HIDUPKATOLIK.com – Mendengar festival Karapan Sapi, ingatan kita akan langsung tertuju ke Pulau Madura. Pulau yang terletak di sebelah timur Pulau Jawa ini secara administratif termasuk lingkungan Provinsi Jawa Timur. Pulau ‘kecil’ ini terdiri dari empat kabupaten. Kabupaten Bangkalan dengan ibu kota Bangkalan, Kabupaten Sampang dengan ibu kota Sampang, Kabupaten Pamekasan dengan ibu kota Pamekasan, dan Kabupaten Sumenep dengan ibu kota Sumenep. Penduduk pulau yang luasnya lebih dari empat ribu lima ratus kilometer persegi ini dihuni oleh sekitar empat juta jiwa. Pulau ini termasuk wilayah padat penduduk (rata-rata 700 jiwa/kilometer persegi). Lebih dari sembilan puluh sembilan persen memeluk agama Islam.
Namun, di pulau ini hadir pula sekawanan kecil umat Katolik. Mereka tersebar di tiga paroki. Paroki Maria Gunung Karmel Sumenep. Paroki ini paling tua. Diresmikan tahun 1937. Paroki Maria Ratu Para Rasul Pamekasan. Berdiri tahun 1948. Dan, paroki paling muda yaitu Paroki Maria dari Fatima Bangkalan. Paroki ini merupakan pemekaran dari Paroki Pamekasan. Resmi berdiri tahun 1956. Secara teritorial, ketiganya termasuk wilayah Keuskupan Malang.
Melihat tahun buku lahirnya ketiga paroki ini, kita bisa menyimpulkan keberadaan Gereja Katolik di Madura tergolong “anak baru kemarin”. Kendati demikian, kehadiran mereka ini kiranya telah membawa pengaruh dan manfaat bagi masyarakat di mana mereka hidup, tumbuh, dan berkembang. Entah dalam pelayanan sosial, kesehatan, pendidikan, terutama dalam keseharian mereka. Dari segi hitungan, jumlah mereka “tidak ada artinya” bila dibandingkan dengan masyarakat Madura. Jumlah umat Katolik di ketiga paroki itu hanya sekitar seribu lima ratus jiwa!
Namun, sejauh penelusuran wartawan majalah ini di ketiga paroki ini beberapa waktu lalu, amatlah terasa kentalnya denyut kehangatan, kebersamaan, dan kebersahajaan relasi antar sesama anak bangsa yang berbeda keyakinan di wilayah ini. Tentu saja hal ini bukan maksud untuk membusungkan dada! Beberapa tokoh dan warga yang sempat kami jumpai menyampaikan kesaksian mengenai hal ini.
Pembaca, inilah yang menjadi salah satu pertimbangan kami mengangkat geliat umat Katolik di Pulau Madura ke dalam Sajian Utama edisi ini. Kita harapkan bahwa komunitas umat Katolik di Pulau Madura, ke depan, akan terus menjadi komunitas kreatif dan inklusif. Insan-insan yang menyalakan semangat kebersamaan dalam komunitas besar Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, persatuan, dan perdamaian. Bergandengan tangan dengan semua pihak yang berkemauan baik.
Dan, kendati “hanya” sekawanan kecil, komunitas Gereja Katolik di Madura, kita dorong untuk menjadi lilin-lilin kecil yang tidak pernah berhenti menyalakan semangat toleransi dalam keanekaragaman suku, agama, ras, dan golongan. Bahwasanya perbedaan atau pluralitas itu adalah kesejatian sekaligus kekayaan yang tiada tara.
Redaksi