Cinta dan Pengorbanan Seorang Ibu

583
St Gianna Francesca Beretta.
[parrocchiasantamariafabriago.it]

HIDUPKATOLIK.com – Nyawanya bisa selamat jika ia melakukan aborsi. Dengan tegas ia menolak opsi itu. Bayinya selamat, ia mati. Kanonisasinya dihadiri suami dan anaknya.

Tiga kali proses persalinan mampu dilewati Gianna Francesca Beretta. Namun, tidak dengan kehamilannya yang keempat. Istri Pietro Molla itu sempat mengalami dua kali keguguran berturut-turut hanya dalam setahun! Belum kering air matanya, ia harus menelan pil pahit.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter Obgin, seorang ahli kandungan, ada kista besar yang bersarang di dalam indung telur Gianna. Dokter menawarkan pilihan, menggugurkan bayi dalam kandungannya yang belum genap berusia dua bulan, atau mengangkat kista dari rahimnya. Pilihan kedua lebih berisiko sebab bisa merenggut nyawa anak dan ibunya.

Gianna memilih opsi kedua. Ia tidak ingin mengorbankan hidup anaknya demi keselamatan nyawanya. Ia yakin, menghilangkan hak hidup orang lain adalah dosa besar. “Aku akan menerima apapun yang mereka lakukan demi menyelamatkan anakku,” tandas ibu bagi Pierluigi, Maria Zita, dan Lucia ini.

Pietro pun diberi pesan agar memprioritaskan keselamatan bayi mereka. Ini pilihan terberat dalam hidup Pietro sebagai suami dan bapak untuk ketiga anak mereka yang masih kecil. Namun, pria yang pernah seorganisasi dengan istrinya di Catholic Action itu sadar, Gianna sejak dulu sangat menjunjung tinggi nilai kehidupan dan kemanusiaan.

Pietro tak ingin mengingkari permintaan dan idealisme istrinya. Ia sadar, pilihan itu akan membawa duka mendalam jika operasi pengangkatan tumor gagal total. Jika hal itu terjadi, ia harus mengumpulkan kekuatan untuk menerima kenyataan tersebut. Ia terus berharap, istrinya selamat dan bisa menemaninya untuk membesarkan buah hati mereka.

Pada September 1961, Gianna menjalani operasi pengangkatan tumor rahim. Operasi tersebut berjalan lancar. Dokter berhasil mengangkat tumor dari rahim Gianna tanpa membawa ekses bagi janinnya. Gianna pun lebih berhati- hati pasca operasi. Sejak saat itu hingga tujuh bulan kemudian, perkembangan janinnya berjalan baik.

Totalitas Cinta
Beberapa hari menjelang persalinan, Gianna kembali mengulang pesannya kepada suami dan dokter. Ia meminta mereka memprioritaskan keselamatan si bayi jika sesuatu yang buruk terjadi saat persalinan. “Jangan ragu, pilihlah bayi kita!Aku mohon, selamatkan dia!” pintanya kepada Pietro.

Pada Jumat Agung 20 April 1962, Gianna merasa bahwa persalinan anak keempatnya segera tiba. Ia minta kepada Pietro agar diantar ke rumah sakit. Tiba di RS Monza, Italia, Gianna berharap bisa melahirkan secara spontan. Namun hasil pemeriksaan medis berbicara lain, ia harus disesar.

Setelah beberapa jam berada di ruang bedah, Sabtu Suci pagi, perempuan kelahiran Magenta, Italia, 4 Oktober 1922 ini melahirkan anak keempat. Si bayi lahir selamat, tapi Gianna mengalami demam berkepanjangan. Dokter memberinya sejumlah obat, tapi ia menolak. Baginya, tindakan ini adalah totalitas cintanya pada Yesus yang juga sedang mengalami penderitaan hebat demi keselamatan umat manusia.

Kondisi kesehatan Gianna kian buruk.Dalam sakratul maut, ia terus berbisik, “Yesus, aku mencintaimu”. Usai menerima komuni, ia tutup usia pada usia 39 tahun, Sabtu Suci, 28 April 1962 sekitar pukul 08.00, di Ponte Nuovo, di tengah suami dan anak-anaknya. Pada Senin, 30 April 1962, jenasah Gianna dikebumikan di Pemakaman Mesero, sekitar empat kilometer dari Magenta, tanah kelahirannya.

Pada Minggu, 6 Mei 1962, putri bungsu Gianna dibaptis oleh Romo Giuseppe. Imam Keuskupan Bergamo yang juga saudara kandung Gianna memberikan nama baptis untuk keponakannya: ”Gianna Emanuela”. Nama “Gianna” dimaksudkan untuk menghormati pengorbanan ibunya, sedangkan “Emanuela” berarti Tuhan beserta kita.

Buah Pendidikan
Gianna Francesca Beretta adalah anak kesepuluh dari 13 bersaudara. Namun, lima orang saudaranya meninggal kala mereka masih balita. Ia berasal dari keluarga yang berkecukupan secara finansial. Ayahnya, Alberto adalah karyawan pabrik kapas di Milan.

Alberto senantiasa mendidik anak-anaknya untuk hidup hemat dan sederhana, yang ia praktikkan sendiri dalam hidup hariannya. Dulu, ia gemar merokok. Namun, ia menghentikan kebiasaan itu. Baginya, pengeluaran rumah tangga bisa diminimalisir dengan menghilangkan kebiasaan yang tidak penting. Dengan berhenti merokok, ia mendidik anak-anaknya untuk menjaga dan menghargai kesehatan.

Gianna dan saudara-saudarinya juga mewarisi kesalehan kristiani dari orangtuanya, terutama sang ibu, Marie Beretta. Ketika suaminya berangkat bekerja, Marie mengajak anak-anaknya mengikuti Misa Harian di gereja. Setelah itu, mereka berdoa rosario bersama dan berdevosi kepada Hati Yesus yang Mahakudus.

Selain itu, Marie mendidik anak-anaknya menjadi pribadi yang unggul, tak hanya secara akademis, tapi juga berkarakter. Ia melatih kepekaan dan mengoreksi anak-anaknya jika berbuat salah. Demi perkembangan pendidikan anak-anaknya di sekolah, ia rela belajar Bahasa Latin dan Yunani.

Teladan dan usaha Alberto bersama Marie dalam mendidik anak-anaknya berbuah manis. Empat anaknya menjadi dokter, dua teknisi, dan seorang lagi sebagai apoteker. Tiga orang di antara mereka terpanggil bekerja di kebun anggur Tuhan, yakni Romo Enrico OFMCap (dokter dan misionaris di Brazil), Romo Giuseppe, dan Suster Virginia FdCC (dokter dan misionaris di India).

Saat berusia 15 tahun, Gianna sudah mengikuti latihan rohani Ignatian – mendalami spiritualitas St Ignatius. Gadis yang suka bermain ski, panjat gunung, dan melukis ini aktif di organisasi orang muda Katolik Italia, Catholic Action dan Komunitas Vincentian. Dalam komunitas itu, Gianna mendorong rekan-rekannya melakukan karya karitatif.

Meski aktif di sejumlah komunitas dan melakukan banyak karya kemanusiaan, Gianna tak pernah mengabaikan studi dan tugas kuliahnya. Ia juga rajin menghidupi kesalehan yang ditanamkan orangtuanya sejak kecil. Tiap pagi, ia mengikuti Misa, adorasi, dan berdoa rosario.

Lulus studi kedokteran di Pavia, Gianna mengembangkan karya misi ke Brazil. Di Mesero, Brazil, perempuan yang berhasil menggondol speasialis ilmu bedah itu membuka klinik.Ia menjadi dokter anak di sekolah milik para suster Canosian dan melayani pengobatan saat acara perkemahan musim panas. Sebagai dokter, ia gigih menentang aborsi, yang akhirnya harus dibayar mahal dengan nyawanya sendiri kala persalinan anak keempatnya.

Mukjizat Penyembuhan
Pasca Gianna wafat, kabar kesembuhan lewat perantaraannya banyak beredar di tengah masyarakat. Vatikan pun mengakui kesembuhan yang dialami oleh perempuan Protestan, Lucia Sylvia Cirilo, pada 22 Oktober 1977. Benjolan di organ genital warga asal Grajau, Brazil itu sembuh setelah Sr Bernardina de Manaus berdoa untuknya lewat perantaraan Gianna.

Berkat mukjizat itu, Bapa Suci Yohanes Paulus II membeatifikasi Gianna pada 24 April 1994. Mukjizat kedua yang membuka pintu kanonisasi Beata Gianna dialami oleh Elizabeth Comparini. Setelah berdoa dengan perantaraan Beata Gianna, ia bisa melahirkan anaknya dengan selamat. Padahal, dokter memvonis bayinya bakal meninggal karena ketuban Comparini pecah saat usia kandungannya baru 16 Minggu. Sementara usia normal kandungan 39-40 minggu.

Mukjizat itu mengantar Gianna menerima mahkota kekudusan dalam Kanonisasi pada 16 Mei 2004. Misa Kanonisasi digelar di Vatikan, dipimpin oleh Bapa Suci Yohanes Paulus II. Pada Misa itu, suami dan anak bungsunya hadir. Gereja mengenang teladan cinta dan pengorbanan St Gianna tiap 28 April.

Yanuari Marwanto

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini