Dari Hobi Menjadi Komunitas Katolik

545
Kompak: Para Anggota Genta Ignatius berfoto bersama.
[NN/Dok. Genta Ignatius]

HIDUPKATOLIK.com – Disatukan oleh hobi bermain karawitan, komunitas ini mempersembahkan harmoni indah denting gamelan untuk pelayanan gereja dan pelestarian budaya.

Alunan musik gamelan sayup-sayup terdengar di halaman gereja St Ignatius Loyola, Jalan Malang, Jakarta, Sabtu siang itu. Halaman gereja tampak sepi. Alunan nada yang dihasilkan dari logam itu terdengar silih berganti mencipta harmoni, dari sebuah ruangan paroki. Albertus Thomas Wahyudi, akrab disapa Wahyudi, mengajari tujuh anak-anak memainkan musik tradisional Jawa, baik lagu-lagu tradisional Jawa, maupun lagu-lagu untuk liturgi. Latihan ini sebagai persiapan pentas.

“Mari masuk, dengarkan anak-anak ini berlatih dulu,” sapa Wahyudi sambil meneruskan melatih. Anak-anak yang dilatih berasal dari SD Ignatius Loyola, Jalan Malang yang merupakan salah satu kelompok dari tiga kelompok Genta Ignatius. Kelompok anak-anak ini berlatih secara rutin setiap Kamis seusai sekolah. Dan jika perlu, latihan tambahan setiap Sabtu siang.

Kemurahan Hati
Komunitas ini diberi nama Gamelan Cinta Ignatius atau disingkat Genta Ignatius. Nama tersebut, baru dipakai sejak 30 November 2010 dengan harapan agar cinta dapat diwartakan melalui gamelan. Komunitas ini sebenarnya sudah berdiri sejak 2009, terdiri dari tiga kelompok, yakni anak-anak berjumlah 12 orang dan kelompok dewasa yang dibagi dalam kelompok Genta 1 dan Genta 2. Dua kelompok dewasa ini biasa berlatih setiap Senin dan Kamis malam, setelah pulang kerja. Salah seorang yang mengkoordinasi kelompok ini adalah Titik Bartje van Houten, istri dari Bartje van Houten, vokalis grup musik D’Lloyd yang populer di era 1970-an.

Awalnya, komunitas ini dipelopori oleh RD Pranata Seputra (Alm) dan beberapa umat Paroki Jalan Malang, yaitu A.T. Wahyudi, F.X. Soemarto, F.X. Soebiyanto, Soegiarto, Sajuga, Dewi Soemarto, Shanti Savitri dan Listyastuti. Mereka memang berminat pada karawitan atau musik gamelan. Untuk mendukung kegiatan ini, RD Pranata Seputra dan Wahyudi mencari seperangkat gamelan. Berkat kemurahan hati umat yang mau meminjamkan uang kala itu, akhirnya alat-alat karawitan senilai 15 juta rupiah diboyong dari Jonggol, Jawa Barat. Peralatan tersebut milik Tri Soetrisno yang kemudian dijual kepada kelompok ini. Setelah peralatan tersedia, kelompok mulai latihan sekali seminggu dan kemudian menggalang dana untuk mengembalikan uang pinjaman dari umat. Berbagai cara mereka lakukan, mulai dari pentas, mengumpulkan sumbangan dari umat, hingga melelang barang-barang antik milik F.X. Soemarto. Syukur, sedikit demi sedikit dana terkumpul hingga komunitas bisa melunasi pinjaman.

Mulai Berkiprah
Setelah rutin berlatih, mereka lantas merekrut anggota. Mereka tampil perdana pada Perayaan 60 Tahun Pesta Nama Santo Ignatius dari Loyola. Kemudian, pada 2009, Genta Ignatius juga mengiringi pementasan Wayang Orang Goro-Goro di parokinya, dalam rangka Pesta Paskah Lansia. Selain itu, Genta Ignatius juga pernah melakukan pementasan pada peringatan 1000 hari meninggalnya RD Pranata Seputra, pada 18 Mei 2014. Komunitas juga sedang merencanakan pentas pada November 2014 nanti. Jika dihitung, sampai sekarang mereka telah menyelenggarakan pementasan sebanyak tujuh kali. Wahyudi mengatakan, dalam setiap pementasan, ia berusaha menyusun teks-teks lagu yang ia peroleh dari berbagai tempat. “Biasanya saya mencari ke Paroki Stefanus Cilandak dan Paroki Keluarga Kudus Pasar Minggu,” ungkapnya.

Jika berlatih untuk pentas, biasanya banyak anggota yang datang. Namun, pada saat latihan rutin, biasanya kurang dari 10 orang. Di antara mereka yang aktif, tidak ada anak muda yang bergabung. “Mungkin, anak muda belum tertarik dengan musik tradisional seperti gamelan ini,” ujar Br Stevanus Prihana SJ, yang juga bergabung dengan Genta Ignatius sejak setengah tahun lalu.

Melalui latihan rutin, selain berlatih, para anggota juga saling bertukar cerita dan pengalaman setelah lelah bekerja. Dari sinilah keakraban tumbuh. Awalnya, mereka dipertemukan oleh hobi yang sama, lalu saling berbagi pengalaman iman. Inilah cinta yang diharapkan dapat tersebar ke umat melalui musik yang mereka mainkan.

Inkulturasi
Unsur inkulturasi tentu saja menjadi perhatian tersendiri dalam Genta Ignatius, yakni memadukan musik tradisional Jawa dengan liturgi. “Kami pernah mengiringi Misa Paskah di gereja paroki dengan gamelan. Hanya saja, ada yang kurang suka,” ucap Wahyudi dengan nada lirih. Namun demikian, harus diakui juga, ada umat yang mendukung. “Umat yang mendukung berbaik hati menyumbangkan meja untuk alat-alat karawitan dan kursi untuk pementasan,” ungkap Br Suprih SJ.

Selain dukungan materi, ada juga umat yang ikut berpartisipasi menyumbangkan suaranya. Salah satunya adalah Anastasia Sri yang sudah tinggal di wilayah paroki ini selama 43 tahun. Menurutnya, kehadiran Genta Ignatius dalam paroki ini, selain untuk penyaluran hobi juga dapat menjadi sarana untuk memperkenalkan budaya asli Indonesia. “Supaya orang muda tidak melupakan budaya daerah,” ungkap Bu Sri.

Selain inkulturasi, komunitas juga mengembangkan keterampilan para anggota dengan mengundang Hj Darjono R. Purnomo untuk melatih setiap Senin malam. Ia terlibat aktif melatih kelompok ini sejak Genta Ignatius didirikan. “Saya terbuka bagi siapapun dan saya merasa bahagia selama terlibat di Genta Ignatius,” tutur pria yang menginjakkan kaki di Jakarta sejak 1976 ini.

Pak Haji menegaskan bahwa yang terpenting ialah terjalinnya persaudaraan antarumat, dengan saling menghargai. “Semua ini akhirnya menjadi bekal bagi para anggota Genta Ignatius sehingga mampu berkarya dan melayani Gereja,” lanjut Darjono. Maka, selain unsur inkulturasi, melalui komunitas yang terbuka bagi setiap orang yang mau bergabung tanpa melihat suku, agama ras, dsb., unsur dialog antaragama berjalan dan tumbuh dengan baik dalam komunitas ini.

Kini, salah satu tantangan besar Genta Ignatius adalah regenerasi anggota. Selama ini, Wahyudi menjadi pionir Genta Ignatius. Demi keberlangsungan Genta Ignatius, diharapkan peran serta orang muda terlibat sebagai pengrawit  atau penabuh gamelan.

Yohanes Mega Hendarto SJ

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini