HIDUPKATOLIK.com – Ia amat ingin mendesain gereja. Ketika keinginan itu tercapai, ia justru mendapat banyak kecaman dari sesama arsitek. Bagi dia, beban moral arsitek dipikul sampai hembusan nafas terakhir
Tuhan, kapan saya bisa mendesain sebuah gereja?” Doa itu selalu didaraskan Ricky. Bertahun-tahun, ia memendam keinginan mendesain bangunan gereja. Tapi, harapan itu tak kunjung datang. Tawaran justru datang dari pengelola Masjid Raya Singkawang, Kalimantan Barat. “Kok justru masjid. Saya tidak minta, pengelola masjid yang mendatangi saya. Kapan saya bisa mendesain gereja?” ujar hatinya.
Sampai suatu kali, Ricky mengucapkan janji. “Jika saya diminta mendesain rumah ibadah akan saya gratiskan!” Dan benar, Ricky tak pernah meminta imbalan atas karyanya mendesain rumah ibadah.
Doa terkabul pada saat yang tepat. Itulah yang kemudian Ricky alami. Setelah sekian lama menggenggam mimpi, keinginannya pun terwujud. Tak main main, dalam waktu hampir bersamaan, ia diminta mendesain dua katedral: Katedral Hati Kudus Yesus Sanggau dan Katedral St Yosef Pontianak. “Puji Tuhan, akhirnya saya bisa membangun ‘rumah ibadah sendiri’” ucap ayah dua anak ini.
Desain katedral
Setelah doanya terkabul, Ricky segera berburu aneka buku tentang bangunan gereja. Ia pelajari satu per satu. “Saya umat Katolik dan seorang arsitek, tapi saya tidak tahu tentang bangunan gereja,” aku pria kelahiran 6 Mei, 41 tahun silam ini.
Untuk mendesain Katedral Pontianak, Ricky butuh waktu satu tahun sembilan bulan. Pada enam bulan pertama, ia mengusulkan enam alternatif desain bangunan katedral. Empat alternatif tidak membongkar katedral lama, hanya menambah kapasitas umat saja. Sementara, dua alternatif lain membongkar katedral lama, lalu membangun kembali katedral yang baru.
Dari enam alternatif desain itu, sebenarnya Ricky ingin melibatkan banyak orang untuk turut terlibat dalam mendesain Katedral Pontianak. Ia tahu risiko yang harus dihadapi: proses yang panjang dan pasti melelahkan.
Ricky harus berkali-kali mengubah desain. Ia bolak-balik memaparkan rancangan gambar bangunan Katedral Pontianak. Ia menyerap aneka pemikiran dari banyak orang. Selangkah demi selangkah, akhirnya desain akhir disepakati bersama. Alternatif yang dipilih adalah membongkar seluruh bangunan katedral yang lama, lalu membangun katedral yang baru.
Bangunan katedral ini terinspirasi Basilika St Petrus Vatikan. Katedral ini pun didesain dengan kubah yang mirip Basilika St Petrus. Sementara, ornamen-ornamen Dayak menghiasi interior dan eksterior katedral.
Arsitek gratis
Sebenarnya, Ricky tak ingin menjadi arsitek. Saat remaja, ia gemar menonton pertandingan balap mobil. Hingga kini, ia pun masih suka menonton balap mobil. Di meja kerjanya nampak aneka miniatur mobil balap. Kegemarannya menonton balap mobil membuat Ricky ingin menekuni bidang permesinan.
Selain itu, ia juga gemar menggambar. “Dari delapan bersaudara, hanya saya yang suka corat-coret, menggambar. Semua saudara saya pandai bermusik. Hanya saya yang tidak bisa main alat musik,” ceritanya.
Talenta menggambar ini yang kemudian membawa Ricky memilih Jurusan Arsitektur Universitas Pancasila Jakarta. Sebelum selesai kuliah, ia sudah mulai mendesain bangunan. Lalu, Ricky bergabung dengan sebuah biro konsultan arsitektur. Selama 10 tahun, ia bekerja di biro ini. Pada 2002, ia mengikuti ujian untuk menjadi seorang arsitek profesional. Ia pun lulus. Dengan tekad bulat ia memutuskan keluar dari tempat kerjanya. Ricky juga aktif di organisasi Ikatan Arsitek Indonesia Kalimantan Barat. Kini, ia di percaya sebagai Ketua II IAI Kalimantan Barat.
Sebagai arsitek profesional, Ricky mendirikan sebuah biro arsitek. Dengan modal yang ada, ia membangun usaha secara mandiri. “Bahkan sampai menjual perhiasan istri untuk modal usaha,” kisah Ricky sembari tersenyum.
Meski dalam keterbatasan modal, Ricky berjanji akan membebaskan biaya jika mendapat permintaan mendesain rumah ibadah. Janji itu ia genggam erat, walaupun harus mendapat beragam kecaman dari sesama arsitek. Ia dituduh merusak bisnis arsitek. Ricky menanggapi beragam kecaman dan tuduhan dengan biasa-biasa saja. “Mendesain tempat ibadah adalah bekerja dengan dan untuk Tuhan.”
Beban moral
Katedral Pontianak telah diresmikan dan diberkati pada Hari Raya St Yosef, 19 Maret 2015. Umat akan segera menggunakan katedral ini sebagai tempat melambungkan pujian dan doa. Meski terpancar rasa puas, tapi Ricky enggan mengatakan bahwa ini karya yang spektakuler. “Biarlah orang lain yang menilai,” ujarnya.
Bagi Ricky, jika seorang arsitek menganggap karyanya yang terbaik, maka pada saat itu juga karir sebagai arsitek berhenti. “Orang lain yang harus menilai. Saya hanya berkarya,” imbuh umat Paroki St Sesilia Pontianak ini.
Beban seorang arsitek, ujar Ricky, tak berhenti saat bangunan yang dirancangnya selesai dibangun. Tanggung jawab seorang arsitek sampai mati. “Selama saya masih bernafas, beban moral itu tetap ada. Karena, jika suatu hari nanti ada persoalan dengan bangunan itu, saya tidak bisa cuci tangan. Semua karya saya akan menjadi beban seumur hidup.”
Yohanes Reginaldus Adipurnomo Ricky
TTL : Pontianak, 6 Mei 1974
Istri : Desi Adriani
Pendidikan :
S-1 Arsitektur Universitas Pancasila Jakarta
Karya:
• Masjid Raya Singkawang, Kalimantan Barat
• Rumah Radangk atau Rumah Betang di Perkampungan Budaya Kalimantan Barat
• Gedung PKK Provinsi Kalimantan Barat
• Gedung Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Provinsi Kalimantan Barat
• Stadion PSP Pontianak
• Hotel Nurali Pontianak
• Stadion Ngabang, Kalimantan Barat
• Katedral Hati Kudus Yesus Sanggau
• Katedral St Yosef Pontianak
Y. Prayogo
Laporan: G.A.S. Andri Cahyono