HIDUPKATOLIK.com – Chief Executive Officer (CEO) DBS (Development Bank of Singapore) Group Piyush Gupta dalam wawancara dengan sebuah harian nasional, menghadapi persaingan masa depan, antara lain mengatakan, pihaknya melakukan pendekatan digital. “Dengan digital, kami bisa menyasar ritel melalui pendekatan lain, dengan biaya yang terjaga. Digital membantu kami memikirkan kembali apa yang harus kami lakukan. … Semua industri bergeser ke digital. Saya pikir, telepon seluler pengubah permainan. Tidak hanya kendali menjadi di tangan kita tapi juga membuat lokasi dan kontak menjadi penting.” Di bagian lain, Gupta menegaskan, “Strategi kami di masa depan adalah digital” (Kompas, 11/12/17).
Apa kaitan antara penyataan Piyush Gupta ini dengan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) yang melaksanakan Kongres XXX dan MPA XXIX di Palembang belum lama ini? Kongres bersejarah karena dibuka secara langsung oleh Presiden Joko Widodo. Dan, kehadiran Presiden Jokowi berdampak sangat luas pada pemberitaan salah satu Organisasi Masyarakat (Ormas) yang berdiri tahun 1947 ini.
Di satu sisi tampaknya tidak terlalu mudah menjawab pertanyaan di atas mengingat kondisi riil PMKRI dalam beberapa tahun terakhir ini. Upaya-upaya pembenahan secara internal memang terus dilakukan. Termasuk, PMKRI berhasil keluar dari dualisme kepemimpinan yang sempat menguras energi mereka. Di sisi lain, pertanyaan tersebut bisa dijawab dengan mudah. Mengapa? Karena anak-anak muda yang kini bergabung di Ormas ini adalah anak-anak yang lahir dan tumbuh di era digital.
Jikalau kita berpegang pada yang disebut terakhir ini, barangkali, PMKRI perlu (baca: harus) mengikuti setidaknya berguru pada strategi Piyush Gupta di atas. Menjadikan PMKRI menjadi organisasi modern yang tak lagi masuk dalam kotak-kotak dan teritorial. Menjadikan organisasi modern yang berselancar dengan jejaring (networking) digital. Kita mafhum bahwa hal ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dan, bukan rahasia lagi bahwa di kampus-kampus berbasis Katolik sekalipun nama PMKRI sudah jarang sekali disebut oleh para mahasiswa Katolik. Ketika ditanya, umumnya mereka menggelengkan kepala.
“Pekerjaan Rumah” pemimpin baru PMKRI zaman now memang jauh lebih berat dari para pendahulunya. Secara internal mungkin seribu satu masalah yang membutuhkan sentuhan. Mulai dari masalah yang amat sederhana sampai yang paling rumit.
PMKRI memang bukan industri. Apalagi perbankan. PMKRI adalah sebuah organisasi orang muda yang tidak berorientasi untuk meraih keuntungan. Namun PMRKI tampaknya, suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, perlu meninjau kembali jati dirinya di tengah era digital ini. Perubahan begitu cepat berlangsung. Jikalau tidak mampu menyesuaikan diri dengan “irama” perubahan ini, kita kuatir, organisasi yang memiliki potensi besar sebagai salah satu perekat kebhinekaan ini akan makin ditinggalkan oleh stakeholder-nya!
Redaksi