Perampokan dan Tembak Mati: Jalan Salib Misionaris di Filipina

2678
Jalan Salib Misionaris di Filipina [foto: Tuan Kopong Msf)

HIDUPKATOLIK.COM – Perampokan dan Tembak Mati: Jalan Salib Misionaris di Filipina

Negara Filipina dikenal sebagai negara Mayoritas umat Katolik. Namun tidak menjamin bahwa seorang Imam maupun Misionaris selalu aman dari incaran perampok atau preman bersenjata. Ketakutan akan menjadi sasaran rampok dan tembak mati menjadi jalan salib Misionaris di Philipina.

Kematian RP. Fransiskus Madhu SVD, Imam serikat SVD dari Manggarai yang menjadi Misionaris di Provinsi Kalinga-Filipina, ditembak mati oleh tiga orang tak dikenal ketika hendak mempersiapkan misa Minggu Palma pada 1 April 2007, menjadi catatan hitam bahwa menjadi Misionaris di negara yang mayoritas Katolik, tidak serta merta menjadi jaminan keselamatan dalam pelayanan sebagai seorang imam dan misionaris.

Catatan hitam atas penyerangan pada para imam, misionaris semakin menjadi sebuah ancaman serius ketika pada Senin malam, 04 Desember 2017; Pastor Tito Paez (72 th) imam Diosesan dari Keuskupan San Jose ditembak mati oleh empat orang bersenjata tak dikenal ketika sedang mengendarai mobil dalam perjalanan pulang dari sebuah misi kemanusiaan: membantu memfasilitasi pembebasan seorang tahanan politik di penjara Cabanatuan- Nueva Ecija.

Pastor Tito Paez dikenal sebagai imam yang berjuang bersama masyarakat petani dan adat untuk memperjuangan keadilan dan kebenaran, maka tidak salah kalau Beliau dipilih menjadi Koordinator Misionaris bagi Masyarakat Miskin Filipina. Pastor Tito Paez dikenal juga sebagai seorang aktivis Hak Asasi Manusia yang giat membela hak dan keadilan para petani, masyarakat adat dan kaum miskin (www.Rapple.com-05-Dec-2017).

Rural Missionaries of the Philippines (RMP) in Central Luzon (Misionaris Pedesaan Filipina), sebuah kelompok atau organisasi para imam dan umat awam nasional, antar-keuskupan dan antar kongregasi yang bekerja sama dengan petani dan masyarakat adat yang dikoordinir oleh Pastor Tito Paez, mengatakan bahwa penembakan terhadap Pastor Tito adalah sebuah perlawanan brutal terhadap Gereja dan usaha untuk menghadirkan ketakutan dan teror kepada siapapun menentang militer dan karakter kejam pemerintahan Duterte serta pembungkaman terhadap siapapun yang menentang tembak mati (hukuman mati) bagi pengguna narkoba dan pelanggaran hak asasi manusia rezim ini (www.Rapple.com-05-Dec-2017).

Atas dua contoh kenyataan kematian di atas dan kenyataan di negara Filipina, di mana masyarakat biasa bebas memiliki senjata api, dan pernah mendengar suara tembakan perlawanan antara pengguna narkoba melawan polisi yang berada dekat di sekitar paroki, saya paling tidak merasakan ketakutan yang luar biasa.

Tugas mulia sebagai seorang Misionaris-sebagaimana juga yang dialami oleh beberapa Misionaris, imam dan pendeta yang disandera dan dirampok serta ditembak mati sebagaimana dialami oleh kedua Pastor di atas-di negara mayoritas Katolik tidak serta merta memberikan rasa aman pada saya dengan kedua teman misionaris yang lain (Pastor Vincent dan Pastor Joseph MSF), namun selalu diikuti rasa takut, cemas dan khawatir ketika hendak melakukan perjalanan ataupun ketika hendak memimpin misa dan tidur.

Bebasnya senjata api beredar di tengah masyarakat dan kenyataan perampokan atau apapun yang berakhir dengan tembakan mati, saya merasakan bahwa menjadi Misionaris di Filipina di mana bayang-bayang perampokan dan tembak mati adalah sebuah Jalan Salib maha berat di Filipina.

Pengalaman dan perasaan pribadi, setiap kali memimpin misa atau saat tidur malam, selalu disertai ras takut dan was-was akan penyerangan tiba-tiba dari orang yang tak dikenal.

Dari pengalaman ini, saya menyadari bahwa Menjadi Missionaris di negeri orang seperti di Filipina, tidak hanya pelayanan tanpa pamrih yang diberikan namun bayang-bayang kematian di ujung senjata para perampok ataupun kelompok pendukung pemerintahan yang ditentang menjadi sebuah Jalan Salib Misionaris yang di satu sisi berkata; “Tuhan, jikalau mungkin ambilah cawan ini daripadaku”, namun di sisi lain hanya nada kepasrahan menjadi peneguh; “tetapi bukanlah kehendakku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.” (bdk. Luk 22:42).

Manila: 06-December-2017, RP. Yohanes Tuan Kopong, MSF (Imam-Misionaris MSF, tinggal di Manila, Filipina).

 

(ab)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini