Menyusuri Jejak Tuhan di Tanah Suci

721
Di tengah pasar para peziarah mendaraskan doa kisah sengsara Yesus sembari membawa salib.
[HIDUP/A. Bobby Pr]

HIDUPKATOLIK.com – Kota Yerusalem tidak aman. Begitu isu yang berhembus cukup kencang sebelum para peziarah berangkat ke Tanah Suci medio Desember lalu.

Juliana Samara melangkah. Meski tertatih-tatih, perempuan 71 tahun itu menapaki jalan-jalan yang dulu dilalui Yesus saat memanggul salib. Tempurung kaki kanan dan jantung Juliana pernah dioperasi. Tapi, kerentaannya tak memadamkan semangat Juliana. Dari satu perhentian ke perhentian lain, ia ikuti dengan penuh khusuk. Hiruk-pikuk sepanjang Jalan Salib, tak sedikit pun mengurangi rapal doa dari kedua bibirnya.

Jalan Sengasara atau Via Dolorosa bukan tempat sunyi untuk mendaraskan doa. Lorong-lorong jalan itu ramai oleh pedagang kaki lima dan pembeli. Lebar jalan itu sekitar dua hingga tiga meter. Mereka harus berbagi jalan dengan barang dagangan yang dipajang di depan setiap toko.

Juliana tidak sendiri. Ia bergabung dengan 17 peziarah asal Indonesia dalam perjalanan rohani bersama Christ Tour. Rombongan ini didampingi Agustinus Wibisono dan Pater Robert Wowor OFM sebagai pembimbing rohani. Bagi Juliana, menyusuri Jalan Salib untuk pertama kali ini merupakan pengalaman amat menyentuh. Ibu enam anak dan nenek 13 cucu itu merasakan derita yang dialami Yesus sungguh tak terperikan.

Segendang sepenarian dengan Juliana, Patricia Mo, mengakui, pengalaman Jalan Salib sebagai momen paling menyentuh hatinya. “Terasa sekali penderitaan Yesus di situ. Saya merasa sebagai manusia yang tidak tahu diri banget. Yesus sudah berkorban seperti itu kok saya masih bandel,” ujar umat Paroki St Monika Serpong, Keuskupan Agung Jakarta (KAJ).

Jalan Salib
Jalan Salib di Yerusalem hanyalah satu tempat yang dikunjungi Juliana dan teman- teman selama dua minggu pada Desember lalu. Tanah Suci adalah sebutan tempat-tempat kehidupan Yesus ketika menjelma menjadi manusia. Daerah-daerah itu berada di wilayah Palestina, Yordania, dan Israel.

Peziarah memulai perjalanan dari Jakarta menuju Doha. Setelah transit di ibukota Qatar itu, penerbangan dilanjutkan ke Aman, Yordania. Penat selama sebelas jam di udara seakan tersapu begitu mereka menginjakkan kaki di tepi Laut Mati. Di sini, peserta menikmati sensasi terapung di permukaan air yang memilki kandungan garam tinggi. Mereka juga amat antusias membaluri kulit masing-masing dengan lumpur Laut Mati. Konon, lumpur tersebut memiliki khasiat untuk perawatan kulit.

Keesokan, para peziarah mengunjungi Gereja Bunda Maria di Anjara. Di sini Pater Robby memimpin Misa dengan latar Patung Bunda Maria menggendong kanak-kanak Yesus. Patung itu, pada 6 Mei 2010, mengeluarkan air mata ketika para suster membersihkannya. Anjara terkenal sebagai destinasi wisata. Menurut tradisi, Yesus dan Bunda Maria pernah melewati daerah ini.

Rombongan juga mengunjungi Taman Arkeologi di Jerash. Mereka menyaksikan puing-puing yang merupakan kota kuno masa Kerajaan Romawi. Di tempat ini ada beberapa peninggalan gereja. Dari Yordania, rombongan melanjutkan perjalanan ke wilayah Israel.

Di sana ada sepuluh tempat yang mereka datangi. Pertama, Kota Tua Yerusalem (Gereja St. Anna, Kolam Bethesda, Gereja Tuhan Yesus Diadili, Gereja Tuhan Yesus Dicambuk, Jalan Salib, Gereja Makam Kudus, dan Tembok Ratapan. Kedua, Bukit Zion (Gereja Bunda Maria Tidur, Rumah Kustodi Terra Sancta, Ruang Perjamuan terakhir, Makam Daud, dan Gereja Petrus Ayam Berkokok.

Ketiga, Bukit Zaitun (Gereja Yesus Naik ke Surga, Gereja Bapa Kami, Jalan Minggu Palma, Gereja Yesus Menangisi Yerusalem, Gereja Segala Bangsa di Taman Getsemani, Kapel Penantian Para Rasul, dan Makam Bunda Maria). Keempat, Betlehem (Basilika Kelahiran Tuhan, Gereja St Chatarina, Gereja Susu, Gereja Padang Gembala. Kelima, Nazaret (Basilika Kabar Sukacita dan Gereja Bengkel Yusuf.

Keenam, Gereja Kana. Ketujuh, Danau Tiberias yang dikenal juga sebagai Danau Galilea atau Danau Genazaret. Tempat-tempat yang dikunjungi antara lain Kafernaum, Primacy, Gereja Menza Christi, Gereja Hepattogen, Gereja Sabda Bahagia. Kedelapan, wilayah Gunung Karmel (Gereja Stella Maris, Taman Bahai, Mukara, Aquaduc). Kesembilan, peziarah mengunjungi Gunung Tabor untuk berdoa di Gereja Transfigurasi. Gunung Tabor merupakan tempat suci karena Yesus dimuliakan di gunung ini. Dan kesepuluh, Yerikho serta Qumran.

Puncak peziarahan peserta ketika merayakan Misa Malam Natal di Gereja Notre Dame Yerusalem. Pater Robby memimpin Misa dan didampingi oleh Pastor Maximus Manu SVD dan Pastor Domingos Gusmao. Kedua imam itu mendampingi dua rombongan dari Indonesia dengan “bendera” Stella Kwarta. “Misa Malam Natal kita gabung dengan kelompok ziarah lain sehingga membutuhkan tempat yang lebih luas,” ujar Wibisono.

Bukit Percobaan
Selain kota dan perkampungan, peziarah menyaksikan padang pasir dan gunung tandus yang mendominasi pemandangan. Bukit Percobaan, misal, tempat Yesus digoda oleh setan setelah berpuasa 40 hari. Lewat paparan Pater Robby, peziarah membayangkan saat Yesus dibawa ke tempat tinggi dan digoda dalam keadaan haus dan lapar.

Dua hari peziarah menginap di Nazaret. Dari Nazaret mereka mengunjungi Basilika Kabar Suka Cita, Gunung Tabor, Gereja Stella Maris, Bahai Garden, dan Puncak Gunung Karmel. Di Basilika Kabar Sukacita terdapat gua tempat Bunda Maria menerima kabar gembira dari malaikat Gabriel. Selain gua tersebut, bagian bawah basilika terdapat rumah asli tempat Yesus dibesarkan Yosef dan Maria. Di Puncak Gunung Tabor, Yesus dimuliakan bersama Musa dan Elia.

Dari Nazaret perjalanan dilanjutkan ke Betlehem. Di sini berdiri dengan megah Basilika Kelahiran Tuhan. Saat memasuki basilika ini, peziarah harus menundukkan badan agar melewati lubang dengan tinggi kurang dari satu meter. Pintu itu seolah menjadi simbol bahwa setiap orang harus masuk dengan memberikan penghormatan kepada Sang Raja yang lahir di sini. Para peziarah masuk secara bergantian.

Di dalam basilika mereka bersimpuh di sebuah tempat berlambang bintang keemasan. Lambang itu diyakini sebagai tempat kelahiran Yesus. Perasaan haru menghinggapi peziarah. Mereka berlutut, mencium, dan berdoa di tempat kelahiran Yesus. Hanya berjarak sekitar tiga meter, sebuah teralis besi membatasi palungan, tempat Kanak-kanak Yesus dibaringkan.

Dari sana peziarah melanjutkan perjalanan ke Gereja Susu (Milk Groto). Dinding gua terbuat dari kapur. Banyak peziarah percaya, serbuk kapur yang dicampur dengan susu bila diminum perempuan yang sulit mendapat momongan akan segera mendapatkannya.

Tujuan berikut adalah Basilika St Anna. Basilika ini adalah rumah orang tua Bunda Maria. Dari sana peziarah menyusuri Gerbang Herodes sebelum mengikuti prosesi jalan salib. Sepanjang perjalanan, mereka berdoa sembari membawa salib-salib kecil.

Yesus Hidup
Bagi peserta, perjalanan selama 12 hari bukan sekadar jalan-jalan atau wisata belaka. Mereka diajak menyusuri tempat kisah hidup Yesus. “Kita mengunjungi sejumlah tempat mulai dari lokasi Bunda Maria menerima kabar gembira dari malaikat Tuhan, rumah Keluarga Kudus Nazasaret, tempat kelahiran Yesus dan Yohanes Pembaptis, hingga Puncak Golgota, di mana Tuhan Yesus disalibkan di Puncak. Tempat-tempat suci itu menjadi saksi karya keselamatan Allah,” papar Wibisono.

Selain mendapat penjelasan dari Pater Robby dan Wibisono, peserta juga memperoleh informasi dari guide setempat tentang situasi dan sejarah Yordania, Israel, dan Palestina. Dengan melihat, merasakan, mendapatkan informasi, dan merenungan setiap tempat, peserta mengaku semakin menghayati karya keselamatan Tuhan.

Joanna Francisca Sriwardani, misalkan, merasakan Kitab Suci yang dibacanya setiap hari kini lebih bermakna. “Saya dapat lebih membayangkan Yesus yang hidup lebih dua ribu tahun lalu,” ujar ibu dua anak ini.

Ketika berada di tepi Danau Galilea, Pater Robby menunjukkan tempat Yesus memberikan pengajaran kepada para murid. Setelah menguraikan isi Kitab Suci, ia mengajak peziarah merasakan suasana di tepi danau itu. “Burung-burung dan angin yang ada pada masa Kristus, juga terjadi sekarang ini. Apa yang Anda rasakan sekarang, juga dirasakan para murid dan Yesus kala itu,” imbuhnya.

Pater Robby mengakui, pengalaman Joanna pernah juga diungkapkan peziarah lain. Salah satu peserta ziarah yang pernah ia bawa, semula menganggap Yesus hanyalah adalah tokoh rekaan dalam sebuah dongeng. Namun, setelah menyaksikan tempat-tempat yang berkaitan dengan kehidupan Yesus, orang itu sadar bahwa Yesus adalah sosok Anak Allah yang benar-benar hidup.

Perasaan sukacita yang dialami para peziarah berbanding terbalik dengan perasaan sebelum berangkat. Juliana sempat ragu pergi karena berbagi isu menerpa setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengeluarkan pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel pada 6 Desember lalu.

Poedjiawati Roesli, peserta ziarah dari Paroki Salib Suci Cilincing, KAJ, mengalami perasaan serupa. Beberapa kenalannya menyarankan agar tidak berangkat ke Tanah Suci karena dianggap situasi di sana tak aman. Berita yang ditayangkan media massa dan media sosial membuatnya kian khawatir akan keselamatan dirinya.

Nyatanya, hingga ziarah berakhir, dua hari setelah Natal, Pudjiati yang ditemani suami dan empat kerabatnya kembali ke tanah air dengan selamat. “Sebelum berangkat teman-teman bilang, ‘Uang bisa dicari tapi nyawa tak bisa dicari’. Saya jadi takut. Tapi selama ziarah, aman-aman saja,” tambah Pudjiati.

Perasaan was-was memang sempat menghantui peserta saat meninggalkan Yordania menuju perbatasan Israel. Penjagaan tentara Israel sangat ketat. Untunglah pintu gerbang perbatasan itu dilalui tanpa masalah. Memang Juliana sempat tertahan. Logam yang tertanam di lutut kanannya terdeteksi detektor. Namun, setelah dijelaskan, serdadu itu mengizinkannya masuk. “Kita termasuk cepat melewati penjagaan di perbatasan. Tidak sampai satu jam. Biasanya bisa lebih lama kalau situasi Yerusalem sedang ramai seperti ini,” ujar Pater Robby yang kerap membawa rombongan ke Tanah Suci.

Pengalaman Hidup
Rombongan singgah sejenak di tepian sungai Yordan. Di sini mereka membarui janji baptis di lokasi bernama Qasser Al Yahud. Satu persatu peserta dikucurkan air Sungai Yordan oleh Pater Robby. Berbeda dengan di perbatasan, dua tentara perempuan Israel di tepi Sungai Yordan tampak bersahabat.

Mereka melemparkan senyum kepada setiap peziarah. Bahkan, beberapa peziarah, antara lain Patrisius da Costa mengajak mereka berswafoto sambil memegang senjata laras panjang. Bagi Patrisius, ziarah ini merupakan sebuah pengalaman yang tak akan terlupakan sepanjang hidupnya. “Bukan karena foto dengan dua tentara itu. Ziarah ini sangat menyentuh saya saat menyaksikan dan menyusuri tempat-tempat kehidupan Tuhan Yesus.”

A. Bobby Pr (Yerusalem)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini