HIDUPKATOLIK.com – 📖 Ayat HIDUP hari ini (6/2/18)
“…Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku.” (Ayat 56b dari Bacaan Markus 7: 1-13 pada Peringatan St. Alfonsus Maria Fusco, St. Dorithea, Para Martir Jepang, St. Paulus Miki, St. Theofilus dari Kaisarea)
BERIMAN itu bukan hanya soal legalitas, memenuhi aturan agama, atau berkata-kata dan melakukan hal-hal lahiriah semata, tetapi yang terutama adalah SIKAP BATIN yang diperbarui oleh Roh Allah.
Bersihkanlah aku ya Tuhan dari kemunafikan, dari setiap tradisi atau gagasan yang bertentangan dengan kehendak-Mu. Amin🙏
(SAKSIKANLAH Program “Oase Rohani Katolik” SELASA ini bersama RM BENEDICTUS HARI JULIAWAN, SJ di siaran TELEVISI: www.hidup.tv; www.kaj.or.id; www.hidupkatolik.com pk 05.00; 08.00; 11.00, 14.00 WIB, dst; Dengarkanlah Siaran RADIO: Mandarin Station 98.3 FM pk.05.30 WIB klik www.radio.kaj.or.id pk.06.00; 12.00; 18.00 WIB). Silakan share👍
RD. M. Harry Sulistyo W
Agama kerap kali dipakai sebagai identitas, kami dan mereka, kita dan kalian, ungkapan ini yang dipakai untuk memecah belah. Para orang Farisi mereka menghakimi sesamanya, merasa paling suci/ benar. Situasi yang sama juga masih terjadi saat ini, dengan memakai label agama.
Begitu pula secara internal di dalam gereja, teguran Yesus juga mengena, terutama kepada para ulama Katolik. Karena pemimpin agama menyalah-gunakan statusnya/ kekuasaannya untuk kepentingan diri sendiri (klerikalisme, menurut Paus Fransiskus).
Perayaan orang kudus hari ini, Paulus Miki, seorang frater SJ di Jepang pada masa abad ke-16. Ia menjadi martir karena dibunuh oleh para penguasa di Jepang yang mengejar-ngejar orang Kristiani. Lahir dari keluarga terpandang di Jepang, tetapi kemudian menjadi pengikut Katolik bersama temannya.
Ia dihukum di kota Nagasaki, Jepang, bersama dengan 25 orang Katolik lain. Ini contoh pemimpin jemaat yang baik (meski saat itu masih frater), ia tetap berada bersama komunitasnya. Ia tidak mementingkan dirinya sendiri. Akhirnya ia dihukum mati dengan disalib pada 5 Februari 1597.
Sebagai koordinator Karya Sosial Serikat Yesus, Romo Benedictus banyak berhubungan dengan saudara-saudara non Katolik. Hal yang dipelajari adalah ketulusan dalam bekerja, melakukan karya-karya baik itu menyatukan perbedaan. Tidak ada gunanya melebih-lebihkan perbedaan.
Maka sikap kita tidak hanya menilai orang dari baju agamanya, tetapi sebagai umat Allah, apapun agamanya, diundang untuk berbuat baik. Daripada melakukan praktek-praktek lahiriah tetapi tidak tulus. Allah yang sama ini yang tinggal di tengah-tengah kita. Pekerjaan baik akan menampilkan wajah Allah sesungguhnya.
Bahaya klerikalisme turut mengingatkan para Imam akan panggilan bersama para umat seluruhnya. Jadilah gembala yang berbau domba.
Doa: agar kami menghindari bahaya mengkultuskan diri, melainkan berilah kami rahmat yang cukup, agar kami sungguh-sungguh menjadi pelayan dan tanda kehadiranMu ditengah umat, amin.
Sila sampaikan pertanyaan rohani anda via SMS: 0822 10361 555 atau email: [email protected] , bersama ibu Maria Polina dan Romo Benedictus Hari Juliawan, SJ
Mari Amalkan Pancasila, Kita Bhinneka, Kita Indonesia
(ab)