapa saja yang ingin berobat. Setiap orang, tidak membedakan latar belakang agama atau suku, akan mendapatkan pelayanan yang sama di klinik ini. “Kami berusaha merawat dengan sepenuh hati dan cinta, seperti teladan Kristus sendiri,” kata Pimpinan Klinik Sang Timur ini.

Sr Skolastika menjelaskan, sedapat mungkin merekrut karyawan dari masyarakat sekitar. Sebanyak, 90 persen karyawan baik perawat maupun pekerja lain, berasal dari Sumenep. Hal ini dilakukan agar masyarakat juga merasa ikut memiliki klinik. “Karyawan kebanyakan dari Sumenep, sejauh ini tidak ada karyawan berasal dari luar Sumenep,” sambungnya.

Romo Nolaskus Harsantyoko OCarm atau yang akrab dipanggil Romo Hari mengatakan, karya kesehatan yang dijalankan Suster-suster Sang Timur ini mampu mendekatkan Gereja Katolik dengan masyarakat Madura. Ia mengakui, sebagai satu-satunya karya kesehatan Katolik, Klinik Sang Timur tetap menjadi favorit bagi masyarakat Sumenep. Di Klinik Sang Timur, 90 persen pasien adalah orang-orang Madura yang beragama Muslim. “Lewat klinik inilah Gereja Katolik hadir dan menyapa masyarakat,” kata Kepala Paroki Sumenep ini.

Dengan mayoritas umat yang berlatar belakang budaya Tionghoa, Paroki Sumenep juga memiliki tantangan dalam hal regenerasi. Romo Hari menjelaskan, meski sedikit, dalam kegiatan doa umat sangat antusias menjalankan beragam devosi. Kegiatan seperti doa Rosario dan doa Kerahiman Ilahi menjadi dua macam devosi yang berjalan dengan baik di Paroki Sumenep.

Pada Oktober tahun lalu, Paroki Sumenep merayakan 80 tahun berdirinya. Ini juga menjadi tanda peziarahan Gereja di Madura selama delapan dasawarsa. Uskup Malang Mgr Henricus Pidyarto Gunawan OCarm hadir dalam perayaan. Ini menjadi momen pertama kali bagi Mgr Pidyarto menjumpai kawanan umat di Madura.

Komunitas Kecil
Andreas Slamet sudah puluhan tahun tinggal di Desa Telang, Bangkalan, Jawa Timur. Setelah pensiunan sebagai Anggota TNI Angkatan Laut, Slamet memilih tinggal di daerah paling Barat Pulau Madura ini. Selama tinggal di Telang, Slamet aktif dalam setiap kegiatan menggereja di Stasi St Maria Immaculata Telang, Paroki St Maria Fatima Bangkalan. “Sejak awal saya sedapat mungkin membantu dalam setiap kegiatan stasi,” kata Slamet.

Tidak hanya di Telang, di Bangkalan secara keseluruhan umat Katolik sangat sedikit. Meski demikian, Slamet merasa tidak ada hambatan dalam menjalankan imannya di tengah masyarakat Madura. Kegiatan doa lingkungan tetap berjalan aman.

Paroki Bangkalan juga tercatat memiliki karya pendidikan TK Katolik Maria Fatima, SD Katolik Maria Fatima, dan SMPK Santo Yusup. Ketiganya di bawah Yayasan Karmel yang berpusat di Malang. Selain itu, di Paroki Bangkalan juga terdapat komunitas Suster Belaskasih dari Hati Yesus yang Maha Kudus (HK).

Romo Agustinus Maryanto menjelaskan, pastoral yang dijalankan di Paroki Bangkalan hanya sebatas pelayanan sakramental, rohani, pendidikan, dan beberapa karya sosial yang diadakan paroki. Untuk bidang rohani, Romo Maryanto melihat antusiasme umat dalam keterlibatan mereka dalam doa dan kegiatan-kegiatan rohani. “Doa bersama di lingkungan dapat berjalan dengan baik, di sinilah mereka dapat saling berjumpa,” ungkap Romo Paroki Bangkalan ini.

Mayoritas umat di Paroki Bangkalan berasal dari latar belakang budaya Tionghoa, dan sebagian Jawa. Dengan umat yang hanya sekitar 500, Romo Maryanto gembira dengan semangat umat dalam kehidupan menggereja. Ia menyebutkan, dua organisasi Katolik yang ada di parokinya adalah Legio Maria dan Wanita Katolik Republik Indonesia. “Di sini, Meski sebagai komunitas kecil, organisasi Katolik dapat hidup dengan baik,” kata Romo Maryanto.

Antonius E. Sugiyanto

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini