HIDUPKATOLIK.com – Pengalaman dan wawasan tentang Vatikan menjadi bekal bagi Greg Burke untuk duduk di kursi Direktur Kantor Berita Vatikan. Ia di belakang layar bagian publikasi Takhta Suci.
Akun Instagram Paus Fransiskus memiliki lima juta pengikut. Akun Twitter tiga kali lipat jumlahnya. Melalui lini media sosial, penerus Takhta St Petrus itu bisa menyapa dunia tanpa batas; terutama generasi milenial. Masuknya Paus ke lini media sosial tak terlepas dari peran Gregory Joseph Burke, yang kini menjabat sebagai Juru Bicara sekaligus Direktur Kantor Berita Vatikan. Namun, untuk konten pesan, Burke menyebut, Paus sendiri yang menyampai kan. “Paus akan mencuit apa yang dia mau,” kata Burke.
Pria yang populer dipanggil Greg Burke ini dianggap sebagai wajah “Efek Fransiskus”. Burke adalah anggota Opus Dei dan orang Amerika. Tak ada yang menduga, bahkan Burke sendiri, akan mengampu posisi penting itu. Pengamat Vatikan, John Alen menilai, promosi Burke merupakan cermin keterbukaan Paus Fransiskus. Paus ini lebih terbuka kepada kelompok Opus Dei yang sering dianggap konservatif itu. Pun menjadi antitesis tuduhan beberapa kelompok, bahwa Paus asal Argentina itu anti Amerika.
Mengubah Vatikan
Paus Fransiskus naik Tahkta St Petrus pada Maret 2013. Kala itu, komunikasi Vatikan dengan media luar sedang kelabu. Hal itu disebabkan beberapa kontroversi yang menghebohkan. Misal pada 2006, peristiwa Regensburg, di mana Paus Emeritus Benediktus XVI memberikan kuliah yang berujung pada hubungan kurang harmonis dengan Islam.
Pada 2010, Gereja dibanting dengan gelombang baru tuduhan pedofilia, kontroversi Bank Vatikan, hingga Vatileaks. Rentetan masalah ini membuat Vatikan menjadi sorotan kritik. Untuk itulah, pada Juni 2012, Vatikan memanggil Greg Burke dan bekerja sebagai sebagai penasihat senior Bidang Komunikasi di Sekretariat Negara-Kota Vatikan.
Beberapa bulan setelah ia bergabung, Paus Benediktus XVI akhirnya memiliki akun Twitter. Burke tahu, Paus pakar teologi ini sangat serius, layaknya intelektual kelas atas. Namun, ia berhasil meyakinkan Paus untuk membagi senyuman lewat Twitter. “Benediktus tidak tersenyum. Dia sangat Jerman,” testimoni seorang perempuan muda Italia yang bekerja di sebuah toko di halaman Basilika St Petrus.
Burke mahfum; sebagai penerus Takhta Suci, Paus Fransiskus praktis menarik perhatian khalayak. Ia melakukan beberapa gestur yang jarang dilakukan Paus. Misal memberkati dan mencium seorang penderita cacat, memakai helm pemadam kebakaran hingga membiarkan seorang anak kecil memeluk kakinya. Oleh Burke, rangkaian gestur itu disebar dengan cara cerdas ke seluruh dunia.
Kerja bagus Burke mendapat ganjaran setimpal. Pada 1 Februari 2016, ia ditugaskan sebagai Wakil Direktur Kantor Berita Vatikan. Setahun berselang, saat Pater Federico Lombardi SJ, Direktur Kantor Berita Vatikan, mengundurkan diri, Paus Fransiskus lantas menunjuk Burke sebagai pengganti. Sejak itu, Burke mengubah wajah komunikasi Vatikan di abad milenium ini. Burke menjadi awam selibat pertama dan dari Amerika, yang berada di posisi tersebut.
Sangat Katolik
Burke lahir dan tumbuh besar di St Louis, Missouri Amerika Serikat. Burke, -meminjam kata-kata Kardinal Timothy Dolan dari New York-, menyebut kampung halamannya sebagai “daging dan kentang Katolik”. Ungkapan ini, mengacu pada orang-orang dengan akar Katolik yang kuat. Burke menggambarkan keluarga, para kenalan, dan umat Paroki St Gabriel di selatan St Louis Missouri sebagai Katolik yang taat.
Para orangtua, jelas Burke, cenderung mengirim anak-anak mereka ke sekolah Katolik. Banyak bocah laki-laki berebut menjadi putra altar. Para remaja atau orang tua yang menginginkan anak-anaknya menjadi imam, akan menghadiri Misa harian.
Rumah Burke hanya sepelempar batu jauhnya dari gereja. Burke meyakini, ayahnya yang adalah seorang dokter anak, membeli rumah itu karena dekat dengan gereja dan sekolah St Louis High School. Sekolah itu, kata Burke, sangat kental dengan pengaruh Jesuit. “Saya dulu mengira ditakdirkan untuk menjadi imam. Tapi saya tidak merasakan tarikannya,” kata Burke mengenang masa kecilnya.
Lulus SMA, anak ketiga dari enam bersaudara ini, menempuh jurusan Jurnalistik di Universitas Columbia, Manhattan, New York. Burke memulai jejak jurnalistik di sebuah surat kabar kecil di Port Chester, New York, dan kemudian bekerja sebagai reporter cuaca di Chicago. Pada 1988, dia pindah ke Roma dan mulai menulis untuk National Catholic Register. Burke juga sempat menulis untuk Majalah TIME dan menjadi kontributor banyak media internasional. Lebih dari satu dekade, ia bekerja untuk Fox. Tak hanya Vatikan, Burke juga meliput wilayah Eropa dan Timur Tengah.
Hari ini, meskipun dia adalah salah satu wajah publik Vatikan yang paling menonjol, Burke mempertahankan getaran Amerika-nya. Burke memiliki selera humor yang bagus. “Saya benar-benar berpikir akan meninggalkan Fox untuk bekerja di klub sepak bola. Tapi berakhir di Vatikan. Di sini tidak ada tiket gratis untuk pertandingan sepak bola, tapi tersedia kursi bagus saat Natal dan Paskah,” kata Burke.
Humor Burke ini, menjelaskan iman Katolik yang mengakar dalam dirinya. Selain lingkungan Missouri –yang ia sebut tempat bagus bagi pertumbuhan iman– Burke sejak 18 tahun lalu bergabung dengan Opus Dei. Beberapa tahun berselang, ia menjadi anggota numerary (utuh) gerakan kategori prelatur personal itu. Anggota numerary Opus Dei, memiliki pekerjaan normal, seperti halnya Burke. “Apakah saya dipekerjakan karena saya di Opus Dei,” renung Burke, pada 2012 silam ketika masuk ke Vatikan.
David Gibson, wartawan Religious News Service menyebut, Opus Dei hebat dalam komunikasi. Gibson merujuk pada Joaquin Navarro-Valls, juru bicara mendiang Paus Yohanes Paulus II yang juga anggota Opus Dei. Kata Gibson, banyak orang mengira, Vatikan itu seperti sistem CIA atau National Security Agency milik Amerika Serikat. Vatikan pada dasarnya, adalah desa kecil Italia; sebuah sistem yang sangat sklerotik dan terikat tradisi yang nyaris tidak memenuhi syarat sebagai sebuah sistem. “Kupikir seseorang seperti Greg bisa membantu.”
Sepenarian dengan Gibson, Pastor John Wauck, seorang profesor di Universitas Kepausan Salib Suci di Roma menyebut, Burke mengerti bagaimana para teolog berpikir dan berbagi iman mereka. Di sisi lain, Burke dihormati dan benar-benar disukai para jurnalis di Roma. “Dia seorang profesional media berbahasa Inggris yang mengenal bahasa Italia, budaya dan pola pikir Vatikan luar dalam. Hal ini penting karena banyak kesulitan Vatikan dengan media berasal dari hal-hal yang hilang dalam terjemahan. Greg bisa mencegahnya.”
Burke, secara perlahan membuat Kantor Berita Vatikan lebih terbuka. Di bawah kendali Burke, Vatikan juga beringsut menuju strategi media digital. Sebagai reporter, Burke memahami dinamika politik Vatikan. Burke merumuskan pesan dan mencoba memastikan semua orang tetap pada pesan. “Saya tahu apa yang dicari jurnalis. Apa yang mereka butuhkan, dan saya tahu bagaimana hal-hal akan dimainkan di media,” pungkas Burke.
Gregory Joseph Burke
Nama : Gregory Joseph Burke
TTL : St. Louis Missouri Amerika Serikat, 8 November 1959
Pendidikan :
• St Louis University High School
• Jurnalistik Universitas Columbia, Manhattan, New York
Pekerjaan:
• Juru Bicara dan Direktur Kantor Berita Vatikan
• Wakil Direktur Kantor Berita Vatikan
• Jurnalis FOX News
• Jurnalis dan kontributor untuk United Press International, Reuters, Metropolitan, National Catholic Register, Majalah TIME
Edward Wirawan