Menjadi Kawanan Inspiratif

232

HIDUPKATOLIK.com – Keuskupan Denpasar terbentang di dua provinsi. Masing-masing Provinsi Bali dengan Ibukota Denpasar dan Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan Ibukota Bima. Jumlah penduduk di dua provinsi “seribu pura dan seribu masjid” itu sebesar 8.791.338 (tahun 2015). Dari antara jumlah itu terdapat 43.838 orang Katolik (Buku Petunjuk Gereja Katolik 2017). Jikalau melihat dari kuantitasnya memang tak seberapa. Namun, jumlah itu bukanlah jumlah yang kecil. Jangan-jangan jumlah itu cukup fantastis. Mengapa?

Mari kita membuka lembaran catatan sejarawan Pastor Adolf Heuken SJ dalam bukunya Ensiklopedi Gereja (2004). “Pulau Dewata dinyatakan pemerintah Belanda sebagai ‘daerah tertutup bagi agama Kristen’ akibat terbunuhnya seorang pendeta pada 1881. Kemudian seorang guru agama Protestan keturunan Tionghoa, yang bekerja di antara kaum Tionghoa Kristen, menarik beberapa orang Bali masuk agama Protestan (sejak 1931). Karena kefanatikan umat Kristen itu, mereka dikucilkan dari masyarakat Hindu. Pemerintah kolonial sekali lagi melarang penginjilan. Kelompok Protestan akhirnya pecah; sebagian bergabung dengan Gereja Kristen Jawa Timur, sebagian berdiri sendiri, sebagian bergabung dengan Gereja Katolik (1936). Desa Tuka di sebelah barat Denpasar menjadi pusat perkembangan umat Katolik sejak 1937, waktu gereja paroki pertama diberkati. Umat paroki ini mendukung panggilan imam dan suster. Pada 1940 sebagian umat yang miskin pindah ke Palasari, daerah yang baru dibuka di Bali Barat. Selama pendudukan Jepang umat kecil (300 orang) terpaksa ditinggalkan sama sekali oleh-imam-imam yang ditawan Jepang.”

Tiga ratus orang yang tersisa! Itulah kiranya yang bagaikan benih yang jatuh di tanah yang subur, tumbuh, dan berbuah menjadi 43.838 orang! Berlipat-lipat ganda bukan. Selama tujuh puluh delapan tahun. Tentu saja jumlah itu sudah termasuk para pendatang dari pelbagai penjuru Nusantara, mengingat Pulau Dewata punya magnet tersendiri bagi para pencari kerja di industri pariwisata.

Pada Sinode keempat Keuskupan Denpasar akhir November 2017 lalu, Uskup Denpasar Mgr Silvester San menyebut umatnya di dua provinsi ini sebagai “kawanan kecil di antara kawanan besar”. Hal yang sama dikemukakan Gubernur Bali Made Mangku Pastika. Namun, sang gubernur menyampaikan pujian yang menarik kita simak. “Meski kawanan kecil tapi kontribusinya besar karena berisi orang-orang hebat,” ujarnya ketika membuka Sinode tersebut.

Sebuah pujian yang tulus dari seorang kepala daerah yang berasal dari agama mayoritas di Provinsi Bali. Pujian sekaligus tantangan bagi kehadiran umat Katolik di dua provinsi ini. Ke depan, menjadi kawanan yang semakin terbuka. Kawanan yang semakin inklusif. Kawanan yang mengakar pada budaya setempat.

Oleh karena itu, kendati dari segi kuantitas (tampaknya) kecil atau minoritas, namun kawanan kecil ini kiranya menjadi kawanan inpiratif untuk mengatasi pelbagai persoalan di wilayah ini ke depan. Tantangan keuskupan ini tidaklah ringan. Arus globalisasi menghadang. Dampak industri pariwisata bisa merangsek ke sendi-sendi keseharian umat Katolik dan masyarakat di wilayah ini.

Redaksi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini