Menjadi Wanita Karier bagi Tuhan

1573
Eleine bersama suami dan kedua putranya.
[Dok.Pribadi]

HIDUPKATOLIK.com – Impian sejak remaja raib begitu saja sejak menikah. Sempat frustasi dengan relasi yang dijalani, tapi ia sadar, Tuhan berkarya lewat pasangannya.

Sejak remaja M.T. Eleine Magdalena bercita-cita menjadi wanita karier dengan pencapaian gemilang. Dalam pandangannya kala itu, wanita karier memiliki segala. Eleine sadar, jalan untuk merengkuh obsesi itu sulit. Ia tak bisa berleha-leha. Eleine harus kerja keras dan menaklukkan banyak keinginan para remaja seusianya. Ia menyelam dalam studi dan berbagai kegiatan untuk mendukung cita-cita itu.

Ketekunan tak pernah mengkhianati hasil. Setiap akhir tahun pelajaran, perempuan kelahiran Makassar, 15 Maret 1971 itu selalu menorehkan prestasi cemerlang. Ia rutin mematri nilai terbaik di sekolah. Begitu juga saat kuliah, indeks prestasi Eleine nyaris sempurna. Tujuan mantan Ketua OSIS ini cuma satu, menjadi wanita karier yang hebat dan berpengaruh.

Sayang, impian megah yang ia bangun sungguh-sungguh berantakan. Cita-cita Eleine kandas setelah menikah dengan Paulus Singgih Hendra Wijaya. Ia menikah pada usia 23 tahun. Sang suami tidak mengizinkan Eleine berkarier di luar rumah dengan aneka pertimbangan. Singgih meminta seluruh waktu dan perhatian istrinya hanya tertuju kepada rumah tangga mereka.

Impian Raib
Wanti-wanti itu justru memantik banyak konflik di antara mereka. Pengantin muda itu kerap beradu mulut. Tak pelak, prahara di antara mereka membuat suasana dalam rumah menjadi tak nyaman. Eleine amat mangkel karena impian sejak kecil raib. Menurutnya ini bukan karena faktor ekonomi. “Bekerja adalah sebuah aktualisasi diri. Ini nomor satu buat saya,” ujarnya.

Eleine mengakui, peristiwa tersebut menjadi masa-masa kelam relasinya dengan sang suami. Ia frustasi selama lima tahun menjalani pernikahan. Ia sungguh tidak bisa menerima hanya tinggal di rumah. Pada 1997, ketika ingin mengambil program magister, Singgih melarang Eleine.

Kala itu, ia legowo menerima keputusan suaminya. Sebab, ia sedang mengandung anak kedua. Eleine sadar, jika tetap memaksakan diri untuk kuliah, pasti akan banyak cuti yang ia ambil dan tentu mengganggu proses perkuliahannya. Apalagi dalam kamus hidupnya, Eleine selalu ingin menjadi yang terbaik dalam urusan akademik.

Enam bulan pasca melahirkan, Eleine kembali meminta izin kepada suami untuk kuliah S2. Lagi-lagi, Singgih menolak. Kali ini, ia ngotot dan akhirnya diizinkan. Menyandang status sebagai ibu rumah tangga sekaligus mahasiswa tak mudah baginya. Apalagi ketika ia bertemu dengan kawan-kawan lama, ada di antara mereka yang berseloroh bahwa semua pencapaian dirinya berakhir di Malang.

Ungkapan tersebut benar-benar mengobok-obok perasaan dan impian masa lalu Eleine. Satu hal yang membuat ibu dua itu masih bisa mengangkat muka adalah keyakinan dan keintimannya dengan Tuhan. Eleine percaya, salah satu sikap tunduk kepada Tuhan adalah ketaatan kepada suami. “Itu dikatakan dalam Kitab Suci,” ujarnya, sambil menyebut satu ayat dari Rasul Paulus kepada umat di Efesus (Ef. 5:24).

Eleine memahami perintah untuk taat kepada suami sebagai momentum membiarkan Tuhan berkarya. Wakil Pelayan Umum Komunitas Tritunggal Mahakudus ini yakin, masih banyak yang harus dibentuk Tuhan melalui suami dan dan anggota keluarganya. Ternyata, perintah suami agar ia lebih sering tinggal di rumah dan mengurus rumah tangga membawa kebaikan bagi pribadinya. Eleine punya banyak waktu untuk membaca dan berdoa.

Menjadi ibu rumah tangga, jelas dosen tidak tetap Bahasa Inggris di STFT Widya Sasana Malang, sangat bernilai. Karena itu, kini, meski dibayar berapa pun untuk sebuah jabatan dengan konsekuensi kehilangan waktu bersama Tuhan, Eleine menolak.

Inti Masalah
Dari refleksi yang intensif, Eleine menemukan, inti masalah keluarga adalah sifat ego dan kurang pemahaman terhadap hakikat hidup berkeluarga. Selain itu, lanjutnya, banyak orang salah memahami bahwa tujuan perkawinan adalah untuk kebahagiaan. Menurutnya, seseorang tidak bisa memaksa pasangan untuk membahagiakan dirinya.

Kebahagiaan dalam pernikahan harus diusahakan bersama dengan selalu mengandalkan rahmat dan kasih Tuhan ke dalam hati setiap pasangan. Karena itu, Eleine yakin, pernikahan yang sehat dibangun dari pribadi sehat yang mengandaikan pertumbuhan biopsikospiritual yang baik dan seimbang.

Baginya, tidak mungkin menjalani pernikahan dengan pelbagai masalah tanpa melibatkan Tuhan, tanpa bergantung kepada-Nya. Kekuatan yang dicurahkan Tuhan itulah yang menjadi kekuatan pribadinya. Iman, harapan, dan kasih yang Tuhan berikan kepada dirinya, tambah Eleine, adalah fondasi untuk bertahan dan membangun hidup keluarga hari demi hari dari aneka serpihan luka, ambisi, dosa, dan kesalahan.

Dari berbagai proses yang dialaminya, Eleine sampai kepada kesimpulan bahwa Tuhan menyertai hidup keluarganya. Kesimpulan tersebut ia olah menjadi buku berjudul Menemukan Tuhan dalam Hidup Perkawinan dan Menjadi Kekasih Tuhan dan Kekasih Suami. “Ini semata-mata rahmat,” ungkapnya singkat.

Kini, bersamaan dengan kesibukan yang membahagiakan dalam rumah tangga, Eleine terlibat dalam berbagai pelayanan. Ia juga menjadi pembicara awam dalam berbagai seminar dan ret-ret Lingkungan. Sejak Juli 2017, Eleine didapuk sebagai Ketua Komisi Kitab Suci Keuskupan Malang. Di sana, hanya Komisi Kerasulan Awam dan Komisi Kitab Suci yang diketuai oleh umat awam. Sebelum Eleine, Ketua Komisi Kitab Suci selalu imam.

Izin Suami
Semua aktifitas Eleine jalani dengan seizin sang suami. Sementara itu, sambil menjalankan usaha, Singgih menjadi Badan Pengurus Gereja dan Dana Amal Paroki, serta anggota tim beasiswa Keuskupan Malang.

Bagi Eleine, walau tidak menjadi wanita karier seperti yang diimpikan sejak remaja, ia kini bahagia dengan semua pelayanan yang dilakukan, sambil mendampingi pertumbuhan kedua buah hatinya yang telah beranjak dewasa, serta studi di perguruan tinggi. Eleine telah menjadi wanita karier bagi Tuhan.

Emanuel Dapa Loka

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini