Mengapa Kita Masih Menderita Meskipun Yesus Sudah Menanggung Dosa Kita?

2130

HIDUPKATOLIK.com – Dalam ibadat Jalan Salib dikatakan bahwa oleh bilur-bilur Kristus, kita telah disembuhkan. Bagaimana Yesus mungkin menanggung dosa kita? Kalau sudah ditanggung Yesus, mengapa kita masih menanggung kesengsaraan dan penderitaan?

Rochmanwati Indrijasih, Surabaya

Pertama, manusia bukanlah sebuah pulau yang terpisah dari manusia lain. Manusia bukanlah makhluk soliter, artinya yang ada sendiri untuk dirinya sendiri. Manusia adalah makhluk relasional; keberadaan setiap manusia saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain, serta bersama-sama membentuk kesatuan besar. Setiap individu adalah bagian dari kesatuan besar umat manusia ini. Dimensi relasional ini memainkan peran yang sangat penting dalam kaitan dengan dosa Adam dan rahmat penebusan Kristus.

Kedua, Yesus dimungkinkan menanggung dosa kita, karena Yesus telah menjadi sama seperti kita dalam segala hal (Fil 2:7), yaitu umat manusia keturunan Adam, dengan lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada Hukum Taurat (Gal 4:4-5). Bedanya dengan kita hanyalah dalam hal dosa (Ibr 4:15; bdk 2:14). Solidaritas Kristus yang sedemikian total dan kesucian diri-Nya di hadapan Allah inilah yang memungkinkan bahwa ketaatan Kristus kepada Bapa sampai mati di salib mempunyai dampak untuk kita, “Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus” (2 Kor 5:19).

Ketaatan Kristus sampai mati menjadi “sarana pendamaian” (Rom 3:25) hubungan Allah dengan manusia. Yesus menderita karena menanggung dosa-dosa umat manusia dan menjadi penebus umat manusia (2 Kor 5:14-15). “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.” (2 Kor 5:21). Gagasan substitusi ini sebenarnya sudah bisa kita lihat dalam nyanyian hamba Allah, “tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya dan kesengsaraan kita yang dipikulnya. … Dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita…, oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.” (Yes 53:4-5).

Cakupan solidaritas Kristus tidak terbatas hanya pada menanggung dosa, tetapi juga dalam kematian dan konsekuensinya, dalam kebangkitan; “Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan dibangkitkan untuk mereka.” (2 Kor 5:15) Kebangkitan Kristus merupakan awal dari kebangkitan semua orang yang ditebus- Nya. Kristus adalah buah sulung kebangkitan (1 Kor 15:20-28). Dialah kakak sulung kita.

Inilah yang diajarkan Paulus dengan begitu yakin bahwa karena ketaatan satu orang, semua orang dijadikan orang benar. Inilah proses pembalikan dari dosa Adam, yaitu karena ketidaktaatan satu orang, Adam, semua orang terkenai oleh noda dosa (Rom 5:12-21).

Ketiga, dengan kebangkitan, Kristus mewakili seluruh umat manusia dalam mengalahkan dominasi kekuatan dosa dan kematian di Kalvari. Inilah yang disebut penebusan objektif. Kemenangan Kristus ini tidak serta merta meniadakan dosa, penderitaan dan kematian dalam hidup kita karena dibutuhkan partisipasi kita untuk meng-“amini” dan meng-“imani”, sehingga rahmat kemenangan Kristus juga mewujud dalam diri kita. Karena kemenangan Kristus, perbudakan manusia oleh dosa sudah dipatahkan, sehingga bersama Kristus manusia bisa dibebaskan dari kekuatan dosa dan kematian. Inilah penebusan subjektif.

Rasul Paulus menekankan partisipasi subjektif manusia. Manusia disalibkan bersama dengan Kristus (Rom 6:6; Gal 2:19), mati bersama Kristus (Rom 6:8), dibangkitkan bersama Kristus (Kol 2:12), menderita bersama Kristus (Rom 8:17), hidup bersama Kristus (Rom 6:8), dimuliakan bersama Kristus (Rom 8:17). Solidaritas Yesus dengan seluruh umat manusia menjadikan Yesus penebus seluruh umat manusia (2 Kor 5:14-15).

Petrus Maria Handoko CM

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini