HIDUPKATOLIK.com – Guru dan dosen lebih senang memperhatikan siswa dan mahasiswa yang pandai, aktif dan menonjol, sedangkan yang lemah, yang lebih membutuhkan bantuan, sering tidak diperhatikan. Perhatian sekolah dan staf guru maupun dosen biasanya kecil terhadap siswa atau mahasiswa yang lemah, yang nilainya jelek, yang tidak banyak unjuk gagasan di kelas (hlm 19).
Apa itu karakter? Mengutip dari Doni Koesoema, karakter dari bahasa Yunani ‘karasso’ berarti cetak biru, format dasar, sidik, seperti sidik jari. Di sini maksudnya, sikap yang sudah ada pada anak didik dan yang harus dikembangkan ke depan. Bagi Ki Hadjar Dewantara, karakter sama dengan watak. Perkembangan karakter sangat dipengaruhi oleh bakat awalnya dan pengaruh pendidikan yang dialami selanjutnya.
Karaketer = budi pekerti
Sedangkan bagi Nicolas Driyarkara, menyamakan karakter dengan budi pekerti. Karakter itu orang mempunyai kebiasaan menjalankan dorongan yang baik. Karakter sebagai nilai-nilai dan sikap hidup yang positif, yang dimiliki seseorang sehingga mempengaruhi tingkah laku, cara berpikir dan bertindak, dan akhirnya menjadi tabiat hidupnya, misalnya kejujuran (hlm 27-29).
Peran guru dalam pendidikan karakter di sekolah sangat menentukan. Misalnya, teladan hidup moral: guru menjadi teladan dalam hidup jujur, hidup rukun, hidup bersangat. Menciptakan suasana kelas demokratis, siswa dilibatkan dalam pengambilan keputusan bersama. Ciptakan komunitas yang bermoral, guru membantu siswa mengerti satu dengan yang lain, saling menghargai, dan mau bekerja sama dalam kelompok (hlm 127).
Peduli kepada kaum lemah
Konteks Indonesia sangat penting pendidikan Karakter direalisasikan. Beberapa persoalan pokok perlunya pendidikan karakter yakni soal korupsi, konflik dan kekerasan yang memakan korban jiwa, penghargaan terhadap HAM, kepekaan pada orang kecil dan miskin, dan ketidaktaatan pada hukum (hlm 14-20).
Isi nilai karakter yang sesuai dengan konteks bangsa. Misalnya masalah korupsi, menyontek dan plagiat. Persoalan tersebut menuntut pendidikan karakter yakni kejujuran. Bagaimana mendeskripsikan nilai kejujuran? Jujur dalam kata dan perbuatan, berlatih berkata benar, bilang ya bila ya, bilang tidak bila tidak, tidak menipu dan korupsi, tidak menyontek dalam ulangan dan ujian di kelas, jujur dalam praktikum, tugas dan PR (hlm 33-34). Kejujuran merupakan sikap penting dalam membangun negara ini yang banyak mengalami korupsi dan pembohongan (hlm 33-34, 137-138).
Keteladanan
Menurut Prof Paul Suparno, SJ kendala yang mungkin terjadi dalam pendidikan karakter di Indonesia antara lain, ketidakmampuan dan ketidaksesuaian pendidik, program kurang baik, kekurangan dana, waktu tidak tepat, tidak ada teladan dari orang dewasa (pejabat), lingkungan yang tidak kondusif, kebiasaan (hlm 129-134).
Penulis dan mantan rektor Universitas Sanata Dharma (2001-2006) membagi buku Pendidikan Karakter di Sekolah ini mejadi 11 bab dengan urutan sebagai berikut pendahuluan, pengertian pendidikan karakter, karakter dan perkembangan manusia, yang mempengaruhi pendidikan karakter, siapa yang dilibatkan, model pendidikan karakter, mengajarkan nilai karakter lewat mata pelajaran, kendala pendidikan karakter dan usaha ke depan, contoh pendidikan karakter, evaluasi dan penilaian.
Para guru, kepala sekolah, dan pencinta pendidikan karakter sangat perlu membaca dan memiliki buku ini untuk membantu dan mengembangkan pendidikan karakter di sekolah masing-masing.
Data Buku:
Judul : Pendidikan Karakter Di Sekolah (Sebuah Pengantar Umum)
Penulis : Paul Suparno, SJ
Penerbit : PT Kanisius – Jogyakarta
Tebal : 172 hlm
Ignas Iwan Waning, Palembang