Bupati Katolik Pertama Maluku Tenggara

724
Menko Perekonomian Hatta Rajasa (kedua dari kiri) didampingi Gubernur Maluku Said Assagaff (kanan) dan Bupati Maluku Tenggara Andre Rentanubun (kedua dari kanan) melakukan panen raya rumput laut di Desa Letvuan, Kabupaten Maluku Tenggara, Maluku, Selasa (25/3).
[ANTARA FOTO/Izaac Mulyawan/Asf/ama/14]

HIDUPKATOLIK.com – Ia membantu orangtua berjualan kue. Ia juga pernah bekerja di restoran dan depot minyak. Selama dua periode, ia terpilih sebagai pelayan masyarakat Maluku Tenggara.

Senyuman kerap menghiasi wajahnya. Tampilannya sahaja. Ia selalu menyambut hangat setiap orang yang menghampirinya. Dua periode, 2008-2013 dan 2013-2018, pria bernama Anderias Rentanubun ini sudah dan akan selalu melayani masyarakat Maluku Tenggara sebagai bupati.

Maluku Tenggara merupakan kabupaten di Provinsi Maluku. Wilayahnya meliputi satu gugusan kepulauan, yaitu gugusan kepulauan Kei yang terdiri atas Pulau Kei Kecil dan Pulau Kei Besar. Di antara dua pulau ini terdapat sekitar 25 pulau kecil yang masih masuk dalam wilayah kabupaten ini. Luas wilayah daratan dan lautan kabupaten ini hampir sebanding.

Di “kabupaten kepulauan” inilah, Andre berkarya melayani masyarakat. Ia menahkodai Maluku Tenggara yang terdiri dari sebelas kecamatan, dua kelurahan, dan 189 desa. Pria kelahiran Langgur yang berada di Pulau Kei Kecil, 1 Desember 52 tahun silam ini, juga tercatat sebagai Bupati Maluku Tenggara pertama yang beragama Katolik. Wakilnya, Yunus Serang, seorang penganut Islam. Mereka berdua memenangi pemilihan kelapa daerah (pilkada) pada 17 Juni 2013. Selama masa kepemimpinannya, Andre pernah mendapat penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara 2012 untuk Kategori Pembina (Bupati/ Walikota). Ia juga pernah mendapat penghargaan Pangan Nasional 2013 tentang Pengelolaan Pangan dari Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.

Jualan kue
Andre lahir sebagai sulung dari tujuh bersaudara. Ayahnya seorang pedagang kecil. Masa kanak-kanak, ia lalui dengan tak enak. Pernah suatu hari, Andre dan adik-adiknya kelaparan, lantaran persediaan beras tak ada lagi. Singkong pun dimasak untuk mengganjal perut.

Ketika duduk di bangku sekolah dasar, sebagai anak paling besar, Andre harus membantu orangtua mencari nafkah. Ia berjualan kue di sekolahnya. Hasil jualan kue lumayan untuk membantu perekonomian keluarga.

Sedari kecil, Andre menggantung cita-cita sebagai dokter. Untuk menggapai cita-cita itu, ia berjibaku agar terus bisa sekolah. “Waktu itu, sempat putus asa, karena tak ada uang untuk sekolah,” kenang putra Amandus Rentanubun dan Wilhelmina Bakarbessy ini.

Ia tak hilang akal. Andre memilih masuk ke seminari, agar mendapat pendidikan yang terbaik. Suatu hari, ia bersua dengan seorang bruder. Sang bruder memberikan janji akan membantu Andre bersekolah sampai pendidikan tinggi. Secercah harapan terbit di pelupuk hatinya. Dan benar. Selepas sekolah menengah atas, berkat bantuan sang bruder, Andre bisa melanjutkan pendidikan di Fakultas Teknik Sipil Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Kuliah teknik sipil adalah keinginan sang bruder. Andre hanya mengikuti keinginan itu.

Tantangan baru Andre temui ketika masuk tahun ketiga kuliah. Orangtua di kampung tak lagi mengirim uang. Sang bruder pun telah meninggal dunia. Andre harus kembali bergelut untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kuliahnya. Di sela-sela kuliah, ia kerja serabutan. Andre bekerja di rumah makan Padang, depot minyak, serta membantu mengerjakan skripsi teman-temannya. “Yang penting halal dan ada uang untuk makan,” kisahnya.

Pulang kampung
Setelah meraih gelar sarjana, dua pilihan menghampirinya: kerja di Batam dengan gaji empat juta rupiah per bulan atau pulang ke Langgur. Andre seperti berada di persimpangan jalan. Namun akhirnya, ia memilih pulang ke kampung halaman.

Berbekal ilmu yang telah ia genggam, Andre mencoba peruntungan dengan melamar menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Tak diduga, ia diterima. Gaji pertamanya sebagai PNS sebesar Rp 64.800. Tentu tak sebanding, jika ia memilih pergi dan bekerja di Batam. “Tak apa, saya memilih pulang demi menjaga adik-adik,” kata umat Paroki Santa Maria Tak Bernoda Langgur, Maluku Tenggara ini.

Andre bekerja keras sebagai abdi negara dan pelayan masyarakat. Karirnya pun kian meroket. Pangkatnya terus menanjak. Hingga pada 2008, ia terpanggil maju sebagai calon Bupati Maluku Tenggara.

Jadi bupati
Sebagai Bupati Maluku Tenggara, Andre memberi perhatian lebih kepada persoalan transportasi, pendidikan, kesehatan, permukiman, dan listrik. Kini, masyarakat Maluku Tenggara dapat menikmati jalur transportasi darat. “Dulu, hanya ada transportasi udara dan laut yang biayanya sangat tinggi. Sekarang, hampir semua wilayah sudah bisa dilalui dengan jalan darat,” tutur pria yang gemar menyeruput kopi ini.

Listrik juga telah masuk ke kampung-kampung. Pemerintah membeli genset dan membuat jaringan listrik untuk rumah-rumah warga. Selain itu, Andre juga menggalakkan program bedah rumah, terutama bagi para janda dan warga miskin. Biaya program ini diambil dari dana hasil penghematan perjalanan dinas para pejabat daerah.

Makin tinggi pohon, makin kencang angin yang menerpa. Beragam angin tantangan kerap menerpa Andre. Selepas dilantik sebagai bupati untuk periode yang kedua, istri Andre, Bernadeth Wakofan, meninggal dunia karena penyakit kanker. Pada waktu yang bersamaan, ia dituduh korupsi. Tuduhan tersebut ternyata tak terbukti. “Saya hanya diam. Lebih baik memikirkan kesejahteraan rakyat Maluku Tenggara,” tandas Andre.

Anderias Rentanubun
TTL : Langgur, Kei Kecil, 1 Desember 1962
Istri : Bernadeth Wakofan (Alm)
Anak : Rian Alexander Rentanubun, Adelia Donata Rentanubun, Krisna Rentanubun

Pendidikan:
• SD Matias 2 Langgur
• SMP Siwa Lima Langgur
• SMA Bhinneka Tunggal Ika Yogyakarta
• Fakultas Teknik Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Pekerjaan:
• Kepala Seksi Pekerjaan Umum (1995-2001)
• Kepala Sub Dinas Pekerjaan Umum (2001-2007)
• Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Kepulauan Aru (2007-2008)
• Bupati Maluku Tenggara (2008-2013)
• Bupati Maluku Tenggara (2013-2018)

Penghargaan:
• Adhikarya Pangan Nusantara Kategori Pembina Bupati/Walikota (2012)
• Penghargaan Pangan Nasional tentang Pengelolaan Pangan (2013)

Aprianita Ganadi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini