Teladan Dan Pelindung Bagi Asisten Rumah Tangga

781

HIDUPKATOLIK.com – Sejak umur 12 tahun, ia sudah menjadi pembantu. Setelah wafat, ia sangat dihormati berkat kemurahan hatinya dan menjadi perantara rahmat Allah.

Selama 48 tahun, Zita bekerja pada keluarga Fatinelli. Di rumah keluarga kaya asal Lucca, Italia itu, ia bekerja sebagai Asisten (Pembantu) Rumah Tangga. Sehari-hari, perempuan kelahiran Bozzanello, Monte Sagrate, Tuscany, Italia, membuat roti dan merawat anak majikannya.

Zita bekerja di rumah Fatinelli sejak berusia 12 tahun. Kemelaratan memaksa gadis belia itu membanting tulang. Miris, kala remaja lain seusianya asyik bermain dan mengenyam pendidikan, ia justru menanggung beban hidup keluarga.

Kendati demikian, Zita tak mengeluh. Ia tak pernah mengutuk pilihan hidupnya menjadi Asisten Rumah Tangga (ART). Baginya, pekerjaan merupakan perutusan Tuhan dan penitensi atas dosa-dosanya. Karena itu, ia selalu mengerjakan tugasnya dengan baik. “Seorang gadis yang saleh akan bekerja dengan rajin. Jika hanya pura-pura bekerja, hal itu hanyalah kesalehan palsu,” katanya.

Meski dihimpit banyak pekerjaan, Zita tak pernah absen mengikuti Misa dan berdoa. Saban pagi, ketika keluarga Fatinelli dan seluruh pekerja di rumah itu masih terlelap, Zita pergi berjalan kaki ke Pisa. Di sana, ia masuk gereja, berdoa, dan mengikuti Ekaristi. Usai ritualnya itu, ia lalu bekerja. Pada malam hari, sebelum kembali ke peraduan, ia pun bertelut dalam doa.

Zita sangat perhatian kepada orang miskin dan menderita. Ia kerap membagi jatah makanannya kepada orang yang kelaparan. Bila masih ada makanan tersisa di meja sang majikan, ia membagikannya kepada orang miskin.

Keutamaan hidup dan kesalehannya sudah tertanam sejak kecil. Teladan itu menjadi satu-satunya kekayaan yang ia warisi dari orangtuanya, terutama ibundanya. Sejak kecil, Sang Ibu selalu mengajak anak-anaknya berdoa dan mengikuti Misa. Ibunya kerap menasihati agar mereka hidup sesuai kehendak Tuhan. Berkat teladan sang ibu, kakaknya terpanggil menjadi biarawati Cistercian (OCist). Sementara, Zita tumbuh menjadi pribadi yang saleh nan murah hati.

Teladan Kesetiaan
Tak semua orang simpatik dengan kebaikan serta keuletan Zita. Para pelayan di rumah Fatinelli iri dan benci padanya. Ia kerap dicaci dan diperlakukan kasar. Bahkan, mereka sering menghasut sang majikan tentang Zita. Mereka memfitnah Zita mencuri barang-barang, malas dan sembrono mengerjakan tugas.

Tanpa mendengar kesaksian Zita, sang majikan langsung melayangkan pukulan atau menghukumnya. Zita tabah diperlakukan seperti itu. Ia tak menyimpan amarah dan dendam. Sebaliknya, ia tetap menyayangi, memperhatikan, dan menghormati mereka. Semua tugasnya dikerjakan dengan baik. Seolah tak ada kejadian buruk yang ia alami. “Semua aktivitas rohani akan sia-sia dijalani, seandainya kita malas bekerja,” Zita menguatkan semangat.

Tahun demi tahun lewat, hati majikannya tergugah berkat kesetiaan, ketabahan, semangat hidup, dan pelayanan Zita. Sang majikan menjadikan Zita kepala urusan rumah tangga. Tanggung jawab Zita makin berat, sementara api kebencian menyulut pelayan lain.

Kejadian Aneh
Para pelayan Fatinelli bersekongkol untuk menghasut sang majikan dan menjebak Zita. Namun, semua rencana itu gagal total. Bahkan beberapa kejadian membuat mereka takjub.

Konon, pada suatu ketika, para pelayan mengetahui Zita keluar rumah untuk memberikan makanan kepada orang miskin. Para pelayan lain menghasut sang majikan bahwa Zita mengabaikan tugas membuat roti untuk keluarga. Namun, saat melintas di dapur untuk bertemu sang majikan, mereka melihat empat sosok malaikat bersayap sedang membakar dan menata roti. Mereka kaget dan urung menghadap Fatinelli.

Pada kesempatan lain, rekan kerja Zita melihatnya sedang memasukkan roti ke dalam celemek. Mereka langsung melaporkan kejadian itu kepada majikan. Kala Zita hendak keluar dari dapur untuk memberi roti kepada orang kelaparan, majikannya langsung mencegat dan memintanya membuka celemek. Alangkah terkejut sang majikan begitu Zita membukanya, bunga dan daun berhamburan dari celemek itu.

Pada suatu waktu, wilayah Lucca sedang ditimpa kelaparan amat hebat. Namun, tragedi itu justru menjadi ladang bisnis keluarga Fatinelli untuk mengeruk banyak keutungan. Kebetulan mereka memiliki stok kacang merah berlimpah di gudang. Mereka bisa menjual bahan makanan itu dengan harga tinggi.

Sebagai kepala urusan rumah tangga, Zita mengetahui persediaan makanan di gudang Fatinelli cukup melimpah. Demi menyelamatkan nyawa rakyat Lucca, ia mengambil dan membagikan kacang merah kepada semua orang. Perbuatan Zita terendus oleh Fatinelli. Sang majikan geram dan hendak menghukum Zita. Namun, Zita mengatakan, jumlah kacang merah di gudang milik tuannya tak berkurang sedikitpun. Benar adanya, tak ada satu tumpukan karung kacang merah yang hilang atau pun berkurang.

Pengabdian sebagai ART setia, tabah, ulet, nan murah hati ini akhirnya terhenti. Zita wafat pada 27 April 1272, pada usia 60 tahun, di rumah keluarga yang telah dilayaninya. Konon, kala ia bergumul dalam sakratul maut, sebuah bintang berpendar terang di atas loteng kamarnya. Cahaya bintang itu perlahan meredup dan hilang saat Zita menghembuskan nafas terakhir. Jasadnya dimakamkan di Gereja St Frediano, Lucca.

Setelah wafatnya, beredar berbagai kabar mukjizat penyembuhan lewat perantaraan Zita. Marie de Sens, putri William Gricu, bangsawan Burgundy, Perancis sembuh dari buta dan lumpuh setelah berziarah dan berdoa selama 10 hari di makam Zita.

Lonceng gereja St Frediano dibunyikan, bila tersiar kabar mukjizat berkat perantaraan Zita. Maudriano Torsello asal Lucca, tak percaya dan mengumpat begitu mendengar genta gereja berdentang. Selesai mencaci, Torsello bisu. Ia kaget dan menyesali perbuatannya. Ia mohon ampun dan kesembuhan kepada Zita. Tak lama kemudian, Torsello bisa berbicara lagi.

Pada 1580, makam Zita digali. Tubuhnya utuh. Lalu jasadnya disemayamkan di peti kaca dan ditempatkan di Gereja St Frediano. Kabar cepat beredar, hingga akhirnya Takhta Suci membuka pintu beatifikasi. Pada 1652, Bapa Suci Innocentius X membeatifikasi Zita.

Sedikitnya tercatat 150 kesaksian mukjizat, hingga akhirnya Paus Innocentius XII mengesahkan dekrit kanonisasi Zita pada 5 September 1696. Pada 1748, Paus Benediktus XIV memasukkan nama Santa Zita ke dalam daftar Martirologi Gereja Katolik Roma. Tiap 27 April, Gereja mengenang keutamaan.

Dua pernyair Italia mengabadikan nama “Zita” dalam karyanya masing-masing: “Inferno” (XI, 38) karya Dante Alighieri, dan “Dittamonde” (III, 6) karya Fazio degli Uberti. Di Lucca, satu minggu menjelang perayaan St Zita, masyarakat menggelar festival bakar roti dan aneka bunga.

Yanuari Marwanto

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini