Saya Benci Menjadi Seorang Guru – Bagian I

423
Bruder Dieng, SJ sewaktu mengajar di TK Komugai, paroki St.Yohanes Pemandi, Waghete, Papua

HIDUPKATOLIK.COM – Saya benci menjadi seorang guru! Saya benci saat menghadapi proses pembelajaran yang sulit dan para siswa yang memiliki kemampuan rendah. Menyedihkan, adalah saat saya telah menyiapkan proses pembelajaran dengan baik dan maksimal, namun para siswa yang diajar tidak paham.

Laksana berbicara dengan bangku-bangku diam yang tak bersuara, itulah keadaanya. Frustasi, adalah saat memberikan tugas dan ulangan harian, namun tidak pernah dikerjakan dengan tuntas oleh para siswa. Saya tak habis pikir, “bukankah ini demi ketuntasan nilai mereka? Mengapa mereka tidak mau mengerjakannya secara maksimal dan sungguh-sungguh?”

Kebencian ini bukanlah yang pertama. Tahun 2010, saya pernah berkarya di paroki St. Yohanes Pemandi, Waghete, Papua. Di kala itu, saya menjadi seorang kepala sekolah TK Komugai. Di tempat yang sama, saya melayani anak-anak Papua dari kebutaan mereka terhadap huruf, terhadap membaca, menulis dan menghitung.

Tahun 2017 ini, saya ditugaskan kembali di Papua. Bedanya, kini saya menjadi seorang guru di SMA YPPK (Yayasan Pendidikan Persekolahan Keuskupan) Adhi Luhur atau Kolese Le Cocq d’Armandville.

Mengapa saya benci menjadi seorang guru? Apakah kesempatan menjadi guru ini kebetulan? Ataukah justru ini kesempatan bagi saya untuk melayani lebih banyak orang?

Ikuti romantika bruder A. Dieng Karnedi, SJ, SS, S.Pd sebagai guru dan sub moderator di sekolah SMA Adhi Luhur, Nabire, Papua, pada bagian kedua selanjutnya, hanya di HIDUPKATOLIK.com.

(A.Bilandoro)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini