Pencipta Layanan Commuter Line

389
Menyapa: Ignatius Tri Handoyo berbincang dengan penumpang.
[NN/Dok.Pribadi]

HIDUPKATOLIK.com – Sebagai Direktur Utama PT KAI Commuter Jabodetabek, ia melahirkan aneka terobosan baru untuk melayani konsumen. Ia merasakan, Tuhan selalu menjaga hidupnya.

Hari masih pagi, sekitar pukul tujuh. Direktur Utama PT KAI Commuter Jabodetabek Ignatius Tri Handoyo telah berada di Stasiun Sudimara, Ciputat, Tangerang Selatan. Mengenakan seragam lengkap, Tri berjalan mondar-mandir di stasiun. Sekali- sekali, ia menyapa calon penumpang.

Tiba-tiba, dari kejauhan datang seorang pria berlari menghampiri Tri. Pria itu bertanya kepada Tri, “Bapak petugas tetap atau bukan di stasiun ini?” Tri menjawab sigap, “Ya, saya petugas di sini! Ada yang bisa saya bantu, Pak?” Mendengar jawaban itu, sang pria langsung meluapkan amarah. Ia menggerutu karena kereta commuter lama sekali datang dan selalu penuh.

Tri mencoba memberi penjelasan kepada sang pria itu. Tapi, pria itu tak mau menerima penjelasan Tri. Mereka pun berdebat. Perdebatan berakhir setelah Tri menawarkan untuk mengembalikan uang pembelian tiket.

Situasi demikian kerap dijumpai Tri, kala blusukan di stasiun. Tapi, itulah cara Tri menjaring masukan dan keluhan konsumen. Ia rela dimaki-maki penumpang, tapi kemudian ia tahu persis persoalan yang terjadi, sehingga lebih mudah mengurainya dan mencari solusi.

Konsumen kereta commuter Jabodetabek terus meningkat. Pada 2008, jumlah penumpang berjumlah 300 ribu orang setiap hari. Sementara tahun ini, jumlah penumpang meningkat menjadi 700 ribu orang setiap hari. Pada 2019, PT KAI Commuter Jabodetabek menargetkan 1,2 juta penumpang setiap hari. Peningkatan jumlah penumpang ini, kata Tri, juga harus diiringi dengan pelayanan yang lebih baik, salah satunya dengan menambah armada kereta commuter.

Terobosan baru
Tri mulai berkarya di PT KAI Commuter Jabodetabek sejak 2008. Ia diajak koleganya di Citibank, Ignasius Jonan, yang kala itu menjabat sebagai Direktur Utama PT KAI. Jonan meminta Tri mengurusi keuangan dan sumber daya manusia di PT KAI Commuter Jabodetabek “Saat itu, PT KAI Commuter Jabodetabek baru akan dibentuk. Sebelum itu, namanya Divisi Jabodetabek. Tapi karena terus berkembang, maka diminta berdiri sendiri sebagai anak perusahaan,” kata Tri.

Empat tahun berselang, Tri ditunjuk sebagai Direktur Utama PT KAI Commuter Jabodetabek. Aneka terobosan baru lahir dari tangannya. Penggunaan e-ticketing yang mulai berlaku 1 Juli 2013, adalah salah satu terobosan yang dibuat Tri. Selama tiga bulan lebih, Tri ikut mensosialisasikan penggunaan e-ticketing kepada penumpang. “Mentransformasi kebiasaan bertahun-tahun menggunakan tiket kertas kemudian diganti menggunakan e-ticketing itu pekerjaan luar biasa,” ujar Tri.

Setelah e-ticketing berjalan lancar, pada Januari 2015, PT KAI Commuter Jabodetabek meluncurkan gelang tiket. Gelang ini bisa menggantikan e-ticket yang berupa kartu. Bentuk gelang dipilih, ujar Tri, agar tidak mudah hilang, seperti kartu. Dan Juli 2015 nanti, PT KAI Commuter Jabodetabek akan meluncurkan penggunaan telepon genggam untuk pembelian tiket. “Jadi nanti, kalau naik kereta commuter, penumpang punya tiga pilihan; menggunakan kartu, gelang, atau telepon genggam. Jadi, penumpang tak perlu antre lagi, bisa langsung masuk kereta,” kata Tri.

Orang subsidi
Pencapaian Tri sebagai Direktur Utama PT KAI Commuter Jabodetabek harus melalui jalan yang berliku. Ketika Tri masih duduk di bangku kelas satu sekolah dasar, sang ayah meninggal dunia. Ibunya berjuang sendiri membesarkan dan mendidik Tri bersama tiga saudaranya.

Setelah lulus sekolah dasar, Tri mendapat orangtua asuh yang bersedia mem biayai sekolah. Tri tak membuang kesempatan itu. Selepas sekolah menengah pertama, Tri memilih masuk Seminari Menengah Wacana Bhakti Jakarta. “Semua biaya di seminari ditanggung seorang warga lingkungan,” kisah Tri mengenang.

Namun, perjalanan Tri di seminari tak berjalan mulus. Ia tak kerasan di seminari. “Hanya tiga bulan di seminari, lalu keluar,” ujar Tri tersenyum.

Tri melanjutkan pendidikan di SMA Kolese Gonzaga Jakarta. Tri mendapat keringanan biaya sekolah. “Saya ini orang yang selalu disubsidi. Ibu saya janda. Paroki Blok B juga membantu biaya pendidikan saya. Puji Tuhan, saya bisa seko lah sampai SMA,” ujar umat Paroki St Yohanes Penginjil Blok B, Jakarta Selatan ini.

Sudah cukup
Lulus dari SMA Kolese Gonzaga, Tri melanjutkan pendidikan di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Lagi-lagi, Tri tak kerasan belajar di UGM. Ia memutuskan hengkang dari UGM, lalu masuk Fakultas Teknik Industri Institut Teknologi Bandung (ITB). Untuk menyambung hidup di Bandung, Tri mengajar komputer.

Setelah tamat dari ITB, Tri pulang ke Jakarta. Ia mulai mencari pekerjaan. Tri pun diterima bekerja di lembaga riset ekonomi, Econit. Pekerjaannya membutuh kan daya analisa bidang ekonomi yang kuat, padahal Tri seorang sarjana teknik industri.

Kala itu, atasan Tri di Econit, Rizal Ramli ditunjuk Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri Keuangan. Rizal Ramli meminta Tri menjadi stafnya. “Saat itu, saya merasa Tuhan sungguh menjaga hidup saya. Dari yang susah sekolah, lalu bisa lulus sarjana, dan menjadi staf menteri.” Tak hanya itu, pada 2000, Tri bisa melanjutkan pendidikan di Monash University, Australia.

Pulang dari Negeri Kanguru, Tri bekerja di perusahaan milik Rizal Ramli. Tapi dua tahun kemudian, Tri memutuskan keluar, lalu membangun usaha sendiri. Ia berjualan motor dan membuka bengkel di Bekasi. Usaha ini hanya berjalan satu tahun.

Tri bertemu dengan Ignasius Jonan, lalu diajak bekerja di Citibank. “Saya kenal Pak Jonan saat Pak Rizal Ramli menjadi menteri. Waktu itu, Pak Jonan bekerja di Citibank. Saya diajak bekerja bersamanya,” kisah Tri.

Ignasius Jonan pula yang kemudian mengajak Tri bergabung dengan PT KAI. Setelah lebih dari enam tahun berkarya di PT KAI Commuter Jabodetabek, Tri memutuskan mengundurkan diri pada Januari lalu. “Saya sudah turut membangun PT KAI Commuter Jabodetabek. Sudah cukup bagi saya. Setelah ini, saya akan bekerja kembali di bidang keuangan,” ujar Tri.

Ignatius Tri Handoyo
TTL : Jakarta, 17 November 1971
Istri : Gayatri Probosasi
Anak : Andrea Veda Anarghya dan Daniel Dhira Narayana

Pendidikan:
• SMPN 11 Jakarta
• SMA Kolese Gonzaga Jakarta
• Fakultas Teknik Industri Institut Teknologi Bandung (ITB)
• Master of Business Administration di Monash University, Australia

Pekerjaan:
• Peneliti di Econit, lembaga konsultan ekonomi (1997-2000)
• Staf Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri Keuangan (2000-2001)
• Staf di Citibank (2007-2008)
• Direktur Keuangan dan SDM PT KAI Commuter Jabodetabek (2008-2012)
• Direktur Utama PT KAI Commuter Jabodetabek (2012-Januari 2015)

Aprianita Ganadi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini