Perjamuan Malam Terakhir

2135

HIDUPKATOLIK.com – Kamis Putih identik dengan upacara pembasuhan kaki. Sementara, perayaan Ekaristi kurang dirasa penting pada hari ini. Benarkah sikap ini? Mempertimbangkan Injil Yohanes, apakah upacara pembasuhan kaki terjadi pada perjamuan malam terakhir? Apakah Injil Yohanes kurang memperhatikan Perjamuan Malam Terakhir atau Ekaristi?

Maria Tatik Indrawati, Bandung

Pertama, perayaan Kamis Putih sebenarnya peringatan Perjamuan Malam Terakhir, maka fokus umat diarahkan lebih kepada lahirnya perayaan Ekaristi, daripada upacara pembasuhan kaki. Mungkin karena perayaan Ekaristi sudah biasa dilakukan, maka tidak terasa menonjol? Bisa juga, upacara pembasuhan kaki itu terasa menonjol, karena jarang sekali dilakukan, hanya setahun satu kali.

Tentu saja, sikap dan perhatian umat perlu lebih diarahkan kepada misteri terjadinya Ekaristi. Tentang Kamis Putih, Surat Edaran tentang Perayaan Paskah dan Persiapannya berkata, “Perhatian sepenuhnya harus diberikan kepada misteri-misteri yang peringatannya dirayakan dalam Misa ini; pengadaan Ekaristi dan imamat serta perintah kasih persaudaraan; itulah yang juga harus menjadi bahan homili hari ini.” (Seri Dokumen Gerejani No. 71, art 45). Menarik diperhatikan dalam pernyataan ini bahwa pembasuhan kaki, bahkan bukanlah fokus dari peringatan Kamis Putih.

Kedua, menilik Injil Yohanes, upacara pembasuhan kaki memang terjadi pada Perjamuan Malam Terakhir, yaitu sebelum Yesus “beralih dari dunia ini kepada Bapa” (Yoh 13:1) dan sebenarnya terkait sangat erat dengan perjamuan itu sendiri. Dalam pembasuhan kaki para Rasul, Yesus “menunjukkan semangat pelayanan dan kasih”, karena Dia “datang tidak untuk dilayani, melainkan untuk melayani.” (art 51).

Pelayanan inilah yang kemudian diungkapkan dalam Perjamuan Malam Terakhir, yaitu penyerahan diri Yesus secara total sebagai ungkapan kasih Yesus yang sehabis-habisnya untuk keselamatan umat manusia (Yoh 13:2). Dengan mengidentifikasikan roti dengan tubuh-Nya, Yesus menyerahkan seluruh diri- Nya. Dengan mengidentifikasikan anggur dengan darah-Nya, Yesus menyerahkan seluruh hidup-Nya. Penyerahan total ini kemudian diwujudkan di salib.

Jadi, didahului dengan pembasuhan kaki yang merupakan tindakan simbolis dari pelayanan seperti seorang hamba, Yesus kemudian mewujudkan pelayanan itu secara simbolis dengan pemberian seluruh diri-Nya dan seluruh hidup-Nya dalam roti dan anggur dalam perjamuan, dan akhirnya mewujudkan penyerahan diri-Nya sebagai hamba yang wafat di salib. Dengan demikian, pembasuhan kaki, perjamuan, dan penyaliban membentuk satu kesatuan pelayanan total Yesus.

Pembasuhan kaki sebagai pelayanan adalah teladan yang diberikan Yesus agar para murid-Nya melakukan hal yang sama, yaitu saling melayani. “Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, … maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu, sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.” (Yoh 13:14- 15).

Ketiga, kisah Perjamuan Malam Terakhir memang ditemukan dalam tiga Injil sinoptik dan Surat Paulus (1 Kor 11), sedangkan Injil Yohanes tidak mengisahkan. Sebagai ganti, Injil Yohanes mempunyai uraian panjang lebar tentang Yesus sebagai Roti Hidup yang ajaran tentang Ekaristi dan pasti bertitik- tolak dari Perjamuan Malam Terakhir seperti yang diceritakan sinoptik. Meskipun tidak mengisahkan Perjamuan Malam Terakhir, Injil Yohanes sangat memperhatikan Ekaristi. Hal ini terbukti dari banyaknya teks Injil Yohanes yang dipercayai, menurut para ahli, sebagai merujuk kepada Ekaristi. Misal tentang perkawinan di Kana (2:1-10), mukjizat pergandaan roti dan Yesus sebagai Roti hidup (bab 6), pembasuhan kaki para murid (13:2-20), Yesus pokok anggur (15:1-7), keluarnya darah dan air (19:34-37).

Petrus Maria Handoko CM

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini