Literasi Medsos

209

HIDUPKATOLIK.com – Media komunikasi mengalami perkembangan yang pesat. Diawali dengan media cetak yang ditandai dengan penemuan teknik cetak oleh Johannes Gutenberg pada 1455, telah memicu berkembangnya surat kabar dan majalah. Disusul, media radio yang berkembang setelah Guglielmo Marconi berhasil mengirim sinyal radio gelombang elektromagnet sejauh 1,5 kilometer pada 1895. Tak lama kemudian, televisi ikut berkembang setelah John Logie Baird berhasil menunjukkan gambar bergerak di London pada 1925, diikuti siaran televisi Olimpiade Berlin pertama kali pada 1936.

Setelah media televisi, kini media internet atau digital menghiasi dunia diawali dengan penyambungan jaringan internet pertama kali oleh Sir Timothy John pada 1991. Lalu, mulai bermunculan banyak website dengan konten tulisan, gambar, audio, video, juga media sosial (medsos) di mana orang bisa dengan mudah melakukan interaksi. Perkembangan ini juga diimbangi dengan maraknya perkembangan peralatan komunikasi dan program aplikasi. Selama seseorang terkoneksi dengan internet, ia akan bisa dengan mudah mengkonsumsi juga memproduksi konten dalam akun medsosnya.

Karena memiliki unsur kedekatan, banyak orang senang memantau berita dan informasi teman-temannya lewat medsos. Bahkan, perhatian mereka kepada medsos bisa mengalahkan sajian dari media yang hanya bisa dinikmati secara pasif seperti menonton televisi. Kini, orang juga bisa dengan mudah berinteraksi, berkomentar, dan mengungkapkan ekpresinya di medsos. Perkembangan ini bisa menjadi peluang untuk pewartaan, namun juga bisa menjadi ancaman jika seseorang menggunakannya secara bebas tanpa aturan yang dapat berujung ke jeruji besi akibat dilaporkan oleh orang-orang yang tersinggung.

Biarpun dunia digital adalah dunia maya, namun kita tidak bisa sembarangan dan terlalu bebas memakai medsos. Aparat juga telah memperketat peraturan identitas nomor telepon yang terkait akun medsos. Dunia peradilan juga sudah memasukkan bukti digital yang dapat dipakai untuk menarik seseorang ke meja hijau. Sudah banyak orang menjadi korban dan masuk penjara karena komentar dan ekspresi mereka yang tidak tepat.

Melihat tanda zaman ini, pendidikan literasi media penting untuk dilakukan. Kemampuan seseorang untuk memahami informasi aneka media dan mengungkapkan ekpresinya secara bertanggungjawab perlu dilatih agar orang tidak terperosok. Maka, kegiatan pelatihan literasi media yang diadakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), melibatkan Komisi Komunikasi Sosial dan Kepemudaan KWI untuk orang muda Katolik patut kita apresiasi. Paling tidak, lewat usaha ini, anjuran Konsili Vatikan II, Dekrit Inter Mirifica (IM) dapat terealisasi. “Penerima, terutama yang berusia muda, harus berikhtiar agar dalam penggunaan alat-alat komunikasi, mereka terbiasa dengan pengendalian dan penertiban diri. Di samping itu haruslah mereka berusaha memahami lebih mendalam apa yang dilihat, didengar, dan dibaca” (IM art. 10).

Tampaknya, upaya pelatihan literasi media tidak hanya berguna untuk orang muda saja. Gerakan ini perlu ditingkatkan untuk seluruh umat yang sudah banyak menggunakan medsos. Dengan pendidikan literasi, kita berharap, umat bisa bersikap dengan bijak terhadap aneka konten yang beredar, juga bisa selamat dari jeratan hukum yang kini bisa menyasar siapa saja.

Redaksi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini