Paus Penjaga Tradisi Seni Religius

253
St Paskalis I.
[magnoliabox.com]

HIDUPKATOLIK.com – Selama masa kepausan, ia berusaha dekat dengan Kaisar Louis, namun menentang dominasi negara atas Takhta Suci. Paus ini dikenal pembela karya seni religius.

Pada musim semi tahun 823, Lothair I –Putra Kaisar Louis– bertemu Paus di Roma. Pertemuan itu berujung pada pemahkotaan Lothair I oleh Paus sebagai kaisar pendamping ayahnya pada 5 April 823. Sebenarnya ada persoalan antara relasi Paus dengan kaisar dan para bangsawan Frank. Bapa Suci tidak setuju dan cenderung menolak kekuasaan kaisar atas Roma. Namun, beberapa pejabat tinggi Istana Kepausan dari kaum Frank justru mendukung kekuasaan kaisar atas Roma. Mereka –seperti Primicerius Theodorus dan menantunya, Leo Nomenculator– secara terang- terangan membela supremasi kaisar atas Kota Abadi.

Usai pemahkotaan, Kaisar Lothair I segera pergi dari Roma. Tak disangka, Primicerius Theodorus dkk dilibas habis oleh para “loyalis Paus”, yang menolak supremasi kaisar atas Roma –terutama terkait urusan rumah tangga kepausan. Pembunuhan atas antek-antek kaisar di lingkungan Istana Kepausan pun tak terelakkan.

Tragedi berdarah ini terjadi pada masa Paus Paskalis I (817-824). Paus pun menjadi tersangka dan dianggap sebagai dalang atas tragedi ini. Guna menepis aneka tuduhan, Bapa Suci mengklarifikasi dan bersumpah bahwa dirinya sungguh bersih dan sama sekali tidak tahu menahu tentang tragedi berdarah tersebut.

Putra Roma
Tidak banyak kisah tentang masa kecil Paus Paskalis I. Kapan ia lahir tidak diketahui. Yang diketahui hanyalah ia merupakan putra seseorang berdarah Romawi yang bernama Bonosus. Ia lahir di Roma dan tumbuh besar di sana.

Sejak usia muda, Paskalis sudah melayani sebagai klerus Gereja Roma. Ia dibawa ke Istana Lateran untuk bekerja dan melayani di sana. Selain itu, ia memperdalam kehidupan rohani dan belajar Kitab Suci di salah satu lingkungan yang termasuk lingkaran dekat Paus. Kehidupannya sudah berkutat di sekitar Takhta Suci sejak masa mudanya.

Oleh karena itu, Paus Leo III (795-816) mengangkatnya sebagai superior di Biara St Stephanus, yang berada di dekat Basilika St Petrus, Vatikan. Ia juga diberi tugas tambahan untuk melayani para peziarah yang datang ke Kota Abadi.

Ketika Paus Leo III wafat, Paus Stephanus IV (816-817) naik takhta. Namun, masa pemerintahan Paus Stephanus IV amat pendek. Pada masa ini, Paskalis tetap dipertahankan untuk bekerja dan melayani di sekitar Istana Kepausan. Tak diduga, kala Paus Stephanus IV mangkat pada 24 Januari 817, Paskalis terpilih sebagai penggantinya untuk menduduki Takhta St Petrus. Hari berikutnya, ia dimahkotai sebagai Paus.

Melawan Kaisar
Sebagai Paus, Paskalis I berusaha menjalin hubungan yang baik dengan Kaisar Louis dan para bangsawan dari kaum Frank. Meskipun sebenarnya, ia tidak terlalu senang terhadap dominasi kaum Frank yang ingin terlalu ikut campur dalam urusan rumah tangga kepausan. Dengan berdalih untuk membantu reformasi kehidupan religius dalam biara dan para bangsawan Frank ini berusaha menancapkan pengaruh dan kekuasaannya dalam kehidupan internal Gereja. Kaisar Louis kelihatan sangat getol dan bertendensi untuk menguasai Roma dari segala aspek kehidupannya, termasuk urusan Takhta Suci.

Meskipun berseberangan dengan kaum Frank, Paus Paskalis I tetap mengirimkan banyak duta sebagai usaha untuk tetap bersahabat dengan kaisar. Akan tetapi, para duta itu mengalami pergantian yang relatif cepat. Pada awal masa kepausannya, Paus Paskalis I mendapatkan pengakuan, dukungan, dan perlindungan dari kaisar terhadap hak-hak dan harta milik Takhta Suci. Pengakuan dan dukungan itu tertuang dalam dokumen “Pactum Ludovicianum”. Usaha untuk menjalin kedekatan hubungan itu juga nampak ketika Lothair I menikah. Paus mengirimkan delegatus khusus dengan membawa cinderamata yang begitu berlimpah sebagai hadiah pernikahan Lothair I.

Perselisihan antara Paus dengan kaisar membuahkan tragedi berdarah di Istana Kepausan. Beberapa pejabat Istana Kepausan berdarah Frank dibunuh oleh para loyalis Paus. Melihat ketidakberesan itu, Kaisar Louis mengirimkan utusan-utusannya untuk melakukan investigasi atas peristiwa pembunuhan itu dengan saksama. Alih-alih menyeret para pelaku pembunuhan ke pengadilan kekaisaran, para utusan Kaisar Louis itu justru tak dapat berbuat banyak. Bapa Suci secara tegas menyatakan, para pejabat Istana Kepausan yang menjadi korban pembunuhan itu sebenarnya adalah para pengkhianat yang berseteru untuk merongrong kekuasaan Paus dan berniat untuk melakukan aksi kudeta. Berbagai bukti dan argumentasi dikemukakan untuk melindungi para pelaku pembunuhan. Alhasil, para loyalis Paus yang menjadi tersangka itu pun terbebas dari para penyidik suruhan Kaisar Louis.

Peristiwa itu berpengaruh pada relasi Paus Paskalis I dengan Kaisar Louis dan para bangsawan Frank. Mereka mulai bersyakwasangka buruk dan membenci Paus. Sebagai usaha untuk membebaskan urusan- urusan internal Takhta Suci dari hegemoni kaisar dan para pendukungnya, Paus mengepakkan sayap misinya di luar teritori yang berada di bawah yurisdiksi kaum Frank. Ia mengutus banyak misionaris untuk mengemban karya misi di daerah Eropa Utara. Misal, Uskup Rheims, Mgr Ebo diutus untuk menyebarkan kekatolikan di beberapa kerajaan non Katolik di Eropa Utara. Tak heran jika kekatolikan akhirnya juga mulai merambah dan tumbuh bersemi di banyak wilayah di Eropa Utara. Karya misi ini mendapat perhatian khusus dan penyediaan prasarana serta dukungan finansial yang istimewa. Bapa Suci memiliki komitmen yang amat besar terhadap perkembangan karya misi untuk pewartaan Injil di wilayah-wilayah yang belum mengenal kekatolikan.

Penentang Ikonoklasme
Pada masa pemerintahan Paus Paskalis I, gerakan ikonoklasme muncul kembali di Kekaisaran Binzatin, di bawah Kaisar Leo V (813-820). Ikonoklasme berasal dari kata Yunani “Eikonoklasmos” (eikon, gambar), yang berarti penghancuran gambar. Ikonoklasme adalah gerakan anti penghormatan atau pemujaan terhadap gambar, lukisan, patung yang menggambarkan figur-figur suci dan seni religius lainnya. Gerakan ini muncul di Gereja Timur dengan penghancuran karya seni religius yang disertai penganiayaan dan tindak kekerasan kepada orang-orang yang memegang teguh tradisi Gereja untuk menghormati karya seni religius itu. Setelah menerima berulang kali surat dari Theodorus, Bapa Suci segera mengirimkan utusan ke Konstantinopel untuk menemui Kaisar Leo V, guna menghentikan gerakan ikonoklasme. Sementara itu, Patriakh Theodotus I Cassiteras (815-821) justru berada di pihak Kaisar Leo V, yang juga mengirimkan utusan ke Roma untuk menjelaskan posisinya sebagai pendukung Ikonoklasme. Namun, usaha Paus menghentikan ikonoklasme di Timur gagal. Akhirnya, banyak biarawan Gereja Yunani yang mencari suaka ke Roma akibat pengejaran dari Kaisar Leo V. Di sinilah peran Paus mengemuka sebagai pembela korban ikonoklasme.

Para pencari suaka itu diterima dengan baik oleh Paus. Bahkan Paus mendirikan beberapa biara baru untuk tempat tinggal mereka, seperti Biara St Praxedis, St Cecilia, St Sergius dan Bacchus, yang berada di sekitar Istana Lateran. Pendirian biara-biara baru bagi korban ikonoklasme ini sejalan dengan perhatian Bapa Suci untuk merestorasi seni bangunan gereja dan biara. Ia membangun kembali Basilika St Praxedis, St Cecilia dan St Maria in Dominica. Tiga basilika ini –termasuk Kapel St Zeno di dalam Basilika St Praxedis– dipenuhi dengan ornamen karya seni berkualitas tinggi.

Selain itu, Paus juga membangun kapel-kapel dan altar di dalam Basilika St Petrus untuk menyemayamkan relikwi para martir dari katakombe Romawi, seperti relikuwi St Processus dan St Marinianus. Relikwi para martir dari kata kombe ini juga dipindahkan ke tiga basilika. Berkat perhatiannya yang besar terhadap penghormatan para martir ini, basilika St Cecilia di Trastevere berhasil ditemukan. Paus Paskalis juga berjasa dalam memajukan seni suara dengan membentuk paduan suara hebat di Basilika St Maria Maggiore.

Paus pecinta seni dan pemegang tradisi ini wafat di Roma pada 11 Februari 824. Jenazahnya disemayamkan di Basilika St Praxedis yang ia bangun. Karena jasa-jasanya yang besar terhadap Gereja, setelah wafat, Paus Paskalis I dihormati sebagai orang kudus oleh rakyat Roma –terutama para korban ikonoklasme yang ia selamatkan. Tradisi penghormatannya sebagai orang kudus akhirnya meluas. Kini Gereja memperingatinya setiap tanggal 14 Mei. tata kelola keuskupan-keuskupan di wilayah yurisdiksinya.

R.B.E. Agung Nugroho

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini